Gween memilih untuk kembali ke apartemen Jero dan melampiaskan rasa sedihnya dengan membersihkan rumah, berbelanja lalu memasak makan malam yang enak sesuai selera wanita itu. Ia bukan anak remaja lagi yang akan mengurung diri di kamar dan meratapi nasib malang yang menimpanya. Ini bukan sekali dua kali karena memang sang Mama selalu saja lebih berat sebelah pada Geisya bahkan sejak mereka kecil.
Jadi, Gween berusaha untuk membuang kesedihannya dan menenangkan diri agar tak berlarut-larut pada rasa kecewanya.
Wanita itu selesai memasak opor ayam yang menjadi makanan favoritnya, ada juga cah kangkung yang sudah lama sekali tidak dimakannya karena semenjak bekerja di restoran cepat saji milik Reza, ia lebih sering makan di tempat itu dan jarang sekali memasak sendiri di rumah.
Saat Gween sedang menyantap makanan itu, terdengar suara langkah kaki disertai suara wanita yang mengomel panjang lebar lewat telepon.
"Mommy sudah kirim pelayan ke penthouse kamu, tapi kamu malah ngusir dia!" sungut perempuan itu yang terdengar makin mendekat.
Gween bingung harus melakukan apa. Dan belum sempat dia mengambil langkah, wanita paruh baya dengan pakaian modis itu sudah lebih dulu muncul dan terperangah melihat keberadaan Gween yang duduk di pantri dengan kaos oblong dan celana pendek lusuhnya.
"Who are you?" tanya wanita itu dengan mata menyipit dan kaki melangkah mengelilingi pantry.
Gween jelas tak langsung bereaksi karena dirinya sendiri juga bingung siapa wanita itu. Ah, tadi dia sempat mendengar perempuan itu menyebut dirinya Mommy dan tebakan Gween dia adalah ibu dari Jero Axford.
"Mom, jangan mengganggunya," ucap suara di seberang sana yang Gween yakin adalah suara Jero.
"Ah, sampai bertemu nanti, Anakku sayang," ucap wanita itu dengan senyum lebar yang membuat Gween merasa ngeri sendiri. Jelas saja, wanita itu merasa ada hal menarik yang lebih penting untuk diurusnya yaitu perempuan yang ada di apartemen anaknya ini.
"Siapa namamu, Honey?" tanyanya sumringah.
Gween berdehem pelan dan berdiri menghadap wanita itu. "Tante ... saya ... saya pembantu baru Pak Jero," ucapnya terbata-bata.
Wanita paruh baya itu menatap Gween dari ujung kepala hingga ujung kaki dan mengangkat sudut bibir sedikit setelahnya.
"Perkenalkan, Saya Dania. Mommy dari Pak Jero yang kamu sebutkan tadi," ujarnya mengulurkan tangan.
Gween menerima dengan ragu, dan tersenyum canggung setelahnya.
"Hmm, Jero sekarang sudah pintar mencari pelayan ternyata. Padahal biasanya selalu saya lo yang cariin, dan kriteria dia selalu yang paruh baya atau sudah mbok-mbok gitu. Itu juga beberes sebentar, trus langsung di suruh pulang. Tidak menginap karena dia risih katanya." Wanita itu meneliti penampilan Gween sekali lagi.
"Tapi, ini kok berbeda jauh ya sama kriteria dia yang biasa? Hmm, malah menginap lagi di sini," ucapnya dengan satu tangan mengetuk-ngetuk dahi seolah ia sedang berpikir keras.
"Eemm ... Pak Jero terpaksa mungkin, Tante ... Eh, maaf, --- Nyonya ...." Gween merawat ucapannya agar terlihat lebih meyakinkan bahwa dirinya memang pelayan di apartemen laki-laki itu.
"Oh, terpaksa ya?" Dania mengangguk-angguk seolah mempercayai ucapan Gween. "Tapi anak saya yang keras kepala itu bukan tipe orang yang bisa dipaksa sih biasanya, bahkan oleh Daddy-nya sendiri," ujarnya seolah takjub yang jelas saja hanya berpura-pura dan Gween tahu itu.
Tapi mau bagaimana lagi, dirinya benar-benar tak punya alasan lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan perempuan itu yang Gween yakin tidak akan ada habisnya. Jadi, ia berpikir lebih baik Jero yang nantinya akan menjelaskan sendiri pada Mommy-nya.
"Wah, ini masakan kamu?" tanya wanita itu tiba-tiba yang langsung duduk dan mengambil satu piring kosong untuk diisi dengan opor ayam.
Padahal Gween belum menjawab apa-apa, tapi wanita itu sudah asik sendiri menyuapkan opor ayam beserta nasi ke dalam mulutnya.
"Duh, dietnya pikir nanti aja," gumam wanita itu yang mengundang kerutan di dahi Gween.
Memang benar, makanan berat yang dimasaknya tentu tidak cocok untuk kaum diet apalagi dikonsumsi pada malam hari.
"Humm, masakan kamu boleh juga. Tante kasih rate delapan dari sepuluh," katanya yang masih asik menyantap hidangan di depannya.
"Tante ... itu ... memangnya Tante mau makanan seperti itu?" tanya Gween heran. Ya, jelas saja ia berpikir seorang istri pengusaha kaya raya sekelas Axford tidak akan sudi memakan cah kangkung buatan rumahan seperti itu.
"Dulu ibu saya sering memasak ini, dan saya sering minta pelayan di rumah memasak ini untuk saya. Walaupun yang makan ya cuma saya sendiri."
"Jadi, Pak Jero nggak suka makanan ini?" tanya Gween spontan.
Dania mendongak dan menyunggingkan senyum kemenangan. "Enggak! Makanya saya nggak percaya kamu membantunya," ucapnya telak.
Gween menelan ludah sendiri dan tak memperpanjang percakapan mereka karena dia jelas tahu betapa cerdiknya perempuan paruh baya di hadapannya ini.
"Loh habis, Tan?" tanya Gween yang melihat mangkuk berisi opor ayamnya sudah ludes tak bersisa padahal dirinya sendiri saja masih baru menyuapkan dua sendok ke dalam mulutnya sebelum perempuan itu datang.
Dania mengelap mulutnya dengan tisu lalu berdiri dari duduknya. "Kamu masak lagi, gih," titahnya tak merasa bersalah.
Bagaimana tidak habis, Dania merasa masakan Gween benar-benar sempurna rasanya sama persis seperti buatan ibunya dulu. Bahkan ketika pelayan di rumahnya memasak opor ayam, Dania tak merasakan sensasi sama seperti memakan masakan Gween barusan. Seolah rindunya untuk memakan masakan sang ibu, benar-benar terkabulkan. Jelas saja, Dania akan datang untuk meminta Gween memasak lagi.
Ah, ide yang sempurna.
"Saya pergi dulu. Bilang pada majikan kamu itu bahwa besok saya akan kembali lagi," ucapnya santai dan melenggang pergi dari tempat itu.
Gween menghela napas sembari menjatuhkan b****g di kursi dan menatap mangkuk opornya dengan wajah pasrah.
Bertepatan dengan itu, Jero datang dengan langkah lebar dan langsung menarik Gween berdiri. "Mommy apain kamu?" tanya pria itu yang Gween heran tercetak jelas raut khawatirnya.
Wanita itu menggeleng serta melirik kedua telapak tangan pria itu yang mengapit wajahnya.
Jero sadar dengan itu dan langsung melepaskannya. Pria itu menyugar rambutnya serta melonggarkan dasi dengan kasar.
Gween mungkin sudah gila karena tak mampu mengalihkan pandangan dari pria itu yang entah mengapa malam ini terlihat lebih memikat dibandingkan biasanya.
"Apa yang Mommy lakukan sampai kamu begini?" tanya pria itu lebih tenang dari beberapa detik lalu.
Gween spontan menunjuk pantry dan berkata. "Mommy kamu ngabisin opor aku," adunya. Sial sekali, suara yang didengar Jero seperti bocah kecil yang sedang mengadu manja pada papanya.
"Padahal aku belum makan dari siang" gumam wanita itu yang tak berbohong karena dirinya tak ingat untuk mengisi perut karena terlalu besar rasa kecewa yang diterimanya hari ini.
"Ganti bajumu, kita makan di luar." Jero meninggalkan wanita itu yang menatapnya bingung.
Makan di luar?
Makan malam di luar?
Dinner?
Mereka kencan kah?
Gween langsung memukul kepalanya karena berpikir hal yang tidak-tidak.
To Be Continued