Tak lama kemudian Lionello melihat Nieve datang dari dalam. Wanita berusia lanjut itu menghampiri Lionello dan mengalungkan tangannya pada lengan Lionello. Keduanya berjalan beriringan keluar dari apartemen menuju lift.
"Kau ingin membeli apa saja, Ma?" tanya Lionello sembari menunggu lift terbuka.
"Apakah Madre boleh membeli banyak barang?" Nieve justru bertanya balik sebelum menjawab pertanyaan Lionello.
"Kau bisa bersenang-senang dengan itu," jawab Lionello membuat senyum Nieve semakin merekah.
"Kalau begitu Madre ingin membeli pakaian, boneka, mainan, keperluan pribadi Estefanía. Oh ya, apakah kita juga membeli perabotan baru?" tanya Nieve di tengah-tengah kesenangan menyebut barang-barang yang ingin dibeli.
"Ya. Apapun yang Madre inginkan," jawab Lionello.
Saat Nieve hendak membalas ucapan Lionello, pintu lift di hadapan mereka terbuka. Lionello dan Nieve menahan langkah mereka ketika melihat Margaretta keluar dari lift. Lionello membalas senyuman Margaretta ketika menyapanya.
"Apa kabar, Lionello?" sapa Margaretta sembari mengelus pundak Lionello.
"Baik," jawab Lionello.
"Apa kau sudah mendapatkan nomor telepon yang aku berikan pada ibumu?" tanya Margaretta seraya melirik ke arah Nieve.
"Ya. Madre sudah memberikannya padaku," jawab Lionello.
"Syukurlah," desah Margaretta. Dia tertawa pelan. Perhatiannya tertuju ke arah Lionello dan Nieve yang tampak rapi, menandakan jika mereka hendak pergi ke suatu tempat. "Apa kalian akan pergi?"
"Ya. Kami akan pergi ke La Maquinista."
"Oh begitu." Margaretta menganggukkan kepala tanda mengerti. "Jangan lupa minggu depan. Fernandá akan datang ke apartemenku karena ada acara kecil di sana. Kalian harus datang, ya."
"Ya, kami akan usahakan untuk datang," jawab Lionello lagi. Dirinya terlihat lebih ramah jika dibandingkan sosoknya yang dulu.
"Kalau begitu lanjutkan keperluan kalian. Aku juga sedang buru-buru," ucap Margaretta lalu menunjukkan sekantong plastik yang ada di dalam genggamannya. "Aku pergi dulu. Hati-hati di jalan, Nieve, Lionello," sambung Margaretta.
"Ya," jawab Nieve dan Lionello bersamaan.
Nieve menghela napas panjang saat bayangan Margaretta sudah menghilang tertelan pintu. Sedangkan Lionello menekan tombol lift agar pintu lift terbuka saat melewati lantai tersebut.
"Margaretta sangat gigih mengenalkanmu pada keponakannya," desah Nieve.
"Bukankah itu yang Madre inginkan?" tanya Lionello sembari tersenyum. Sindiran halusnya mampu membuat Nieve terdiam sejenak.
Pintu lift terbuka. Lionello dan Nieve masuk ke dalam lift. Sedangkan ada tiga orang lain yang ada di sana. Lionello merangkul Nieve seolah ingin melindungi ibunya meski ketiga orang lainnya tidak tampak jahat sama sekali.
Dua menit kemudian pintu lift terbuka di lantai dasar. Lionello masih merangkul Nieve saat mereka berjalan keluar. Mereka pergi menuju tempat parkir, tempat Lionello menyimpan satu-satunya mobil yang dia miliki di sana.
"Masuklah, Ma," ucap Lionello mempersilakan saat membukakan pintu untuk Nieve.
Tanpa menunggu lama, Nieve pun masuk ke dalam dan duduk di jok depan. Lionello berjalan memutari kap mobil dan masuk ke dalam mobil menggunakan pintu yang lain. Dirinya duduk di jok kemudi, tepat di samping Nieve.
"Terima kasih, Sayang," bisik Nieve saat Lionello memasangkan sabuk pengaman untuknya.
Lionello tersenyum lebar seraya menganggukkan kepala. Dia mulai menyalakan mesin mobil. Saat kaki Lionello menginjak pedal gas, mobil itu mulai melaju meninggalkan halaman parkir.
"Madre memang awalnya berusaha melakukan hal seperti itu. Tapi …. " Nieve memberikan jeda pada ucapannya. Dia menarik napas panjang dan mengalihkan pandangan ke sisi kiri, memandangi jalanan kota yang tidak pernah sepi. "Madre sadar kalau itu adalah keputusanmu. Madre tidak ingin mengaturmu lagi dalam masalah kehidupan asmaramu."
"Aku bukan menolak, Ma," gumam Lionello pelan. Dia terdiam sejenak saat matanya menatap lekat ke depan. "Aku masih merasa Violetta ada di sampingku." Lionello mendesah pelan lalu melirik ke arah ibunya. Dia tersenyum tipis melihat Nieve justru mematung. "Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuknya."
"Itu sudah berlangsung dua tahun, Sayang …. " desah Nieve. Dia sangat ingin menerima alasan putranya. Tapi sisi lain Nieve tidak ingin Lionello tersiksa.
"Ya. Dan dia masih terlihat jelas ada di sekitarku."
Nieve tidak lagi menyahut ucapan Lionello. Dia hanya diam memandangi wajah putranya begitu lekat. Di dalam hatinya, Nieve hanya berharap Lionello bisa hidup bahagia meskipun Nieve yakin hati putranya diselimuti oleh rasa sepi.
"Ma," Lionello memanggil pelan saat kesunyian sempat menghampiri mereka selama beberapa menit. "Besok aku harus pergi keluar kota," sambung Lionello.
"Luar kota? Apa ada sesuatu?" tanya Nieve merasa bingung. Pasalnya Lionello sangat jarang pergi keluar jika jika tidak ada hal yang penting.
"Ada beberapa berkas yang harus aku urus. Teofilo mengatakan kalau aku harus pergi ke sana dan mengurusnya sendiri."
"Apa akan lama?" Nieve menjadi cemas jika Lionello akan pergi dalam waktu yang lama. Sedangkan dirinya tidak pernah jauh dari Lionello selama lebih dari dua belas jam.
"Mungkin satu atau dua hari. Madre tidak perlu khawatir, setelah aku menyelesaikannya, aku akan langsung pulang."
Tidak ada pilihan lain jika itu menyangkut Estefania. Nieve tidak bisa menahan Lionello pergi. Karena jika dia melakukan itu, maka akan lama pula untuk Estefania bisa tinggal bersama mereka.
"Kenapa harus ke luar kota? Apa tidak bisa mengurusnya di sini?"
"Orangtua Estefania berasal dari Jerman. Selama mereka tinggal di sini belum mengurus surat kependudukan. Jadi aku harus pergi ke Madrid untuk menyelesaikannya," jawab Lionello mencari sebuah alasan yang dapat diterima Nieve agar ibunya tidak menyadari kebohongannya.
"Kau tahu tentang orangtua Estefania?" Nieve sedikit tertegun. Sejak kapan putranya mengetahui hal itu? Dan mengapa tidak mengatakan apapun padanya? Padahal terakhir kali saat dirinya bertemu dengan polisi, mereka mengatakan kalau pihak polisi belum mengetahui apapun mengenai asal-usul keluarga Estefania. Mereka hanya mengetahui nama keluarga Estefania dari kartu identitas salah satu orangtua Estefania. "Polisi tidak berkata banyak saat menjemput Estefania. Atau mungkin Madre yang tidak terlalu mempedulikan polisi-polisi itu saat menjemputnya. Apa kau yakin orangtua Estefania berasal dari Jerman?"
"Ya. Polisi itu sempat mengatakannya saat Madre belum sampai di kafe," jawab Lionello kembali berbohong. Padahal dia mengetahui informasi mengenai keluarga Estefania dari Teofilo. Para polisi ataupun petugas dinas sosial tidak mengatakan apapun.
Lionello menoleh ke arah ibunya lagi. Dia melihat Nieve sedang diam seolah memikirkan sesuatu. Sebelah tangan Lionello bergerak meraih telapak tangan Nieve lalu menggenggamnya dengan lembut.
"Madre tidak perlu khawatir. Aku sudah meminta bantuan Teofilo untuk menemanimu saat aku tidak ada. Dia juga akan membantu merapikan semua barang di apartemen saat hendak direnovasi. Sementara itu, nanti Madre bisa tinggal di apartemen Teofilo."
"Apa Teofilo … tidak merasa direpotkan? Madre masih merasa tidak enak hati padanya … karena sering merepotkan dia, Lio …. "
Lionello tersenyum seolah ingin menghilangkan kecemasan ibunya. "Madre tidak perlu memikirkan itu. Teofilo adalah bagian dari keluarga kita. Dia kakaknya Violetta. Dia juga kakakku."
Nieve menganggukkan kepala. "Ya … iya Sayang …. "
Tak lama kemudian Lionello kembali menjatuhkan perhatian pada jalanan kota. Dia mulai melambatkan laju mobilnya saat memasuki tempat parkir pusat perbelanjaan La Maquinista. Lionello dan Nieve turun dari mobil setelah memarkirkan mobil dan mematikan mesinnya.