Lionello keluar dari kamar setelah dua jam berusaha untuk memejamkan mata tetapi tetap tidak bisa. Seperti inilah yang dia alami ketika bayangan mendiang istrinya kembali muncul di dalam kepala. Lionello akan sulit tidur bahkan sampai tidak tidur sepanjang malam.
Lionello mencari minuman alkohol di dalam laci-laci dapur. Kedua tangannya membuka satu persatu setiap pintu laci sampai akhirnya dia menemukan sebotol wiski*. Lionello mengeluarkan botol kaca itu dari dalam laci dan berjalan ke arah ruang tengah.
Pria itu mulai duduk di sofa. Dia membuka tutup botol minuman yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi itu lalu menenggaknya. Lionello minum alkohol layaknya sebotol air mineral.
Meskipun saat masih menyandang sebagai ketua kelompok mafia ketika di Milan dulu dirinya tidak pernah mabuk-mabukan, tetapi Lionello cukup kuat oleh minuman alkohol. Setiap tegukannya membuat Lionello semakin jelas mengingat sosok wanita yang sampai sekarang berada di dalam hatinya. Bayangan saat-saat terakhir percakapannya dengan Violetta terputar jelas di dalam ingatan Lionello. Rasa sakit, kecewa dan terkejut yang melebur menjadi satu menyelimutinya di kala itu seolah kembali merambat ke dalam hati Lionello hingga membuat sepasang mata yang memiliki tatapan tajam itu mulai berkaca-kaca.
Braakkk
Suara Lionello membanting botol yang tersisa setengah itu di atas meja terdengar sangat nyaring mengisi ruangan yang sepi. Napas Lionello semakin berat saat dadanya terasa sesak seolah kekurangan oksigen. Pria itu mematung memandangi botol dalam genggaman saat merasakan pipinya basah karena airmata.
Tiba-tiba Lionello kembali meminum wiski* itu hingga tersisa sedikit. Tindakannya tersebut pun membuat Lionello terbatuk-batuk bahkan hampir muntah. Napas Lionello berubah tersengal-sengal saat perlahan pandangannya mulai mengabur.
Tubuh Lionello hampir kehilangan kesadaran. Dirinya pun membaringkan kepalanya di atas meja dengan salah satu tangan sebagai bantal. Lionello memejamkan kedua mata karena kepalanya terasa mulai berat. Sedang bibirnya terus menggumamkan nama seseorang hingga dirinya benar-benar terlelap.
***
Nieve terbangun pukul setengah delapan pagi. Dirinya segera keluar dari dalam kamar setelah merapikan tempat tidur sekaligus membuka gorden di dalam kamar. Nieve mulai berjalan menyusuri ruangan sampai akhirnya langkah Nieve terhenti di ambang pintu dapur ketika melihat seseorang tertidur pulas dengan posisi tengah duduk.
"Lio?" Nieve reflek memanggil namanya lalu berjalan menghampiri meja.
Langkah Nieve berhenti di samping putranya. Sebelah tangan Nieve terangkat lalu mengelus wajah putranya dengan lembut. Nieve tersenyum masam memandangi wajah Lionello.
Apakah karena masalah kemarin malam sehingga Lionello kembali mengingat Violetta hingga membuatnya sulit tidur? Ya. Nieve sudah sangat memahami kebiasaan baru putranya tersebut selama dua tahun terakhir. Dirinya akan sangat sedih serta merasa kasihan pada putranya karena tersiksa oleh perasaannya sendiri. Hingga terkadang membuat Nieve merasa menyesal karena pernah bersikeras menikahkan mereka dulu.
"Lio, bangun sayang …. " ucap Nieve dengan lembut. "Pindahlah ke kamar, Lio. Badanmu bisa sakit kalau terus-terusan tidur di sini, Sayang."
Terdengar erangan pelan dari Lionello ketika mulai sadar dari tidurnya. Pria itu meringis pelan saat merasakan kepalanya seperti dihantam benda keras berulang kali hingga terasa berdenyut-denyut.
"Ayo, bangun. Pindahlah ke kamar. Tidak usah pergi ke kafe hari ini. Istirahat saja." Nieve membantu putranya bangkit dari kursi. "Apa kau bisa jalan sampai kamar?" tanya Nieve saat Lionello menolak untuk dipapah menuju kamar.
"Ya, Ma. Aku baik-baik saja," jawab Lionello dengan suara berat.
"Baiklah. Hati-hati saat menaiki tangga, Sayang," ucap Nieve sedikit berteriak saat jarak Lionello semakin menjauh.
Saat bayangan Lionello sudah tak dapat dijangkau oleh pandangannya, Nieve berbalik arah lalu mendekat ke arah meja dapur. Dia menyalakan air panas untuk membuat teh. Nieve juga mengeluarkan roti croissant dari dalam lemari dingin dan meletakkannya di atas piring.
Setelah air di dalam teko mendidih, Nieve mematikan kompor dan memasukkan bubuk teh serta air mendidih ke dalam teko lain yang ukurannya lebih kecil. Dirinya pun mulai menyantap sarapan pagi tersebut sebelum pergi keluar untuk belanja kebutuhan rumah sekedar menyibukkan diri walaupun kemarin sudah melakukannya bersama tetangga apartemen.
Setengah jam kemudian Nieve keluar dari dalam apartemen dengan mengenakan mantel serta tas jinjing di dalam genggamannya. Nieve berjalan ke arah lift lalu berdiri di sana menunggu pintu lift terbuka.
"Kau hendak pergi ke La Boqueria?"
Nieve menoleh ke arah samping lalu tersenyum ketika melihat salah satu tetangga apartemennya. "Iya," jawab Nieve.
"Baguslah. Bagaimana kalau kita pergi kesana bersama?" ajak Margaretta Maldonado. Salah satu penghuni apartemen di lantai tersebut.
"Boleh, aku juga pergi sendiri," jawab Nieve menerima ajakannya.
Pintu lift terbuka. Terlihat sepasang manusia sedang berada di dalam lift. Tampaknya mereka sepasang kekasih, terlihat dari tangan mereka yang menggenggam satu sama lain. Nieve dan Margaretta masuk ke dalam lift.
Margaretta Maldonado adalah wanita single parent sama seperti Nieve. Usia mereka pun tak terpaut jauh. Sehingga terkadang Nieve sering mengobrol atau pergi ke pasar bersama Margareta maupun dua tetangga apartemen lain yang memiliki rentang usia tak jauh dari dirinya.
"Apakah Lionello belum pergi ke kafe? Aku belum melihatnya pagi ini," tanya Margareta.
"Iya. Dia masih istirahat. Mungkin kelelahan," jawab Nieve.
Margaretta melipat kedua tangan. Dia sedikit mendekatkan kepala ke arah Nieve seolah hendak membisikkan sesuatu.
"Apa Lionello belum ingin menikah? Dengarkan aku, aku memiliki keponakan. Dia tinggal di Gràcia. Minggu depan akan ada acara di tempatku. Bagaimana kalau kau datang bersama Lionello? Nanti akan aku perkenalkan mereka berdua."
"Minggu depan?"
"Iya. Namanya Fernánda Bello. Bagaimana menurutmu?" tanya Margaretta. "Ah, tunggu!" ucapnya tiba-tiba saat Nieve hendak menjawab pertanyaan. Margaretta membuka tas jinjing dan mengambil ponsel. Sejenak dirinya tampak sibuk dengan gadget di tangannya. "Ini fotonya. Cantik bukan?" tanya Margaretta lagi, meminta pendapat Nieve mengenai keponakannya.
Nieve memperhatikan foto tersebut dengan seksama. Terlihat seorang wanita tengah tersenyum lebar menampakan deretan giginya yang rapi. Wanita itu terlihat berusia sekitar dua puluh tujuh hingga tiga puluh tahun. Penampilannya mencerminkan seorang wanita karier dengan rambut coklat keemasan yang bergelombang.
"Aku yakin putramu pasti menyukai Fernánda." Margaretta berucap dengan penuh rasa percaya diri seolah yakin dengan pesona keponakannya tersebut.
"Aku belum mengatakan ini padanya. Nanti akan aku coba sampaikan undanganmu pada Lio," jawab Nieve sembari tersenyum. Rasanya tidak enak hati jika langsung menolak.
Dulu Nieve memang sering melakukan banyak usaha untuk membuat Lionello menjalin hubungan dengan wanita lain agar melupakan Violetta. Tetapi setelah melihat kejadian pagi tadi, Nieve tidak ingin melakukan hal tersebut lagi. Mungkin apa yang diinginkan Lionello sama sepertinya, yaitu menjaga cinta yang sudah melekat kuat di dalam hati dengan sebaik mungkin.
"Aku sangat mengharapkan itu. Jangan lupa mengatakannya pada putramu, Nieve."
"Iya. Kau tenang saja. Nanti akan aku sampaikan …. "
Pintu lift pun terbuka setelah mengantar mereka menuju lantai satu. Nieve, Margaretta serta dua orang lainnya keluar dari dalam lift. Mereka pun berjalan melewati pintu keluar gedung apartemen tersebut. Nieve menoleh sekilas ke arah kafe meskipun tahu tempat itu masih sepi di jam delapan. Karena biasanya karyawan Lionello akan membuka kafe setiap pukul sembilan pagi.
"Taksi!" Terdengar Margaretta berteriak memanggil taksi sembari melambaikan tangan.
Sebuah mobil taksi berwarna putih pun berhenti di depan mereka. Margaretta langsung membuka pintu mobil dan menarik Nieve untuk masuk ke dalam bersama dirinya. Setelah pintu mobil berwarna putih dengan logo "taxi" di atasnya itu tertutup, Margaretta mengatakan tempat tujuan mereka sehingga sang supir mulai melajukan mobil menuju La Boqueria.