6

1378 Kata
Baru saja dua puluh lima menit Naja memejamkan matanya, gadis itu kembali terusik dengan suara teriakan yang berasal dari depan pintu kamarnya. “Bon! Kaos putih polos gua di mana sih?” tanya Fahri sembari mengetuk pintu kamar Naja keras. Naja yang mendengar itu memutar bola matanya jengah. Dengan ogah-ogahan meninggalkan kasurnya. Pertama kali yang Naja lihat saat membuka pintu adalah Fahri dengan keadaan toples. Seakan sudah tidak mempunyai urat malu. “Apa lagi sih mas?” Naja bertanya dengan mata yang sedikit tertutup. Ia di ambang kesadarannya. “Kaos putih polos gua ada di mana?” Fahri mengulang pertanyaanya Naja menguap lebar-lebar. Seperti tidak ada beban di di dalam hidupnya. “Huh! Jorok banget sih lu!” Protes Fahri sembari menutup ke dua lupang gidungnya. Aroma dari dalam mulut Naja menyeruak masuk ke dalam lunag hidunya. “Emang harus banget pake kaos putih polos ya mas?” Gadis itu bertanya sembari menggaruk tengkuknya dan ke dua matanya menatap Fahri polos. “Ya harus lah! Gua mau foto buat i********: dan suasananya itu mendukung banget kalau gua pake kaos putih polos. Aura ketampanan gua semakin terpancar.” “Kaos putih polosnya ‘kan nggak dibawa. Ya udah sih pake kaos yang di lemari aja. Tinggal dibalik apa susahnya sih. Jugaan sama-sama warna putih.” “Lu gila ya Bon! Kaos putih yang di lemari itu bercorak semua! Ya kali gua pake kaos terbalik nanti kadar ke hansome-man gua berkurang.” Naja memutar bola matanya jengah, “Ya udah sih. Nanti aja di apartemen fotonya.” “Tapi gua mau nya sekarang Bon.” Lelaki itu tetap pada pilihannya. ‘Ya Allah cobaan apa lagi ini.’ Diam-diam Naja beristighfar di dalam hati. “Terserah mas deh. Naja capek pengen tidur!” Naja hendak ingin menutup pintu kamarnya. Namun secepat kilat Fahri menahannya dengan sekuat tenaga. Naja kehilangan keseimbangannya otomatis jatuh tersungkur kebelakang begitu pun dengan Fahri. Al hasil saat ini posisi mereka saling tindih . Mata keduanya saling bertemu deru napasnya menyapu kulit wajah keduanya yang hanya berjarak lima senti.  ‘Ck kenapa posisinya harus begini sih mas?’ batin Naja berdecak kesal saat matanya dan mata Fahri saling beradu pandang. ‘Kalo di amati dengan seksama, Bobon itu cantik walau tak terlalu putih, tapi dia manis.” Fahri menggelengkan kepalanya “ck! Apaan sih gua. Mana mungkin gua suka sama si Bobon!’ Fahri merutuki dirinya sendiri karena telah memuji Naja “Mas, bisa minggir nggak? Mas itu berat tau.” Protes gadis itu sembari berusaha untuk mendorong tubuh kekar lelaki itu. “Lagian ngapa sih lu pake acara modus jatoh segala.” Lelaki itu malah berbalik mengomeli Naja yang tidak tahu apa-apa. ‘Ehh supardi! Sapa juga yang mau jatoh. Kek di pelem-pelem aja.” Protes Naja dalam hati. “Mas, kalo mau ngomel minggir dulu!” Fahri masih saja mengomel di atas tubuh Naja. Ia tidak sadar bobot tubuhnya lebih besar dari pada gadis yang ada di bawahnya. Baru saja Fahri ingin beranjak, tiba-tiba pekikan dari belakang mengagetkan keduanya dan itu mengakibatkan Fahri kembali pada posisi semula. Menindihi Naja. “Astahgfirullah! Kalian ngapain? Di depan pintu tindih-tindihan begitu? Ya allah!” Teriak Winda histeris saat melihat tingkah ke dua anaknya. “Aw, ampun mah, ampun! Ini nggak seperti mama kira kok.” Fahri menggaduh kesakitan saat telinganya ditarik oleh Winda tanpa ampun. “Kamu ya, adik sendiri mau dianuin! Dasar anak kuarang ajar! Walaupun Naja itu buakan adik kandung kamu, tapi tetap saja itu tidak baik!” omel sang mama dengan tangan yang tak lepas menjewer telinga Fahri. Naja yang melihat itu hanya bisa meringis ngilu karena melihat kuping milik Fahri sudah memerah. “Ada apa sih, mah? Suaranya kedengeran loh sampai bawah,” ucap Adnan yang baru saja datang. ‘Mati aja dah udah ada bokap, masalah bakalan makin panjan,’ batin Fahri menjerit ketika melihat Adnan semakin mendekat. “Ini nih pah anak kamu, yang paling ganteng kata kamu. Dia berbuat m***m di kamar Naja!” Winda menatap sang suami, namun tangannya masih berada di telinga Fahri. “Bukan gitu mah, pah. Kalian salah paham. Bener gitu kan Bon?” Lelaki itu menatap Naja yang berada di sampingnya. Mencoba memberi kode gadis itu untuk menyetujui ucapannya. “Eng— iya … kalian salah paham.” “Tuh mah, pah. Bobon aja bilang cuma salah paham.” “Halah pasti kamu kan yang udah ngegertak Naja buat bilang iya. Kamu kan gitu tipe orang yang pemaksa!” sarkas Adnan membuat Fahri diam. ‘Emnag bener adanya sih, si Bobon tiap hari gua tindas,’ batin Fahri membenarkan ucapan sang papa “Naja sayang.” Naja langsung menatap Winda yang tengah meanggilnya. “Ayo kamu jawab jujur. Kalau tadi Fahri mau cabulin kamu ‘kan? Ayo sayang jangan takut, di sini ada mama dan papa yang selalu akan membantu kamu,” ujar sang mama menatap Fahri sengit. Naja menggelang, “Yang dikatakana mas Fahri benar adanya mah, pah. Kalian hanya salah paham.” “Tuh ‘kan mah, pah. Fahri nggak bohong,” tipal Fahri tersenyum kemenangan. “Diam kamu!” sentak sang mama. Fahri diam tak bersuara. “Naja. Ayo jujur sama papa.” “Pah, Apa yang mas Fahri bilang itu benar adanya.” Naja semakin berucap yakin. ‘Aduh Naja harus gimana?’ batin Naja was-was “Kalian ini hebat sekali ya bersekogkol. Padahal mama tidak pernah mengajarkan kalian seperti itu.” Winda tiba-tiba saja menangis tersedu tanpa sebab membuat Naja dan Fahri saling bertukar pandanga.  “Pah, anakmu minta disunat dua kali,” ucap Winda di sela-sela tangisnya. Fahri spontan langsung memegang aset berharganya,’What! Ya kali disunat dua kali. Sekali aja udah sakit ampe nangis-nangis,’ batin Fahri meringis ngilu. “Mah, sunat itu sakit tau,” ucap Fahri dengan wajah mengiba. “Biarin aja. Siapa suruh kamu ngawur jadi bocah!” Winda berucap sinis beserta dengan tatapanya.  “Mah, siap yang berbuat aneh-aneh sih? Orang tadi nggk sengaja kok. Pah, Fahri butuh pembelaan nih dari papa.” Fahrei melirik ke arah papanya namun tidak di hiraukan. “Papa mau membela anak papa yang nakal ini?!” sang suami yang hendak berbicara langsung tidak tak bersuara.  ‘matilah nanti kalau aku bela Fahri bisa-bisa disuruh tidur di teras bareng nyamuk-nyamuk,’ batin Adnan. “Maaf ‘kan papa, untuk kali ini papa tidak bisa membantu kamu. Jika itu terjadi, bisa-bisa papa tidur bersama nyamuk,” jelas Adnan dengan wajah yang serba salah. Lagi-lagi Fahri dan Naja saling menatap. “Kalian kenapa?!” tanya Winda sewot. Entah mengapa wanita itu berubah menjadi singa betina yang kelaparan. Fahri menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia seperti anak yang paling berbuat salah di sini. “Mah, udah berapa kali Fahri bilang, kalian hanya salah paham. Bobon juga bilang begitu.” “Mana mungkin mama percaya sama kamu! Kamunya aja nggak bisa di percaya!” Fahri meringis kuda perkataan sang mama memag benar. Walaupun ucapan Winda salah, tetaplah wanita itu paling benar. Fahri menatap Adnan yang berada tepat di depannya. Mencoba untuk meminta bantuan siapa tau di kabulkan. Namun, apa yang ia dapat? Hanya tatapan sinis sang mama yang tegah berada dalam mode senggol bacok. Tatapan itu tidak hanya untuk Fahri, namun juga sang suami. ‘Salah apa aku?’ batin Adnan mencari-cari kesalahannya. “Kenapa papa nggak belain anak papa yang satu ini?” Winda bertanya dengan matanya yang menatap tajam. “Eng— engak usah! buat apa dibela orang bandel gitu.” Fahri semakin lemas, alhasil tidak akan ada pembelaan untuk kali ini. “Kenapa?” Winda bertanya ketus membuat Adnan semakin bingung dengan tingkah Winda yang tiba-tiba saja berubah menjadi buas. “Nanti papa nggak bisa nana nina sama mama,” ucap Adnan jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam.  “Papa sama mama suka gitu, nana nina terus tapi Fahri nggak dapet adik,” protes Fahri yang tiba-tiba saja masuk ke dalam obrolan orang dewasa. Lelaki itu itu akhirnya mendapat delikan tajam dari Winda. “Diam kamu!” Fahri terlonjak kaget mendengar gertakan sang mama. Sedari tadi Naja hanya bisa diam menyaksikan keluarganya yang tengah cekcok tidak jelas. Mau angkat bicara pun percuma sang mama tidak akan percaya, karena masih dalam mode senggol sitik bacok. Naja terlihat begitu iba, ketika melihat Fahri selalu dipojokkan padahal sudah berkata yang sebenarnya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN