Pak Alano Ramadhan Maliq hanya diam saat mendengar berita itu, dia hanya berharap pernikahan Athrav dan Inesh bisa diselamatkan karena semalam Athrav berjanji akan melepas semua perempuan yang saat ini dekat dengannya.
≈≈≈≈≈≈≈
“Jelaskan tentang ini,” perintah Pak Maliq saat anak keduanya sampai di rumahnya tengah malam tadi.
Athrav yang melihat copy-an kartu periksa dokter kandungan dan dokter anak dengan data dirinya tercantum di sana hanya bisa diam.
“Jawaaaaaaaaaaaaaaaaaaab!!” teriakan Pak Maliq tengah malam membangunkan adik Athrav dan juga keponakannya. Hanna Pertiwi Maliq adik Athrav memang sudah menikah dan tinggal di rumah itu menemani orang tuanya, karena Athrav dan kakaknya tinggal terpisah sejak menikah.
“Mereka … mereka tidak resmi Athrav nikahi, bahkan nikah siri pun tidak Bi,” jawab Athrav jujur.
“Astagfirullaaaah, kamu sangat jauh menyimpang dari agama, bagaimana mungkin kamu punya dua anak ini tanpa kamu nikahi, walau secara siri? Perempuan seperti apa yang mau hidup dengan laki-laki dan punya anak tanpa menikah? Lalu bagaimana nafkah yang kamu berikan pada mereka, karena nafkah itu wajib kamu berikan pada anak dan istrimu,” keluh Pak Maliq.
Athrav pun kadang bingung, karena para perempuan itu juga tak pernah merengek meminta nafkah lahir asal Athrav selalu memberi mereka attensi dan nafkah batin tentunya.
“Selain dua perempuan ini apa ada perempuan lain yang punya anak darimu?” tanya Pak Maliq walau dia sangat takut bila jawaban anaknya akan membuatnya terkejut.
“Ada Bi, perempuan pertamaku adalah anak SMA, saat itu Mas baru tingkat dua, orang tuanya ngelarang kami pacaran. Novi nama gadis itu minta dia dihamili biar kami dinikahkan. Itu awal Mas berhubungan sebelum nikah.”
“Tapi saat Novi hamil orang tuanya tetap tidak setuju. Dia tetap tak boleh bertemu dengan Mas, dia dibawa ke Singapore dan melahirkan di sana, lalu dia kembali sekolah setelah melahirkan. Anak itu sekarang sudah berumur empat tahun,” jawab Athrav.
“Kamu yakin cuma tiga anak yang kau hasilkan dari kelakuan kotormu itu?” cecar Pak Maliq.
“Iya Bi, karena semua perempuan yang sudah pernah berhubungan dengan Mas, sering ketemu dan mereka tak pernah ada yang lapor kalau mereka hamil seperti dua perempuan bodoh yang telat minum pil sehabis berhubungan dengan Mas,” jelas Athrav yang malah menyalahkan dua perempuan yang tertulis di kartu periksa yang copy-annya ada di meja ruang tamunya.
“Apa Inesh juga sudah kau tiduri sebelum kalian menikah?” tanya Pak Maliq penasaran.
“Hanya Inesh yang tak pernah mau diajak tidur sebelum menikah Bi, bahkan untuk cium bibir pun sangat sulit. Itulah mengapa Mas berani minta Abi dan umi melamarnya karena dia perempuan baik-baik,” jelas Athrav.
“Waktu kamu melamar Inesh, ibunya Andika kan sudah melahirkan satu tahun lebih dan Mia sedang hamil. Kenapa bukan mereka saja yang kamu mintakan Abi dan umi melamarnya?” Pak Maliq makin penasaran akan kelakuan anaknya itu.
“Mereka tidak punya poin plus, tanpa kesulitan mau saja diajak tidur,” Athrav mengingat begitu mudahnya dia memperoleh keperawanan para korbannya.
“Lalu apa yang akan kau lakukan untuk pernikahanmu dengan Inesh? Dan bagaimana tanggung jawabmu pada kedua anakmu dari perempuan selain Inesh?” tanya Pak Maliq.
“Aku akan meminta maaf pada Inesh dan mempertahankan rumah tangga kami. Untuk anak yang bukan dari Inesh, aku akan memberinya tunjangan walau tidak besar. Akan aku sisihkan untuk anak kedua perempuan tersebut karena pastinya aku hanya akan focus pada anak-anakku dari Inesh,” jawab Athrav pasti. Itu yang terjadi semalam. Sekarang mereka menghadapi panggilan sidang dari Dhana nanti malam. Dan Dhana sudah memberi ultimatum tak ada kesempatan ke-dua bila tak datang malam nanti.
≈≈≈≈≈≈≈
Dhana mengembalikan ponsel pada Inesh dan memberitahu pada semuanya kalau tadi dia meminta Athrav dan orang tuanya datang malam ini saat tadi Dhana menerima panggilan telepon dari Athrav.
Inesh menerima ponselnya dan memblokir nomor suaminya. Dia sudah bertekad tak akan bersedih lagi. Inesh ingin cairan infus ini segera habis dan bisa bergabung dengan seluruh keluarganya di halaman belakang, bercengkerama seperti rutinitas yang mereka lakukan setiap hari Sabtu dan Minggu sejak dirinya kecil.
Sebelum makan siang Khaira membuka infus Inesh, dan mereka beriringan ke kebun belakang. Hari ini Farah membuat ayam panggang bumbu kemiri kesukaan seluruh keluarga dan sosis bakar kesukaan si kembar.
“Dadd koq tidak ada udang bakar buat kita berdua?” Inesh protes menu kesukaannya tidak ada.
“Mommy kan tidak tau kamu mau menginap, jadi kemarin tidak beli udang buat dibakar dan Daddy cuma minta pepes jamur saja buat bakaran Daddy,” Farah tak terima komplain kekasih suaminya itu.
Sejak Farah menikah dengan Darvi, mereka mengatur rumah tangga sangat teliti. Semua anak tiap hari Sabtu dan Minggu tak boleh keluar rumah sendiri bila tak bersama semua keluarga. Hari Sabtu seharian mereka akan bebakaran, dan Minggu istirahat karena hari Senin sampai hari Jumat mereka semua sibuk sejak pagi hingga adzan isya.
Sehabis sholat isya mereka wajib makan bersama, dan bercerita apa yang mereka lakukan hari itu
“He he he Mommy marah ya di komplain, Sayangnya aku tidak terlalu suka pepes seperti Daddy. Tidak apa-apa aku makan ayam bumbu kemiri,” sahut Inesh sambil mengambil piring rotan yang sudah dialasi daun pisang.
Farah dengan telaten menyuapi suaminya yang masih sibuk membakar ayam bumbu kecap request terakhir Dhana pagi tadi. Rupanya Dhana takut Khaira tak suka ayam bakar bumbu kemiri sehingga minta dibuatkan alternativ ayam bumbu kecap beberapa potong.
Inesh memandang kehangatan pasangan orang tuanya dengan iri. Memang sejak kecil dia tau bagaimana cinta kedua sejoli itu, tapi dia tak pernah sesakit sekarang.
Inesh menyesal tak mencari penyebab mengapa mommynya sejak awal sudah tak respek saat dia memperkenalkan Athrav sebagai pacarnya. Padahal kesan mommynya sangat hangat saat tak sengaja ketemu dengan Arya di rumah nenek ketika Arya mengantarnya pulang dan Farah datang tanpa rencana saat nenek sakit.
Mommynya sangat welcome pada Arya, berbeda saat berkenalan dengan Athrav.
“Ada yang cari udang?” Zadda tetiba datang bawa udang besar yang masih segar.
“Abang dapat dari mana?” tanya Farah kaget.
“Ha ha ha, tadi hubungi teman-teman tanya yang punya udang besar untuk konsumsi sekarang juga. Lalu ada teman yang bisa antar. Ya sudah Abang beli saja,” jawab Zadda dengan senang. Dia bahagia bila semua anggota keluarganya ikut bahagia.
≈≈≈≈≈