Pertemuan Sial

1073 Kata
Darte kembali ke lokasi, saat di mana ia menemukan Bella yang tersangkut di pohon kemarin. Kali ini ia hanya membawa Chan sebagai peneman. Bodyguard yang selalu menjaga telah dipulangkan ke kota. Ia tak mau kehadirannya terlalu menyohor oleh pandangan warga. "Ke mana anak itu?" "Apa itu dia?" Chan menunjuk bocah kecil berambut lebat dikepang dua, dia tengah duduk bersama dengan anak-anak TK. "Jika Anda ingin selalu mengenalinya, hafalkan saja tubuhnya," tutur Chan yang tahu jika tuanya ini seorang pelupa. "Ya, bulat dan berisi!" sahut Darte terkekeh, sebelum berjalan menghampiri. "Nona kecil!" Darte berdiri di hadapannya, memegang kedua coklat batang untuk menarik perhatian. Namun di kala bulu mata lentik yang mendongak menatap, Darte merasakan getaran di hati. Ya, lagi-lagi kedua mata biru itu saling bertabrakan. "Paman malaikat!" Bella turun dari bangku dengan susah payah, sampai-sampai temannya membantu. "Kurangi berat badanmu Bella!" tegur temannya. "Tidak biasa, mamiku selalu masak banyak!" balas Bella. Kini kembali fokus pada Darte. "Paman kau mau apa?" Darte berjongkok, sementara Chan bergerak menaruh tissue di tanah untuk alas dengkulnya. "Apa kau sekolah di sini?" Bella menggeleng lugu. "Lalu untuk apa kau di sini?" "Jajan!" Seketika Darte terkekeh. "Kau suka coklat?" "Suka sekali Paman, apalagi kalau gratis hehe!" balasnya, tersipu malu dengan melirik-lirik coklat di tangan Darte. "Bawa aku pada eyangmu, maka akanku berikan coklat ini!" "BELLA!" "Astaga Mami!" Bella, Darte dan Chan. Seketika perhatian mereka teralihkan dengan kedatangan seseorang yang terlihat ingin marah. Namun seseorang itu justru berbalik terkejut melihat mereka. "Astaga mereka!" "Berlyn?" Berlyn segera meraih anaknya. Mengendong dan membawa lari Bella tergesa-gesa. "Nona Berlyn berhentilah!" Chan menginterupsi, tapi Berlyn tetapi berlari. Hari naas yang tak pernah Berlyn duga. Di cuaca pagi hari yang terang, tiba-tiba ia dipertemukan dengan masa lalu yang kelam. 'Tak bisa, ini tidak bisa,' batinnya meracau cemas. Darte mengejar secepat mungkin, otot-otot dan rahangnya mengencang sesuai dengan perasaan geramnya. Terlebih, pertemuan ini memang dia selalu dambakan sejak 4 tahun lalu. "BERLYN!" Darte berhasil menarik pinggang Berlyn, terpaksa wanita itu terhenti saat Darte merengkuhnya dari belakang. "PENJAHAT TOLONG PENJAHAT!!" "Ada apa Berlyn?" "Mereka mau menculik Bella!" ucap Berlyn berbohong. Warga beramai-ramai menghampiri, masing-masing dari mereka membawa kayu. Ya, benar, semua orang datang untuk menghakimi. Sementara Chan terlihat kesakitan karena berusaha melindungi tuannya dari amukan mereka. Keduanya tak melawan, bisa saja mereka mengelak dan memusnahkan warga yang berbondong-bondong memukulnya, akan tetapi hal itu tidak cocok bagi mereka dalam keadaan seperti ini. "Sialan kau Berlyn!" *** "Mami kenapa kau begitu jahat? Mereka orang baik!" Napas Berlyn belum netral, terlebih ia setelah menggendong ikan buntal. Ah, itu sangat melelahkan. "Bella mami tekankan, jangan pernah menemui mereka lagi. Mereka itu orang jahat!" "Tap—" "Bella kau bisa mengerti?" "Baik Mami!" Bona datang menghampiri, wanita itu baru berniat pergi ke kampus. "Ada apa?" Setelah menitahkan anaknya untuk pergi ke kamar. Berlyn mengandu, " Aku baru saja menemui Darte!" "Astaga bagaimana bisa dia tahu kediaman kita?" "Aku tidak tahu, tapi ini sangat kebetulan. Bona, mereka sudah melihat Bella. Bagaimana ini?" "Kau tenang saja, aku akan mengamankan anakmu. Jangan cemas!" Bona merengkuh tubuh Berlyn. Perempuan itu sudah dibanjiri dengan lelehan air mata. Siapapun pasti mengerti bagaimana kondisi perasaannya saat ini. "Aku takut dia akan mengambil Bella!" *** Malam hari. "Akhhh, bisa kau pelan-pelan?!!" Pelayan wanita yang tengah mengobati luka itu tampak pucat pasi, semampunya dia menahan rasa takut. Dalam hati, ia selalu merutuki dirinya yang tak memiliki sikap profesional dan keberanian. "Maafkan saya Tuan," ucapnya dengan bibir gemetar. Lalu bagaimana dengan kabar Chan? Asisten itu sudah ditangani tim medis. Ya, akibat pukulan warga tadi pagi, dia harus dilarikan ke rumah sakit. Terlebih dialah yang menjadi sosok pelindung Darte. "Jika anak raja tidak membawa pasukan maka seperti inilah jadinya. Darte, kau seperti pencuri celana dalam yang diamuk masa, haha!" Bugh! Cekatan, melihat bola kasti berada di sekitarnya, Darte langsung menghadiahi keponakannya itu dengan satu kali lemparan yang tepat. "Sialan bujang lapuk," cemoohnya memegangi kepala. "Keluar kau dari kamarku!" titah Darte. "Tidak mau!" "Bagaimana kau bisa tahu keberadaanku?" "Dari Chan!" Luke. Keponakan yang menyebalkan itu kerap kali mengganggu Darte. Selain membutuhkan sesuatu, dia juga datang terkadang hanya untuk mencemoohnya yang tak kunjung menikah. "Baiklah demi ketenangan, sekarang apa yang kau inginkan?" "Motor sport edisi terbaru. Darte aku sangat mendambakan itu. Papaku pelit sekarang, sementara mama seperti tidak sayang lagi padaku. Apa kau bisa memberikannya? Kau kaya walaupun tidak punya papa. Aku jadi ingin sepertimu, apa aku harus menanam papaku dulu?" "Tanam saja keduanya!" balas Darte datar. Memang gila, jika mereka disatukan maka tidak ada bedanya. "Wahh apa aku akan tambah kaya?" "Tidak, kau justru akan tambah gila!" Luke hanya melempar wajah tak bersemangatnya. Kini terlihat Darte yang tersenyum sebelum ia bertanya kembali, "Kau sangat ingin motor itu?" "Ya, apa kau akan memberikannya?" "Bersyarat!" *** "Berikan ini untuk eyang di kamar!" Tangan mungil Bella menerima segelas air hangat, dengan tersenyum ia mengatakan, "Baik cantik!" Oh astaga, terkadang untuk merasakan apa itu perasaan baper tak perlu memiliki pasangan, dengan anak kecil ini pun Berlyn mampu salah tingkah dibuatnya. "Kau selalu membuatku ingin salto!" Bella berjalan menuju kamar Warsih, anak itu melihat sang eyang tengah bersandar dengan napas yang menderu. "Eyang minumlah!" "Ah, ya terima kasih Sayang!" Bella menaiki ranjang, mendekati kemudian ia memijat kakinya. Warsih tersenyum. "Sekarang aku tahu, jika obat itu tidak selalu berbentuk kapsul," ujarnya. "Ya, ada juga yang cair!" sahut Bella polos. "Bukan begitu. Bella Sayang kau itu seperti obat untuk eyang. Tetaplah berada di sisiku!" Bella tersenyum cantik, dia memeluk Warsih sesekali memberikan kecupan di pipinya. "Aku tidak akan ke mana-mana Eyang. Aku selalu menyayangimu!" "Dan juga uangmu!" lanjutnya. Warsih terdiam, kemudian ia tertawa. Walaupun begitu dia tetap membalas pelukannya dengan kuat. Ya, jika dikatakan Bella paling lekat dengannya, maka itu benar. Karena Warsih tak pernah menolak tiap kali ajuan permintaan cicitnya. "Eyang ada mainan terbaru!" Dan, itulah contohnya. * Sementara di ruang tengah, kedua perempuan di sana tiba-tiba mendengar seseorang menyebut, "PAKET!" "Kau memesan sesuatu?" tanya Berlyn. "Tidak!" jawab Bona. "Apa ini perbuatan anakku?" pikir Berlyn. Namun setelah ia mengecek aplikasi belanjaan, tak ada pesanan yang tertera. "Tapi benar tidak ada!" "Ah, sudahlah biar aku yang hampiri!" Bona bergerak keluar, setelah sampai di ambang pintu ia mendapati seseorang berperawakan tinggi besar tengah memunggunginya. "Cari siapa ya Mas?" 'Bentar-bentar pertanyaan apa ini?' Pria itu berbalik badan. Senyuman manis seketika tersuguhi begitu sempurna. Namun apa reaksi Bona? "Apa pasta gigi ada keluaran terbaru? Kau tersenyum terlalu lebar!" Dia mendatarkan ekspresi, sebelum berucap, "Aku mencintaimu Nona!" Bona berteriak, "BERLYN YANG DATANG TERNYATA ORANG SAKIT MENTAL!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN