Rangki terus melirik jam, menunggu siang hari dengan penuh harab jika Permata Nata akan segera sadar. Seakan-akan haripun tidak memihak padanya, putaran jam bergerak begitu lambat. Kerjanya juga tidak berkonsentrasi, hanya sekedar membolak balik file di meja kerja.
Jam terus bergerak menunjukan pukul 12 siang hari.
Rangki Masih dengan perasaan bersalah yang menghantuinya, takut dengan kegilaan nya bisa membunuh gadis itu, kesadaranya datang terlambat. Benarkah aku perlu mengunjungi piskiater, apakah ini penyakit, harus kah aku berkonsultasi dengan dr yang disarankan Alando tadi. Gerakan nya meraba-raba saku celana mencari kartu nama, namun tidak ditemukan..
Tidak lama kemudian baru teringat jika tadi dilempar sembarang, lalu bergegas bangkit masuk keruang istirahat berniat mencari kartu nama yang direkomendasi dr. Alando. Pintu dibuka dengan cepat, saat pandanganya melihat sosok wanita yang tadinya berbaring lemah sedang duduk dengan tergesa-gesa menarik selimut menutupi tubuhnya.
Nata baru sadar beberapa saat yang lalu, sedang mengumpulkan kekuatan dan kesadarnya , melihat ada infus dilengan tanganya, dan ketika itu pintu terbuka, dengan kaget menarik selimut menutupi badanya.
Rangki melupakan katu nama yang ingin dicarinya, lalu wajahnya sangat bahagia ketika melihat gadis itu sudah duduk. Langkah nya cepat menghampiri Nata. Namun Nata sangat ketakutan, mengingat yang terjadi membuatnya sangat histeris.
“jangan dekatin aku, kumohon jangan, kumohon maafkan aku” ketika Nata berucap seperti itu serasa ada yang sakit didalam d**a Rangki, tidak tau harus bagaimana menjelasnya, badanya terhenti, bibirnya tak bisa berucap, hatinya serasa di iris sembilu.
Seluruh badan nata begetar ketakutan, tidak ada airmata yang keluar hanya ketakutan yang mengkukungnya, memeluk erat selimut dengan memeluk tubuh nya, matanya sendu terus memohon untuk dilepaskan.
Nata mengalami tekana piskologis yang sangat dahsyat. Perbuatan Rangki sungguh tak bisa dibayangkan, sangat jij*k dengan lelaki itu dan jij*k pula dengan tubuhnya, merasa diri sangat kotor.
Tenang,, aku tidak akan menyakitimu lagi, rangki membuka suara berjalan perlahan-lahan…
Berhenti… pekik Nata, jauh-jauh dariku bajing*n, piskopat gila, tangan nata menarik infus yang terpasang ditangan satunya lagi.
“Ok,, ok aku disini tidak mendekat”, itu jangan dilepas, biarkan saja sampai selesai kamu harus sehat dengan cepat Rangki mengintruksi.
“Hah? sehat , biar bajing*n sepertimu bisa menyentuh ku lagi?, tidak aku tidak perlu sehat, dengan cepat infus itu ditari, darah mula bercucuran. Selimut putih yang menutupi tubunya mulai terkena percikan darah.
Itu darah banyak, harus di tutpin dulu, segera dengan cepat Rangki mengapai pergelangan tangan Nata dan menekan bagian yang sobek akibat ditari paksa oleh Nata. Nata melawan tidak terima dengan sentuhan Rangki.
Lepaskan aku bajing*an gila. Aku tidak butuh pertolongan mu, ronta Nata sambil menarik pergelangan tanganya. Rangki mulai habis kesabaranya lalu berucap, “diam atau mau aku memulai kembali kenangan tadi” kali ini rangki tidak ingin melakukan nya, hanya ingin sedikit mengancam untuk melindunginya agar darahnya segera berhenti.
Nata berhenti mematung, namun mukanya terus menatap Rangki, tatapan bak musuh.
Rangki, memgang pergelangan Nata cukup lama, berharap darahnya bisa berhenti dan tidak tergors terlalu dalam , setelah darah mulai berhenti, Rangki mulai melepaskanya. “jangan bergerak” perintahnya. Aku hanya ingin mengambil plaster untuk menutupi lukamu ini.
Rangki pun bergegas dengan cepat, mengambil kotak P3K yang ada diruang kantornya dan diapun kembali begitu cepat, melihat Nata masih duduk pada posisi semula.
“nah begitu Patuh” hari ini aku tidak akan menganggumu jika Permata Nata mendengarkan aku, jadi dengarkan aku baik -baik jika kau tidak ingin ku sentuh, bicara Rangki pelan penuh penekanan menandakan dia serius dengan yang diucapkanya.
“jangan pangil nama ku, aku tidak sudi nama ku disebut oleh bajing*n seperti mu. …
Rangki tida ingin berdebat denganya, tidak pula ingin memberi nama baru untuknya yang bisa di panggil, lagi pula ini juga mungkin pertemuan terakhinya, dia tidak ingin terlibat lagi dengan karyawanya.
Sini tangan mua, aku bawa plasternya, untuk menutup luka. Nata dengan patuh menberikan tanganya, Rangki merawatnya dengan baik, setelah membersihkan luka lalu menambahka betadin dan menutup luka dengan perban dan di akhir menambahkan plaster dengan gambar kartun faforit anak-anak, berwarna biru.
“Sudah selesai”, Rangki mengembalikan tangan Nata.
“aku mau pulang” ucap Nata pelan, suaranya bener pelan karena memang dia masih sangat taku, dan tidak ingin melawan perintahnya. Sambil merapikan kancing bajunya, ditutup sampai ke kancing terakhir.
Rangki hanya menyaksikan gerakan tangan Nata, dengan gemertar mengancing bajunya satu persatu dan itu beberapa kali gagal. Rangki tau gadis ini masih sangat terpukul dan takut dengan nya, hingga dia diam saja tidak ingin membantunya, atau menyentuhnya.
Setelah kemejanya rapi, Nata merapikan roknya dibawah selimut, lalu perlahan turun dari tempat tidur, dia tidak ingin berlama-lama diruangan ini.
“apakah ada toilet? Tanya Nata.
Rangki hanya menunjuk arahnya, tanpa berniat mengantarnya, dia hanya berusaha menjaga jarak tidak ingin menganggu gadis itu. Dia bangun saja sudah membuatnya sangat senang.
Nata melakah perlahan menuju toilet, dirasanya ada yang perih di bagian bawah sana, namun jalanya tidak dihentikan. Rangki yang menyaksikan itu cukup tau apa yang dirasakan gadis itu, dengan penyesalan hanya mengusap mukanya hingga kekepala menyentuh rambutnya, memperlihatkan penyesalah yang dalam.
Nata dikamar mandi melihat dirinya yang sangat berantakan, mencuci tangan dan membersihkan beberapa bagian tubuhnya, lalu mencuci muka, di akhir dia hanya menguncir rambutnya. Dicermin terlihat gadis muda tanpa ekspresi.
Nata keluar dari kamar mandi, sedari tadi Rangki melihat kearah yang sama menunggu gadis itu keluar, namun saat gadis itu keluar terlihat aura sangat cantik dimatanya, dengan rambut di ikat pentolan diatas kepalanya, beberapa helai jatuh ke pipinya sedikit berantakan namun tidak menutupi kecantikannya.
Sesaat kemudian yang dibawah perutnya bereaksi diluar kendalinya “shitt,, desisnya, pesona Nata luarbiasa pikirnya. Jika terus bersamanya aku bisa mengaulinya terus.
Sepertinya aku memang harus ke dr piskiater.
“aku permisi pulang” ucap Nata menyadarkanya dari lamunan.