Chapter 5

1105 Kata
Selamat membaca "Apa keluarganya memperlakukanmu dengan baik?" tanya Anny sembari menonton tv saat Selena duduk di sebelahnya setelah berganti pakaian. "Mereka sangat baik, Nek," sahut Selena tersenyum simpul ketika mengingat kembali perlakuan hangat kedua orang tua Raymond. "Baguslah, Nenek sempat merasa khawatir mereka tidak akan menerimamu dan memperlakukanmu dengan buruk karena perbedaan status keluarga kita yang jauh. Tapi melihat raut wajahmu yang terlihat senang, sepertinya sikap mereka kepadamu memang baik." "Mereka tidak seperti keluarga bangsawan lainnya yang haus akan status dan kedudukan tinggi, Nek. Mereka tidak membeda-bedakan orang lain," ungkap Selena. Anny hanya manggut-manggut. Namun, sedetik kemudian wajahnya berubah cemberut. "Ternyata selama ini kau diam-diam memiliki seorang kekasih," cetusnya dengan nada ketus karena Selena tidak pernah menceritakan tentang Raymond kepadanya sejak awal. Selena memasang wajah jengah. "Selena sudah menjelaskannya kepada Nenek belum lama ini." "Ya, ya, ya, tapi kau seharusnya mengatakannya sejak awal. Agar Nenek juga tidak terlalu terkejut saat mengetahui ada seorang pria yang tiba-tiba mengajakmu menikah. Padahal kau sendiri tidak pernah dekat dengan siapa pun." "Itu karena kami memang tidak ingin hubungan kami diketahui oleh siapa pun, Nek. Karena kami takut hubungan kami tidak akan bertahan lama jika banyak orang mengetahuinya," jelas Selena. "Benar juga, itu juga alasan kenapa banyak pasangan yang hubungannya tidak bertahan lama ketika mereka sering mengumbar dan memamerkannya ke sosial media. Dan sebaliknya, hubunganmu dan Raymond yang tak tercium publik justru yang sering bertahan lama." Selena hanya mengiyakan pendapat Anny yang berspekulasi sendiri jika dia dan Raymond sudah menjalin hubungan cukup lama. Karena dia sendiri juga tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya kepada Anny. Entah apa yang akan Anny pikirkan jika mengetahui cucunya menjalani pernikahan kontrak. "Lain kali, ajak Raymond untuk datang ke rumah dan ikut makan malam bersama kita." "Emm ... aku akan membicarakannya dengan Raymond dulu, Nek. Karena dia sangat sibuk dan jarang memiliki waktu luang." "Tidak masalah, lagipula kita masih memiliki banyak waktu untuk menunggu Raymond datang," pungkas Anny ringan. "Syukurlah kau mendapatkan pria yang mapan, jadi untuk kedepannya kau tidak perlu bekerja keras lagi," sambungnya tersenyum lebar. "Meskipun nanti aku sudah menikah, tapi aku akan tetap bekerja, Nek. Karena aku tidak terbiasa hanya berdiam diri dan menganggur," ungkap Selena. "Kau juga harus sesekali bersantai dan bersenang-senang. Selama ini kau sudah cukup membuang waktu hanya untuk bekerja, nikmati hidupmu selagi masih bisa." "Selena akan memikirkan itu, Nek," sahut Selena ringan, memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan itu. ***** "Apa kau benar-benar sudah sehat kembali? Kenapa kau hanya mengambil cuti satu hari? Sepertinya satu hari tidak cukup untuk memulihkan tubuhmu," tanya Katy menghampiri Selena yang sudah berada di meja kerja. "Sudah lebih baik," jawab Selena ringan. "Aku terkejut saat kemarin mengetahui kau tidak masuk kerja karena sakit. Ternyata wonder women bisa sakit juga," ledek Katty terkekeh. Selena memutar bola mata malas. "Aku juga manusia, Kat." "Tapi kau selama bekerja di sini baru sekali ini mengambil cuti karena sakit, jadi aku khawatir saat mengetahui itu. Aku pikir kau sakit parah karena terlalu bekerja sangat keras dan sering lembur. Tapi melihat keadaanmu hari ini, sepertinya percuma saja aku mengkhawatirkan wanita baja sepertimu." Suara tawa Selena seketika menggelegar. Padahal sebenarnya ia tidak sakit. Ia mengambil cuti karena hari itu akan bertemu dengan kedua orang tua Raymond. Meskipun pertemuannya pada malam hari, tapi Raymond memintanya untuk mengambil cuti sekalian. Karena siang harinya Raymond berencana mengajaknya membeli pakaian yang akan digunakan untuk makan malam bersama dengan kedua orang tuanya. Jadi akhirnya, ia dan Raymond mengambil cuti bersama. "Kebetulan sekali, kemarin pak Direktur juga tidak masuk kerja. Jangan-jangan kalian sudah ada janji," tebak Katy bergurau. "Mungkin," sahut Selena tersenyum manis. "Wow-wow, apa ini? Tidak biasanya kau tersenyum selebar itu. Sepertinya kepalamu terbentur sesuatu, karena setelah sakit kau justru terlihat berbeda dari biasanya." Katy memicingkan kedua mata curiga. "Apa maksud tatapan mata itu? Aku merasa seperti sedang dikuliti." "Sepertinya ada kabar bahagia, karena hari ini wajahmu terlihat cerah." "Aku memang seperti ini," sahut Selena ringan. "Tidak, kau biasanya terlihat suram seperti manusia tak bernyawa. Sama sekali tidak ada aura menyenangkan yang terlihat dari wajahmu," ungkap Katy enteng tanpa dosa. "Itu tidak benar, aku selalu tersenyum setiap hari," sanggah Selena. Katy mendesah kesal. "Huh! Kau pintar menghindar," cetusnya sebal. "Sudahlah, aku ingin kembali ke mejaku saja. Berbicara denganmu hanya akan membuat darahku naik." "Ya, ya, ya, pergilah," ujar Selena acuh sembari mengibaskan tangan. Tidak lama setelah Katy kembali ke meja kerjanya, sebuah pesan masuk ke ponsel Selena. Selena melirik nama seseorang yang tertera di layar ponsel. Lalu dia segera mengambil ponsel di atas meja dan dengan cepat membukanya. Senior : Bisa datang ke ruanganku sekarang? Selena menaikkan alis sebelah karena tidak mengerti kenapa Raymond tiba-tiba memanggilnya. Namun sedetik kemudian, dia membalas pesan dari Raymond bahwa dia bisa datang. Setibanya di sana, Selena mengetuk pintu terlebih dulu sebelum akhirnya masuk ke dalam setelah Raymond menyahut menyuruhnya masuk. "Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Selena sopan. Meskipun Raymond meminta Selena untuk berbicara dengan santai saat hanya berdua, tetapi Selena memilih untuk tetap berbicara formal kepada Raymond ketika berada di perusahaan. Karena dia menghormati Raymond sebagai atasannya di tempatnya bekerja. Raymond menatap Selena tidak suka. "Jangan berbicara formal denganku saat hanya ada kita berdua," tukasnya dingin. "Tapi kita masih berada di perusahaan," sahut Selena ringan. "Aku tidak peduli. Sekarang hanya ada kita berdua di sini, jadi jangan kaku seperti itu," desis Raymond sarkas. Selena mengangguk mengerti. "Baiklah, akan aku ingat," ujarnya kembali dengan bahasa yang lebih santai. "Duduklah di sana," titah Raymond menurunkan nada suaranya menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Selena menuruti perintah Raymond duduk di sofa tanpa bertanya kembali. Sepuluh menit berlalu, tetapi Raymond masih belum juga mengatakan apa pun. Dia justru tetap duduk di kursi dan sibuk dengan layar komputernya. "Berapa lama lagi aku harus tetap berada di sini?" tanya Selena berusaha bersikap tenang. Meskipun sebenarnya ia tengah menahan kesal karena menunggu Raymond yang tak kunjung mengatakan apa tujuan dia sebenarnya memanggilnya datang ke ruangan kerjanya. "Ah, kau masih di sini rupanya," pungkas Raymond mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke arah Selena. "Senior yang memintaku untuk duduk di sini," balas Selena dengan raut wajah datar. "Aku lupa," sahut Raymond acuh. "Sekarang kau boleh pergi, tidak ada yang ingin aku bicarakan." Raymond kembali fokus dengan pekerjaannya seakan tidak terjadi apa-apa setelah membuat orang lain meninggalkan pekerjaannya hanya untuk berdiam diri. Selena menatap Raymond tidak suka. "Kenapa? Ada masalah?" tukas Raymond dengan raut wajah yang menyebalkan. Selena menghela napas pelan, lalu beranjak dari sofa. "Tidak ada." "Terima kasih, karena Direktur telah membuang waktu berharga saya. Kalau begitu, saya permisi," pungkas Selena tajam sengaja menekankan setiap kata yang ia ucapkan agar Raymond merasa tersindir. "Ternyata dia pendendam," gumam Raymond tersenyum kecil. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN