Bab 1

2098 Kata
Rhea berjalan dengan kaki jenjang yang dibalut sepatu hak tinggi berwarna merah menyala. Sepatu indah yang semakin mempertegas pesonanya. Semua mata mulai menatap ke arah tubuhnya. Baiklah, Rhea sudah terbiasa mendapatkan perhatian ini. tatapan yang seakan haus akan sentuhan tangannya. Dengan gaun seksi berpotongan rendah, Rhea menundukkan dirinya. Duduk tepat di pangkuan seorang pria yang sudah lama dia incar. Menempatkan tubuhnya sedekat mungkin dengan pria itu. Bahkan menempelkan seluruh dirinya seakan memang dia menyerahkan apapun yang dia miliki. Menggerakkan pinggulnya pelan seperti sedang menggoda pria itu. Seorang pria yang tidak akan Rhea sebutkan namanya. Bukankah menaklukkan pria memang terlalu mudah? Bagaimana mungkin masih ada yang membanggakan kekuatan mereka ketika hanya dengan sekali senyuman, Rhea bisa mendapatkan apa yang dia mau. Bibir yang dipoles dengan lipstik merah terlihat semakin menggoda ketika sedang tersenyum. Rhea mendaratkan sebuah kecupan singkat ke arah rahang pria itu. Mengirimkan getaran menggoda yang tentu saja tidak akan bisa ditolak dengan mudah. Selanjutnya dengan jelas Rhea merasakan ada tangan yang menyusuri pahanya. Terus naik dan bergerak dengan pelan. Mengusapnya naik turun. Lina mengatakan jika pria ini akan sulit dia dapatkan. Itu pendapat yang salah.. Rhea hanya butuh dua minggu hingga pria ini terus melemparkan tatapan haus kepadanya. Lalu satu bulan untuk membuat semuanya semakin lancar. Membuat semuanya bisa dia kendalikan hanya lewat senyuman dan gerakan tangannya. Oh, seorang pria memang sangat mudah ditaklukkan karena mereka terlalu bodoh. Mereka hanya memikirkan kepuasan duniawi. Tidak masalah, bukankah karena hal itulah Rhea berada di tempat ini? Memuaskan segala kehausan. “Kamu datang terlambat, sayang” Bisikan itu terdengar jelas di telinga Rhea. Membuat dirinya meremang sejenak. Bagaimanapun juga dia tetap seorang jalang. Tidak ada yang bisa menutupi fakta itu. Tubuhnya juga bergetar seakan menginginkan sentuhan lebih. “Aku mungkin terlalu lama memilih gaun malam ini” Jawab Rhea. Tangannya yang dihiasi dengan cat kuku berwarna merah mendarat tepat di d**a bidang pria itu. Membuat gerakan pelan untuk mengusapnya naik turun. Membelai dengan tepat seakan dia memang sudah mengerti setiap hal yang harus dia lakukan. Menyentuh setiap titik sensitif. Rhea tahu.. seorang pria tidak pernah bisa menahan ini semua. Mereka manusia dengan berjuta kelemahan tapi terus menunjukkan kekuatan di depan yang lain. “Padahal kamu tahu, kamu tidak membutuhkan itu malam ini” Sedikit mengerang ketika rasa geli menguasai dirinya. Tangan besar yang kasar itu mendarat tepat di punggungnya yang terbuka. Mengusapnya dengan pelan. Rhea sadar jika bukan hanya pria itu yang terbakar, dirinya yang menyulut api juga bisa ikut terseret jika tidak hati-hati. Rhea kembali tersenyum. Menjatuhkan kecupannya di pipi pria itu. Musik semakin mengalun keras. Biasanya dia bisa menari di atas lantai dansa, tapi mungkin tidak malam ini. Ada misi penting yang harus segera dituntaskan. “Bagaimana jika kita langsung ke ruanganku saja?” Tanya Rhea sambil kembali memberikan kecupan di rahang pria itu. Tentu saja tidak akan ada laki-laki yang menolak sulutan api Rhea. Dengan cepat pria itu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. *** Rhea tersenyum manis ketika di hadapannya ada seorang pria yang sedang terikat. Duduk di atas kursi yang terus berguncang sejak beberapa menit lalu. Pria ini, dia berusaha melepaskan diri dari ikatan itu? Oh, tentu tidak akan Rhea biarkan begitu saja. “Jalang sialan! Apa yang kamu mau?” Dengan bibir yang masih terpoles lipstik yang indah, Rhea tersenyum lagi. Sudah hampir tengah malam, tapi sepertinya waktu akan berhenti saat ini. Berhenti sejenak untuk menertawakan apa yang akan terjadi pada pria malang ini. Tangan Rhea memegang segelas anggur ketika dia berjalan pelan mendekati pria itu. Menatapnya dengan mata menggoda. Tersenyum mengejek seakan menertawakan pria lemah yang berada di dalam kuasanya. “Aku ingin semua ini menjadi milikku..” Kata Rhea sambil menunjuk sebuah map berisi dokumen penting. Dokumen yang selalu Rhea tunggu selama satu bulan ini. Pria bodoh ini.. tadi sebelum Rhea membuat kesadarannya menghilang, dia telah menandatangani sebuah dokumen penting berisi pemindahan kekuasaan atas rumah dan juga beberapa restoran miliknya yang sedang berkembang di beberapa kota di Indonesia. Orang kaya yang sedang berusaha mencari kesenangan dunia, sayang sekali dia malah bertemu dengan Rhea. Tidak akan ada yang bisa lepas dari genggaman Rhea. Ah, Rhea tidak mengira jika akan semudah ini. Menipu seorang pria adalah perbuatan yang paling mudah. Mereka terlalu bodoh untuk mau mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Hanya dalam satu bulan, pria bodoh itu rela memberikan segalanya hanya untuk Rhea. Hanya untuk sebuah tubuh sempurna yang dia kira akan terus menghangatkan ranjangnya. Huh, apa pria ini tidak pernah memikirkan bagaimana tubuh sempurna itu bisa berubah menjadi monster pada saat tertentu? “Kamu menipuku! Jalang sialan!” Rhea meletakkan gelas anggurnya dengan pelan. Berjalan anggun ke arah salah satu nakas di dekat lemari. Mengambil beberapa barang penting yang sudah lama dia siapkan. Benda mana yang akan dia pakai malam ini? “Aku memang jalang. Tapi kamu.. kamu telah tertipu dengan jalang ini” Suara selembut malaikat itu berubah menjadi menyeramkan ketika tubuhnya berbalik menatap pria itu seakan dia menemukan sepiring makanan di padang gurun. Tidak, pria itu tidak akan selamat malam ini. Sudah cukup banyak dosa yang dia buat selama hidup, Rhea akan menghentikan pria itu untuk terus mencemari dirinya dengan dosa. Dosa yang menjijikkan. Ah, Rhea sudah lama tidak merasakan ada darah yang mengalir di sela jarinya. Malam ini.. malam ini dia akan mengobati rasa rindu itu. Aroma darah akan membuat dia mabuk sepanjang malam. Sebuah pisau yang dia pegang dengan erat menggores salah satu lengan pria itu. Membuat sayatan panjang. Melukainya dengan pelan karena Rhea memang suka melakukan segalanya dengan pelan. Rhea tidak menghentikan goresan itu, dia membiarkan ketika bukan hanya melukai kulit, Rhea tanpa sadar juga telah membelah daging pria itu. Oh, pasti dia terlalu menekan pisau ini. Daging tangan pria itu terlihat dengan sangat jelas sekarang. Luka yang mengalirkan darah dengan cepat. Membuat tetesannya berjatuhan mengenai lantai kamar. Oh sial, darah itu mengotori lantai hotel. Artinya Rhea harus membersihkannya dulu sebelum dia keluar. Ya ampun, mungkin dia bisa meminta beberapa pegawai Lina untuk datang dan membantunya nanti. “Apa yang kamu lakukan? Kamu gila!” Lagi.. Rhea kembali membuat sayatan di wajahnya. Membentuk tanda silang besar yang langsung membuat darah menetes dengan cepat. Kali ini hanya sayatan tipis. Tapi rasa sakitnya pasti tidak akan berbeda terlalu jauh. Rhea hanya memberi sedikit jarak antara luka goresan itu dengan sudut mata. Andai saja Rhea menggores sedikit melenceng, mata pria itu pasti akan ikut terluka. Sepertinya tidak masalah jika Rhea melukai mata itu. Laki-laki ini harus tahu berapa harga mahal yang harus dia bayar untuk setiap malam dalam satu bulan ini. Untuk setiap sentuhan menjijikkan ketika tangannya menjamah tubuh Rhea. Atau untuk setiap kecupan yang membuat Rhea harus menahan muntahannya. Mereka berdua memang pendosa yang menjijikkan. Rhea sadar jika dirinya juga adalah bentuk nyata dari sebuah dosa. “Lepaskan aku jalang bodoh!” Suara jeritan itu memang memekakkan telinga. Tapi sayangnya, semakin dia menjerit, Rhea akan semakin senang. Semua pria memang harus menjerit di bawah kekuasaannya. Tidak akan ada lagi yang bisa merendahkan kekuatan wanita jika seperti ini. “Katakan itu ketika nanti kamu menghadap malaikat kematian. Katakan juga jika dia mendapat salam dariku” Setelah itu dengan cepat Rhea kembali membuat banyak sayatan. Membuat banyak luka tanpa memikirkan jeritan ketakutan yang terus terdengar semakin pilu. Rhea menggores telinga pria itu, memotong pipi dan dagu pria itu. Lalu yang terakhir membuat sayatan panjang di d**a pria itu. Tidak akan ada yang bisa menghentikannya sekarang, Rhea tidak akan berhenti sekalipun Tuhan sendiri yang datang ke tempat ini. Lagi pula, mana mungkin Tuhan mau ikut campur dalam urusan kotor seperti ini? Mana mungkin Tuhan mau bertemu dengan pendosa menjijikkan seperti dirinya? Baik dirinya maupun pria bodoh itu, mereka berdua sama-sama manusia yang penuh dosa. Tidak akan ada yang menghentikan apa yang dia lakukan. Tangan brutalnya berhenti membuat sayatan acak, Rhea menatap pria itu sejenak. Melihat bagaimana tubuhnya jadi penuh dengan luka. Tidak.. mata itu, mata itu sudah melihat tubuhnya sejak satu bulan yang lalu. Rhea tidak akan membiarkan mata itu lepas darinya. Dengan tangan yang masih memegang pisau, Rhea mengarahkannya ke bola mata pria itu. Menusuknya dengan pelan ke arah mata kanan. Memutarkan pisaunya yang sekarang jadi penuh dengan darah. Membuat mata itu hancur.. Jeritan pria itu malah membuat Rhea semakin bersemangat. Entah bagaimana dia malah tersenyum puas karena melihat mata itu hancur. Sekarang, pria itu tidak akan lagi melihat apa yang akan terjadi padanya. Huh, hidup memang terlalu berat. Jika tidak membunuh maka kita yang akan dibunuh. Rhea hanya ingin mempertahankan hidupnya dengan terus melakukan ini semua. Tidak akan ada yang bisa menghentikan seorang pendosa, bukan? Baiklah, dia tidak ingin memikirkan yang lainnya dulu. Sesuatu yang ada di depannya patut untuk mendapat perhatian lebih. Tangan Rhea bergerak untuk menariknya dengan perlahan. Tapi bukan untuk melepaskan pria itu, Rhea kini ganti menancapkan pisau tepat ke arah mata kiri. Membuat gerakan memutar seolah semakin menertawakan apa yang terjadi. Dengan matanya sendiri Rhea melihat bagaimana kekacauan yang dia buat. Tetesan darah yang tidak berhenti m*****i lantai hotel adalah saksi bagaimana Rhea menghancurkan pria itu. Rhea tertawa pelan melihat bagaimana reaksi pria ini. Dia terus menangis ketakutan. Huh, ada yang tahu bagaimana rasanya ketika mata tertusuk pisau? Yang terjadi bukan hanya tertusuk, mata pria itu meletus. Mengeluarkan cairan menjijikkan yang mengalir dan bercampur dengan darah. Rhea berdiri sejenak, menjauhkan dirinya untuk mengambil gelas anggur miliknya. Masih ada sedikit anggur.. jika dihabiskan mungkin tidak akan membuat dia mabuk. Tidak, Rhea tidak boleh mabuk. Tidak akan ada yang menjamin dia akan pulang dengan selamat jika dia sampai mabuk. Lagi pula, mabuk anggur tidak lebih baik dari mabuk darah. Dengan gerakan cepat Rhea menghantamkan gelas anggur yang ada di tangannya ke kepala pria itu. Membuat beberapa pecahan kaca berserakan di lantai. Beberapa juga ada yang menancap ke kulit pria itu. Oh sungguh, Rhea tidak tahu jika hanya dengan gelas kecil dia bisa membuat luka yang cukup mengerikan. “Bagaimana bisa ada yang menciptakan seorang pria bodoh seperti dirimu?” Rhea berguman pelan. Melihat bagaimana kekacauan yang ada di tempat ini. Oh, tidak ada bedanya dengan yang sering dia lakukan di berbagai tempat lainnya. Lelaki kaya terikat dan tertunduk tidak berdaya di hadapan seorang perempuan yang selalu disebut sebagai jalang. Ya benar, jalang inilah yang membuat mereka tidak berdaya. Kekuatan apapun yang selama ini mereka banggakan akan kalah jika dihadapkan dengan apa yang bisa dilakukan oleh seorang jalang rendahan. Dengan senyum yang masih tersungging di bibir, Rhea menarik pisaunya pelan-pelan. Dia tahu, sesuatu yang dilakukan secara perlahan akan terasa semakin menyakitkan. “Mulutmu terlalu sering merendahkan diriku. Bahkan mungkin merendahkan semua wanita yang pernah tidur bersamamu.. bagaimana kalau aku memberikan hukuman?” Rhea menggoreskan pisau tajamnya tepat ke arah bibir pria itu. Memotongnya dengan gerakan perlahan. Membuat daging yang ada di bibirnya terjatuh begitu saja. Rhea menatap darah yang mengalir dengan cepat. Bahkan darah itu sampai mengenai tangan dan ujung gaun Rhea. Andai saja Rhea bisa mandi dengan darah ini. Apa mandi menggunakan darah manusia bisa membuat dosanya diampuni? Tidak, dosa yang Rhea lakukan tidak akan pernah bisa diampuni. Tapi itu bukan masalah yang besar, Rhea tidak membutuhkan pengampunan atas dosanya. Dengan matanya yang tajam, Rhea menatap goresan yang awalnya kecil kini semakin tidak beraturan karena dengan kekuatan yang dia miliki, Rhea menekan pisau itu untuk masuk ke dalam mulut. Bukan hanya memotong bibirnya, Rhea bahkan menancapkan pisaunya hingga mengenai lidah pria itu. Bibir dan lidah yang terus mencumbunya selama satu bulan ini. Sekarang lihatlah betapa hancurnya bibir pria ini.. Tidak, tidak akan ada yang bisa menghentikannya malam ini. Rhea selalu suka ketika melihat seorang pria duduk lemah di hadapannya. Rhea akan melakukan semuanya dengan pelan agar rasa sakit itu semakin lama terasa. Rhea kembali berjalan pelan menuju nakas. Tidak, penderitaan pria ini belum selesai. Rhea tidak ingin mengakhirinya dengan mudah. Dengan langkah pelan Rhea kembali mendekati pria yang kesadarannya sudah berada di ambang batas. Deru napasnya terdengar tidak beraturan lagi. Hanya suara rintihan kesakitan yang masih terdengar nyata di ruangan ini. Rhea meraih tangan pria itu, menatap daging dan kulitnya yang terbuka akibat gerakan pisaunya tadi. Tangan ini.. tidak akan Rhea biarkan tetap utuh setelah apa yang dia lakukan pada tubuh Rhea. “Bagaimana rasanya menyentuh tubuhku?” Rhea bertanya dengan suara menggoda seakan mereka tidak sedang berada di situasi yang menegangkan. Tangan itu dibawa ke pangkuannya, berada di atas pahanya sehingga setiap tetesan darah kini juga membasahi dirinya. Lalu, dengan gerakan yang sangat pelan Rhea menggunting satu demi satu jari pria itu. Membuat gerakan asal sehingga beberapa kali gunting besar yang sudah dia siapkan tidak sengaja menggores bagian tangan yang lain. Menggunting jari adalah bagian yang paling Rhea sukai. Akan ada sesuatu yang berbunyi seperti patah tulang saat jari itu terputus. Satu demi satu jari tangan berjatuhan, membuat kekacauan di ruangan ini tampak semakin sempurna. Beberapa menit setelah jarinya terpotong, pria itu memang tampak seperti kehilangan kesadaran. Tidak, Rhea tidak ingin membuat pria itu tidak sadar. Dia harus merasakan rasa sakit ketika pisau menancap di lehernya. Baiklah, Rhea tidak ingin membuang waktu lagi. Untuk yang satu ini, Rhea tidak akan melakukan dengan pelan. Hari sudah semakin malam, bukankah ini sudah saatnya untuk kembali pulang? Tangannya terayun. Dengan mantap Rhea menancapkan pisau miliknya tepat ke leher pria itu. Melihat bagaimana napasnya mulai tercekat dan detak jantungnya yang semakin melemah. Baiklah.. misi ini sudah selesai.. saatnya kembali pulang dan menanti tugas selanjutnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN