9. Tuan Levinson

1178 Kata
Pagi ini pria dengan setelan jas formal dipadukan kacamata hitam mengayun langkah menyusuri koridor kantor. Sesekali dirinya melempar senyum tatkala beberapa karyawan menyapanya dengan riang. Hari ini Damian akan bertemu dengan Tuan Levinson, salah satu orang yang menawarkan modal untuk perusahaannya. Meski hanya sebagai investor, Tuan Levinson itu sangat berbahaya. Dia bisa mengancam perusahaannya jika Damian tidak berhati-hati. Sebab, sudah bukan kali ini saja Tuan Levinson memainkan isi dari perjanjian kerja sama. Sudah ada lebih dari tiga perusahaan yang mengalami kerugian karena perjanjian yang ambigu itu. Dan karena itulah Damian meminta Andrew untuk mendatangkan Tuan Levinson hari ini juga. Dia perlu membicarakan rencana kerja sama mereka. Tentu saja dengan banyak sekali kesiapan. Mulai dari CCTV yang harus stay selama mereka bertemu, hingga rekaman suara yang dipasang di beberapa bagian ruangan. Damian harap dengan begitu dia bisa menuntut Tuan Levinson kapan saja jika dia mulai bermain-main. Lagi pula, Damian bukan tipikal orang yang manut-manut saja saat harus dibodohi. Dia akan terus melawan begitu merasa jika dirinya benar. "Bagaimana, sudah kau pasang yang aku inginkan kemarin?" tanya Damian begitu dia bertemu dengan Andrew di ruangan kerjanya. Andrew mengangguk mantap. "Semua sesuai rencana. Kau bisa memeriksanya di ruang rapat." Damian menghela. "Tidak perlu. Aku percaya kepadamu. Kalau begitu suruh Tuan Levinson segera datang ke sini. Aku tidak bisa berlama-lama di kantor. Hari ini Alexis harus pergi ke lokasi pemotretan, dan aku harus menemaninya," ujar pria itu. Dan sebagai karyawan yang baik, sekali lagi Andrew menurut. Pria itu cepat-cepat menghubungi asisten Tuan Levinson untuk meminta mereka segera datang. Setelahnya, kedua orang itu memutuskan pergi ke ruang rapat yang telah dipersiapkan. Mungkin hari ini akan terasa melelahkan. Berdebat dengan Tuan Levinson, pria yang terkenal sangat alot itu. Oh astaga, kapan dia mempunyai waktu untuk benar-benar bersantai? Damian pikir setelah dia memperkerjakan banyak orang maka tugasnya akan sedikit lebih ringan, nyatanya tidak. Sebagai pewaris tunggal, tentu saja dia harus turut andil dalam hal apa pun. Jika tidak, entahlah bagaimana dia harus menerima kemarahan dari keluarga besar sang kakek. Setelah hampir setengah jam menunggu, akhirnya Tuan Levinson lengkap dengan dua asisten pribadinya datang memasuki ruangan. Dengan senyuman hangat Damian bangkit dan mempersilahkan pria itu duduk. "Selamat datang, Tuan Levinson. Senang bertemu dengan anda," ucapnya. Pria itu tersenyum tipis, mengangguk. "Senang bertemu denganmu, Damian. Bagaimana, tumben sekali kau memintaku datang ke sini langsung. Apa kau mau menerima tawaran itu, hm?" Damian tertawa sebentar. "Wah wah, sepertinya Tuan Levinson ini sudah tidak sabaran ya. Baiklah, kalau begitu kita langsung ke pembahasannya saja." Pria itu melirik Andrew sebentar, meminta sang asisten untuk lekas menyalakan rekaman suara yang terpasang di bawah meja. Setelah dipastikan semua aman, baru lah Damian mau buka suara. "Sebelumnya saya membaca ada beberapa hal yang terasa mengganjal dalam perjanjian kontrak ini. Yang bertuliskan pihak kedua pertama bebas mengubah beberapa poin dalam masa kontrak berlangsung. Dan ya, sepertinya hal ini perlu diluruskan. Saya tidak ingin selama kerja sama berlangsung ada masalah dalam kontrak kerja sama kita. Saya ingin semua berjalan secara mutlak dan resmi." Tuan Levinson mengulas senyum. Beliau menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab kebingungan Damian. "Untuk hal itu bukankah sebuah hal yang wajar? Pihak pertama tentu saja berhak melakukan revisi pada setiap poin perjanjian yang dibuat? Dan sama halnya dengan itu, aku merasa perlu merevisi sedikit poin jika sewaktu-waktu terjadi masalah dalam kerja sama kita. Tapi tenang saja, poin itu hanya meliputi kerja sama proyek. Bukan termasuk jumlah keuntungan dan modal yang ditanam," tuturnya. Damian tersenyum miring. Kalimat inilah yang dia tunggu sejak tadi. Dia menunggu Tuan Levinson memberikan janji-janji manisnya. Lalu setelah pria ini ingkar, Damian bisa menuntut kapan saja. Toh, dirinya juga sudah memiliki beberapa rekaman video dan suara. Semua itu sudah cukup untuk dijadikan barang bukti. "Apa anda yakin hal itu tidak akan mempengaruhi pembagian laba, Tuan? Bukan karena apa, saya hanya khawatir adanya revisi justru keuntungan yang didapat malah berubah. Ini sama saja menyalahi aturan perusahaan. Dan saya tidak pernah ingin menerima risiko apa pun dalam kerja sama kali ini," ungkap Damian dengan suara sedikit tegas. Namun, sekali lagi Tuan Levinson tampak menanggapi dengan begitu santainya. Mungkin, pria ini juga sudah terbiasa melakukan hal yang sama. Tapi sayang sekali, dia salah berhadapan dengan orang. Damian bukan orang yang sembarangan bisa diperdaya. Dia mempunyai asisten yang cukup teliti dan tentu saja pikiran yang encer. Selama hidup, Damian tidak pernah ingin direpotkan oleh benalu seperti ini. Toh, tanpa mendapatkan investor pun dia tetap bisa menjalankan perusahaan milik keluarga dengan sangat baik. Hanya saja dengan menolak juga bukan cara yang tepat. Dia bisa mendapatkan pinalty karena hal itu. "Sepertinya kau sangat perhatian sekali dengan hal-hal kecil, Damian. Tidak salah mengapa keluarga Kenneth menunjukmu sebagai penerusnya. Tapi ya, seperti yang aku katakan. Semua ini tidak akan mengubah apa pun kecuali proyeknya. Kau tidak perlu sebegitunya mengkhawatirkan hal ini." Damian tersenyum simpul. "Lalu mengapa anda tidak mengubahnya sekarang saja, Tuan? Kita bisa sama-sama merevisi bagian yang dirasa tidak penting. Bukan kah itu jauh lebih baik daripada ke depannya anda kerepotan mengubah isi kontrak, hm?" Mendapatkan pertanyaan yang seperti itu, bisa Damian lihat perubahan wajah Tuan Levinson yang semula bahagia menjadi masam. Pria itu mendecih. "Kenapa terburu-buru sekali, Damian? Bukan kah kita masih bisa membicarakan hal lain selain merevisi beberapa poin itu? Lagi pula, aku rasa pekerjaanmu sebagai penerus baru sangatlah padat. Apa pewaris tunggal ini bisa meluangkan waktunya hanya untuk membaca satu per satu poin dalam kontrak, hm?" Damian tersenyum miring. Sudah dia duga, Tuan Levinson memang paling pintar memainkan kalimat. Dia bahkan sangat cerdas saya harus mencari-cari alasan. Mungkin karena itu jugalah banyak sekali orang-orang yang terperdaya. Tidak heran mengapa dia bisa kaya secepat itu. "Tentu saja saya punya waktu. Saya bisa duduk di sini juga karena mempunyai waktu yang cukup luang. Jadi, bagaimana seandainya kita bahas semua ini sekarang juga. Apa anda keberatan, Tuan?" tanyanya tersenyum semanis mungkin. "A-aku ..." Cklek! "Honey, aku mencarimu ke rumah, tapi ternyata kau malah—eh!" Ucapan Alexis terhenti begitu menyadari ada orang lain di dalam ruangan. Sementara Damian yang terkejut dengan kehadiran sang kekasih hanya bisa mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Dia melirik Andrew sebentar. "Tolong urus dia sebentar," bisiknya pada Andrew. "T-tapi aku ..." "Urus kubilang, Andrew. Aku harus menyelesaikan masalah ini lebih dulu," seru Damian masih dengan nada berbisiknya. Lantas tanpa menunggu lama Andrew bangkit, pria itu berjalan ke arah Alexis dan meraih lengannya. "Alexis, Tuan Damian harus membahas hal penting dengan Tuan Levinson. Sebaiknya kau ikut aku ke luar," ucapnya pelan. Namun, secepat kilat Alexis menepis tangan Andrew. Dia menggeleng pelan. "Tidak mau. Aku sudah ada janji untuk pergi bersama Damian, bagaimana bisa harus menunggu?" Tuan Levinson yang mendengar hal itu sontak mengulas senyum. Beliau bangkit seraya membetulkan jas mahalnya dengan wajah angkuh. "Damian, kurasa kau tidak sedang senggang hari ini. Kalau begitu aku pamit dulu, kita bisa bicarakan hal ini lain waktu," ucapnya tersenyum manis. Pria itu menjabat tangan Damian dengan paksa, lalu melenggang melewati Andrew dan Alexis begitu saja. "Tuan, tapi— argh!" Dia mengacak-acak rambutnya sendiri. S i a l, semua ini karena Alexis yang datang tidak tepat waktu. "Honey, aku ..." "Diam, Alexis!" bentaknya seketika membuat gadis itu menciut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN