Bab 5

1649 Kata
Yey!! Akhirnya nanti malam bisa nonton bareng sama Galang. Seneng banget! Eh, omong-omong ini tiket buat yang jam berapa, ya? Dan setelah kulihat jam yang tertera di tiket tersebut, ternyata ini buat jam setengah 7. Berarti masih satu jam setengah lagi. Kudu cepetan pulang nih. Kira-kira Galang masih di mal apa udah pulang, ya? Semoga gak ketemu deh di sini. Namun ketika aku hendak menaiki escalator aku melihat sosok Galang sedang bersama seseorang yang asing. Dan parahnya lagi seseorang itu adalah cewek cantik bertubuh seksi. Siapa dia? Ngapain Galang di sini sama cewek yang aku tak kenal? Sekarang mereka sedang berjalan menuju salah satu food court di mal ini. Pulang atau ikutin ya? Ah, kenapa mereka terlihat mesra begitu sih! Pegangan tangan pula! Dengan hati yang panas membara aku membuntuti mereka secara diam-diam. Awas aja kalau dia selingkuhannya. Beneran mati di tempat kamu Galang! Bagaimana bisa sih, di hari jadian kami, dia bisa enak-enakkan sama cewek lain sedangkan aku dari tadi muter-muter ke sana kemari nyari tiket dan parahnya lagi sekarang aku malah jadi cewek sinting yang lagi nonton cowoknya sedang bermesraan dengan cewek lain. Apa yang mereka lakukan sih? Kalau teman harusnya tangannya Gala nggak sampai megang-megang pipinya cewek menor itu kan! Gak ..., gak bisa! Aku gak bisa hanya jadi penonton di sini. Harusnya aku nyamperin mereka sambil menyiram mereka pake bensin lalu kubakar! Dan sekarang kulihat cewek menor tersebut sedang mencium pipi Galang mesra! Dan Galang pun tersenyum sambil mencium kening itu cewek menor cantik yang seksi. Stop! Ini kelewatan! Dengan amarah yang meledak-ledak aku memberanikan diri buat nyamperin mereka sambil asal comot minuman sisa yang masih terlihat utuh di meja sampingku. Dan akhirnya aku menyiram mereka berdua dengan minuman tersebut. Bagus sekali ternyata itu minumannya berwarna hitam. Sekarang Galang dan cewek menor tersebut terlihat kaget dengan datangnya air yang tiba-tiba membasahi tubuh mereka. “Apa-apaan ini!” teriak Galang marah. “Oh, Beib,” lanjutnya lagi ketika menyadari bahwa akulah yang tadi menyiramnya. “I’m not your Beib!” kataku marah padanya. Masih berani manggil beib! Dasar cowok kurang ajar! “Heh! Cewek gila lo ngebuat baju gue basah!!” teriak cewek selingkuhan Galang kepadaku. “Diem lo cewek menor!” ucapku marah. Cewek itu menatapku tak percaya. Tapi aku sungguh nggak peduli. Pandanganku beralih kepada Galang yang terlihat serba salah. “Dan loe, makasih banget ini adalah kado terkeren yang lo kasih ke gue selama setahun kita pacaran! Dan ini kado buat lo!” kataku pada Galang sambil nunjukin kedua jari tengahku. “BYE!!” teriakku padanya. Aku berjalan pergi meninggalkan mereka berdua. Aku tak mempedulikan berpasang-pasang mata yang sedang menjadikan kami tontonan. Aku tak ada waktu mengurusi orang-orang itu. Karena aku sendiri sedang sakit hati. “Sayang, dengerin penjelasanku dulu, aku ma—” Galang mencoba meraih tanganku dan menjelaskan apa yang terjadi tapi siapa peduli? “Kita putus!” kataku menghentakkan tangannya dari tanganku. “Gue nggak mau lihat lo lagi. Gue jijik.” Lalu aku berbalik dan kembali berjalan meninggalkannya. Aku mendengar Galang memanggil namaku, sepertinya dia sedang berlari mengejarku. Dan dibelakangnya pun ada cewek yang memanggil Galang dan sepertinya mencoba menghentikannya. Aku hanya terus berjalan tanpa mempedulikan apa pun. Aku hanya ingin menyingkir dari sini. Juga dari Galang. Setelah kuyakin Galang sudah tidak berada di belakangku, aku mulai berhenti dan bersandar pada tembok di salah satu sudut mal. Dan akhirnya pertahananku runtuh. Aku mulai membiarkan semua perasaan sedih dan kesal merasukiku. Lalu aku mengeluarkan semua perasaan menyesakkan itu lewat air mata.   Aku tidak pernah menyangka Galang bakal melakukan hal ini kepadaku. Aku selalu mengira bahwa Galang hanya cinta sama aku. Tapi nyatanya aku saja tidak cukup. Padahal, aku rela melakukan apa pun untuknya. Apa kurangku sehingga Galang berpaling dariku? Dia pun tahu seberapa besar rasa sukaku padanya, rasa sayangku ke dia. Harusnyakan hari ini jadi hari yang menyenangkan, hari yang romatis, hari jadian kami! Bukan hari bencana buat aku! Dengan susah payah aku mendapatkan tiketnya, tapi orang yang kuharepin bakalan nonton bareng sama aku malah selingkuh sama cewek menor cantik dan seksi gak jelas! Mungkin sebaiknya aku mengembalikan tiket ini ke mas Natan. Mungkin memang gak seharusnya aku mengembil tiket ini darinya. Aku harus mencarinya lagi. Aku menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan, mencoba untuk menenangkan diri sejenak. Setelah menghapus sisa-sisa air mata di pipi, aku langsung berjalan meninggalkan tempat ini untuk mencari Mas Natan. Aku mencoba kembali ke tempat di mana Mas Natan dan Mas Radit tadi berada. Aetelah sampai di sana aku melihat meja yang mereka tempati tadi kosong. Aku menghela napas kecewa. Ternyata mereka sudah pergi. “Hei, ngapain Dek balik lagi ke sini?” tanya seseorang dari arah berlakangku. Aku berbalik dan kutemui sosok Mas Natan sedang menatapku dengan raut wajah bingung. “Mas Natan,” panggilku dengan suara serak. Mendadak aku kembali merasa sedih teringat kejadian barusan. Air mataku bahkan sedang mengancam untuk turun. “Hei..., ada apa?” tanyanya sedikit panik. Aku menggelengkan kepala. Mencoba sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menangis. Aku tak ingin menangis dua kali di depan Mas Natan. Aku tak ingin terlihat lemah. “Ini, aku mau balikin tiketnya Mas Natan. Kayaknya aku gak butuh ini lagi,” kataku dengan senyum yang dipaksakan. Mas Natan mengernyitkan dahi, tampak bingung. “Kok nggak butuh? Emangnya kenapa?” Ketika pertanyaan itu terlontar, pertahananku mulai runtuh. Setetes demi setetes air mata jatuh di pipiku. Aku gak kuat nahan air mata ini lagi. Seketika aku menutup mukaku dengan kedua tanganku. “Eh, kok nangis? Apa ada apa, Dek?” tanya Mas Natan terdengar panik. Aku hanya bisa menangis tanpa menjawabi petanyaanya. Kemudian aku merasakan pelukan itu lagi. Pelukan hangat dari mas Natan. Betapa aku membutuhkan ini. Setelah agak tenang, mau gak mau aku harus melepaskan pelukan ini. Kemudian aku mendongakkan kepalaku untuk menatap wajahnya yang terlihat khawatir. Aku gak pernah menyangka kalau Mas Natan bisa khawatir juga sama aku. Wajah tampannya terlihat lebih ramah dan dan menenangkan hati. “Galang selingkuh,” kataku padanya. “Mau cerita?” tanyanya kalem sambil menyuruhku duduk. Aku menurutinya dan kemudian mulai bercerita mengenai apa yang terjadi anatar aku, Galang dan selingkuhannya. Sedikit banyak Mas Natan sangat membantu. Dia pendengar serta penghibur yang baik. Ada saat di mana dia memberi nasihat yang sangat masuk akal dan ada pula saat di mana dia bilang kalau apa yang aku lakukan tadi keren—menyiram mereka dengan minuman, ngomong kata-k********r di depan umum dan sebagainya, dia juga sempet menertawakanku karena gak percaya jika cewek kayak aku bisa ganas juga kalau marah. Sebenernya mendengar berbagai komentarnya membuatku ikutan tertawa dan sedikit melupakan sakit hatiku. “Ya udah deh Mas, aku pulang dulu. Terima kasih buat semuanya,” kataku tersenyum kecil kepadanya. Meskipun sebenarnya aku tak ingin berpisah dengan Mas Natan, tapi aku harus tahu diri. Mas Natan kan ada jadwal kencan dengan gebetannya. Aku tak ingin mengganggu acaranya. Sejak tadi aku sudah cukup menyusahkannya. “Serius mau pulang gak mau nonton?” Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum hambar. Mau nonton sama siapa? Kan aku udah putus sama Galang. Hari ini sudah tak spesial lagi, tak layak untuk dirayakan. “Aku temenin deh, biar gak sendirian,” katanya dengan nada membujuk. Aku hanya memandangnya bingung tak mengerti maksudnya. “Aku orangnya asik lho buat diajak nonton. Gak malu-maluin juga,” katanya lagi sambil tersenyum lebar. Mendengar ucapannya barusan membuatku tertawa. Aku tak menyangka mas Natan bisa melucu juga. “Ayok,” katanya seraya menarik tanganku dan menyeretku paksa ke bioskop. Bahkan dia membelikan popcorn dan soda untukku. Setelah itu dia menggandengku masuk ke dalam studio yang gelap gulita. Ternyata tempat kami berada di kursi paling atas dan paling pojok. “Cukup romantis bukan?” tanyanya padaku ketika kami baru duduk. “Modus banget sih, duduknya dipojokan,” balasku meledeknya. “Biarin,” sahutnya cuek. Aku tersenyum seraya menatap siluet wajahnya. Aku tak pernah menyangka jika akan menonton film romantis ini dengan Mas Natan, bukan Galang. Kalau dipikir-pikir, kami baru saja bertemu hari ini, baru kenal dalam hitungan jam. Tapi rasanya kami sudah berteman sangat lama. Tak ada rasa canggung apa pun. Dia juga orangnya lumayan, tidak buruk dalam penampilan maupun kelakuan. Lucunya lagi dia bahkan mengembalikan uang tiga ratus ribuku. Katanya Mas Natan dia hanya bercanda mengenai uang tersebut. Tadinya dia berniat mengembalikan uang tersebut ketika aku dan Galang nonton film ini. Dia penuh dengan kejutan. Oh ya, apa kabar gebetannya Mas Natan?  Harusnya kan dia yang duduk di sini. “Mas,” bisikku memanggilnya. “Hmm...?” “Gebetannya Mas Natan di mana? Harusnya dia yang ada di sini kan. Maaf ya,” kataku penuh penyesalan. “Dia juga gak bakalan datang kok,” katanya santai sambil memakan popcornnya. “Kenapa nggak dateng?” tanyaku bingung. “Karena bajunya kotor, abis disiram kopi sama orang.” Dapat kulihat Mas Natan sedang menatapku dan tersenyum lebar.             Aku menelengkan kepala, memandangnya bingung. Baju gebetannya Mas Natan kotor karena habis di siram sama orang?             Apa jangan-jangan? “Apa mungkin selingkuhannya Galang itu gebetannya mas Natan?” tanyaku mulai panik. Mas Natan hanya mengangguk dan tertawa kecil. “Aku lihatapa yang kamu lakuin tadi di food court. Sorry aku gak tau kalau Hana seganjen itu,” katanya dengan nada menyesal. “Mas Natan, sumpah aku gak tau kalau itu gebetannya mas Natan. Aku beneran gak sengaja nyiram dia pake kopi.” Mas Natan terkekeh pelan. “Kenapa minta maaf, sih? Kamu aneh. Apa pun yang terjadi kamu yang benar kok. Udah ah, diem dan tonton aja filmnya.” Jadi Galang itu selingkuh sama gebetannya Mas Natan. Kok bisa sih? Kebetulan yang gak banget, deh. “Mas Natan,” panggilku lagi berbisik. “Apa?” Kemudian aku mengulurkan tanganku ke arahnya. “Hai, namaku Kina.” Mas Natan menerima uluran tanganku sambil tertawa kecil. “Salam kenal Kina. Semoga setelah berkenalan begini kamu jadi gak nyebelin lagi ya.” “Enak aja nyebelin.” kataku sebel             Mas Natan terkekeh pelan. Bibirku pun melengkung membentuk senyuman.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN