Bab.15 Cerita dari nenek

1012 Kata
Selesai menurunkan semua barang-barang dari mobil dan membawakannya kedalam rumah, Om Hendra pamit untuk langsung pergi. Aku tidak melihatnya pergi. Setelah turun dari mobil aku langsung menyapa nenek dan masuk kedalam kamar, badan ini masih belum bisa untuk diajak beraktifitas terlalu lama. Aku sangat mudah merasa lelah walaupun melakukan aktifitas yang sangat ringan. Ibu menyusul masuk kedalam kamar, menyimpan barang-barang yang tadi dibawa. Dikepala ini rasanya banyak sekali pertanyaan yang ingin aku ajukan kepada ibu, tentunya semua mengenai rasa penasaranku tentang siapa laki-laki yang ibu kenalkan kepadaku sebagai om Hendra itu. Sejak kapan ibu bisa dekat dengannya? Sedangkan yang aku tau, selama ibu masih bersama ayah dulu– tidak ada teman ibu yang bernama Hendra. "Memang dimana ibu kenal dengan om Hendra?" Kuberanikan diri untuk bertanya pada ibu. "Oh, om Hendra itu teman SMA ibu dulu." Ibu yang sedang membereskan barang-barang pun mengalihkan pandangannya padaku. "Ibu sudah lama kembali berkomunikasi dengan teman-teman SMA ibu?" Tanyaku kembali. "Kan teteh tahu waktu itu ibu sempat mengikuti reuni SMA" jawab ibu. Aku menduga, nampaknya ibu dan om Hendra mulai bertemu dan berkomunikasi kembali, semenjak ibu mengikuti acara reuni SMA nya itu. Dimana saat itu ibu masih bersama ayah. Ah, aku tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan. Masih banyak yang harus aku tahu dan aku tanyakan pada ibu. "Saat dimobil tadi, aku tak sengaja mendengar. Besok ibu mempunyai rencana untuk pergi dengan om Hendra?" Tanyaku. "Iya, ibu besok pergi dulu ya sebentar. Ibu dan Hendra akan survei lokasi yang akan kita pakai untuk acara arisan reuni SMA." Jawab ibu sambil kembali membereskan barang. "Arisan? Memang itu acara rutin bu?" "Iya, semenjak acara Reuni pertama itu, sampai sekarang setiap bulannya kita mengadakan reuni." Jawab ibu. "Oohh." singkatku. "Besok teteh sama nenek dirumah. Selama disini, kalau ibu tidak dirumah – teteh dan nenek bisa saling jaga. Mang bagja mulai minggu ini tidak tidur disini. Dia pulang kerumahnya." Ucap ibu. "Ibu terlihat sangat dekat dengan laki-laki itu." Ucapku, tak mengiraukan ucapan ibu dan kembali ke topik pembicaraan semula. Ibu terdiam sejenak saat mendengar perkataanku. "Laki-laki itu mempunyai nama, namanya Hendra." Ucap ibu. Nampaknya ibu tiduk suka dengan caraku menyebut om Hendra dengan panggilan "laki-laki itu". "Ya, om Hendra! Ibu nampaknya sangat dekat dengan om Hendra. Ibu memiliki hubungan khusus dengan dia?". Ucapku "Ibu rasa, sepertinya teteh sudah cukup dewasa untuk dapat memahami dan membaca situasi yang terjadi antara ibu dan Om Hendra." Ucap ibu. Dari jawaban ibu, dapat aku simpulkan bahwa ibu memang memiliki hubungan yang lebih dari sekedar teman dengan laki-laki itu. Mendengar jawaban terakhir ibu, aku sama sekali sudah tidak berhasrat untuk bertanya lebih jauh. Aku hanya berharap dan berpikir positif, semoga saja hubungan antara ibu dan laki-laki itu tidak terjadi disaat ibu masih berstatus sebagai istri ayah. Jika ternyata dugaanku adalah benar, entah apakah aku masih bisa bersikap sama terhadap ibu nantinya. *** Sekitar pukul sembilan pagi, om hendra sudah datang untuk menjemput ibu. Tapi dia tidak turun dari mobil. "Teh, ibu jalan dulu yah! Untuk makan nanti siang, tadi ibu sudah masak. Semuanya sudah rapih." Ucap ibu. "Ibu pulang sampai sampai sore?" Tanyaku. "Tidak dapat ibu pastikan, ibu usahakan sebelum ashar ibu sudah sampai rumah." Jawabnya. "Ya sudah, ibu hati-hati." Ucapku. "Ya, assalamualaikum." "Waallaikumsalam." "Oya, satu lagi, nenek masih dikamar mandi. Nanti kalau nenek tanya, tolong sampaikan ibu sudah berangkat." Ucap ibu. "Ya, nanti teteh sampaikan" Sedikit berlari, ibupun berlalu. Nenek yang telah selesai dengan urusannya. keluar dari kamar mandi, jalan menuju ruang tengah. Aku membuat langkah dibelakangnya mengikuti. Tak pernah rasanya tubuh ini duduk atau berdiri terlalu lama, lantas kurebahkan tubuhku disofa panjang depan TV, sedangkan nenek dengan remote yang telah siap ditangan, duduk dikursi satu yang memang sudah menjadi wilayah nya. "Ibumu sudah berangkat?" Tanya nenek, tapi pandangan matanya tetap tak berpaling dari layar TV. "Sudah tadi, waktu nenek dikamar mandi." Jawabku. "Nek, nenek kenal dengan laki-laki yang pergi dengan ibu ini?" Tanyaku pada nenek. "Siapa? Si Hendra?" Ucap nenek ketus. "Kalau tidak salah si namanya itu." jawabku. "Seinget nenek, dia itu mantan pacar ibumu waktu sekolah dulu." Ucap nenek sembari mengingat-ingat. "Ibu sering nek pergi-pergi seperti sekarang ini?" Tanyaku. "Setau nenek si cukup sering, ibumu biasanya pergi kalau bukan karena ada urusan tanah. Yah, pergi sama si Hendra ini!" Jawab nenek. "Kalau ibu pergi, nenek sendiri dirumah?" Tanyaku. "Kemarin-kemarin kan disini ada mang bagja, cuma sekarang mamangmu itu sedang ada urusan dikampungnya Eha, bibimu." Jawab nenek. "Nenek tahu mulai sejak kapan ibu suka pergi-pergi dengan om Hendra?" tanyaku lagi penasaran. "Mau nenek katakan atau tidak pun, suatu saat kau pasti akan mengetahuinya. Jadi nenek akan katakan apa yang nenek tahu saja yah." Ucap nenek sambil memindahkan pandangannya dari TV kearahku. Aku mengangguk tanda setuju. "Nenek kurang tahu pasti kapan ibumu itu mulai dekat lagi dengan si Hendra, tapi yang pasti semenjak ibumu meninggalkan rumah ayahmu. Awal-awal dia pulang kerumah ini, si Hendra Hendra itu sudah sering mulai datang kesini." Ucap nenek. Ohook..ohook..sesekali aku terbatuk ditengah-tengah obrolan. "Saat ayah masih bolak-balik kesini untuk jemput ibu?" Tanyaku. "Ya, saat itu juga." Ucap nenek. "Sebenarnya nenek tidak ingin menceritakan ini padamu sampai kapanpun. Tapi bukan dari mulut nenek pun, cepat atau lambat kamu pasti akan tahu." Ucap nenek. menyadari aku hanya terdiam setelah mendengar semua perkataan yang keluar dari mulutnya, nenek pun berusaha memahamiku. "nenek sangat prihatin dengan ayahmu saat itu, tapi nenek tak bisa ikut campur terlalu banyak dalam urusan rumah tangga ibumu. Nenek sudah berusaha untuk menasehati, tapi nyatanya hati ibumu saat itu memang sudah sekeras batu. Tapi nenek ingin mengingatkanmu, sebagai anak janganlah Teteh membenci ibu yah! biarkan itu menjadi urusannya, tugas kita hanya mengingatkan." nenek menasehati. "iya nek, tapi kalau aku merasa ibu salah, aku bolehkan mengingatkannya?" tanyaku lirih. "ya, itu harus kita lakukan." seru nenek. Betapa terkejutnya aku mendengar semua yang baru saja nenek sampaikan. Jika saat ayah membujuk ibu untuk kembali dengannya, dan Om Hendra sudah sering datang kemari, mungkinkah? Apakah ini semua jawaban? dari pertanyaan besarku selama ini. Inikah alasan sesungguhnya yang membuat ibu sangat ingin berpisah dari ayah? Jika semua dugaan ini ternyata memang kenyataannya. Bagaimana aku haruw menghadapi ibu, haruskah aku memastikan perihal ini langsung padanya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN