Bab.13 Teman laki-laki ibu

1010 Kata
Sepulang kami dari rumah sakit. Aku lihat ayah sedang duduk dikursi, depan kamar kostku. "Assalamualaikum, ayah sudah lama sampai?" Tanyaku. "Waallaikumsalam, nggal terlalu lama juga kok. Tadinya sempat mau pergi lagi. Untung saja ayah menunggu sebentar. Sambil menunggu aku membuka kunci pintu kamar, ayah mengikuti langkahku dari belakang. Setelah masuk kedalam kamar ayah memilih duduk di depan TV. "Teteh, dari mana? Hari ini libur?" Tanya ayah. "Iya, teteh hari ini tidak masuk kerja." Jawabku. Karena merasa sangat lelah, aku rebahkan badan di atas kasur. "Kenapa teteh terlihat sangat pucat? teteh masih sakit?" Tanya ayah. "Sebenernya teteh memang masih sakit. maaf, teteh tidak memberi tahu ayah." Jawabku. "Padahal harusnya teteh beri tahu ayah, ayah sangat khawatir. Jadi sebenarnya teteh ini baru saja dari mana? kok sakit pergi-pergi sendiri?" Tanya ayah. "Teteh sudah satu minggu ini kontrol ke dokter di rumah sakit daerah. Tadi teteh baru pulang dari rumah sakit. Sebenarnya teteh nggak sendiri yah, teteh ke rumah sakit ditemani ibu, hanya saja tadi setelah mengantar teteh pulang, ibu ijin pergi. Ada urusan mendadak katanya." Jelasku pada ayah. "Jadi ibu menginap disini? ibu tahu teteh sakit?" Tanya ayah. "Waktu itu ibu kebetulan datang. Melihat teteh sedang sakit, ibu memutuskan untuk menginap sampai keadaan teteh membaik." Jawabku. "Syukur kalau selama teteh sakit, ternyata ada ibu yang menemani. Ayah khawatir kalau selama sakit, teteh sendiri disini." Ucap ayah. Lantas, aku menceritakan semua pada ayah. Tentang sakit yang aku rasakan, hasil pemeriksaan dari rumah sakit, juga tentang ajakan ibu, agar aku mah ikut tinggal bersamanya dirumah nenek. Ditengah-tengah perbincangan antara aku dan ayah, tiba-tiba datanglah ibu. Awalnya terlihat ada kecanggungan diantara mereka berdua. Tetapi ayah mencoba mencairkan suasana dengan bertanya terlebih dahulu pada ibu. "Bagaimana kabarmu sehat?" Tanya ayah pada ibu. "Alhamdulillah, akang gimana sehat?" ibu balik bertanya "Alhamdulillah sehat" jawab ayah. "mumpung sekarang lagi ada akang disini, saya mau sekalian bicara. Ini tentang teh Tari, kedepannya saya berniat untuk ajak Tari tinggal dengan saya dirumah ibu." Ucap ibu. "Sebetulnya setelah saya mendapatkan hal yang sebenarnya tentang keadaan Tari, saya juga memberi pilihan pada Tari. Dalam keadaan sakit saat ini, Tari kira-kira lebih nyaman tinggal dimana?kalau Tari mau sama kamu saya kasih ijin, atau kalau Tari mau ikut pulang sama saya, insya allah saya akan mengontrol keadaan Tari. Kalau untuk kost sendiri untuk sementara waktu saya juga tidak mengijinkan." Ucap ayah. "Jadi bagaimana teteh? Teteh sudah punya keputusan?" Tanya ibu padaku. "Kalau aku ikut ibu, lalu pekerjaanku bagaimana bu? Jarak dari rumah nenek ke tempat kerjaku kan lumayan jauh." Ucapku. "Kita lihat dulu ya, kira-kira kondisi teteh saat ini bisa dibawa bekerja atau tidak. Kalau keadaannya tidak memungkinkan untuk teteh bekerja, mau tidak mau teteh harus mengikhlaskan pekerjaan teteh, dan fokus pada proses penyembuhan dahulu." Ucap ibu. "Ya, sepertinya itu solusi yang terbaik teh." Ucap ayah menambahkan. "Kalau begitu, untuk sementara waktu aku ikut dengan ibu dulu ya ayah. Tidak apa-apakan?" Ucapku. "Ya, tidak apa-apa, saat ini yang terpenting kesembuhan teteh." Ucap ayah. Atas rundingan kami bersama, akhirnya aku mengikuti keinginan ibu untuk tinggal dengannya. Sedangkan untuk pekerjaanku aku belum bisa membuat keputusan apapun. Rasanya aku belum ikhlas jika harus melepaskan pekerjaan itu, tapi aku sendiri juga belum tau pasti, apa aku kuat untuk bekerja dalam kondisi seperti sekarang ini. *** Pagi hari ini, setelah memastikan aku sudah sarapan dan meminum obat. Ibu pamit keluar rumah karena ada urusan. Siang nanti rencananya kami akan pulang kerumah nenek. Saat pulang ke rumah nenek nanti, aku berencana hanya akan membawa barang-barang pribadiku saja. Selebihnya, untuk barang besar kepunyaanku akan diurus oleh ayah. Mungkin nanti akan ayah bawa pindah kerumah. Teringat akan Andi, rasanya aku harus memberinya kabar tentang kepindahanku ini. [Ndi, lagi apa? lagi sibuk ya? aku mau kasih kamu kabar, kalau hari ini aku pindah ke rumah nenek, ] Ku kirim pesan pada Andi, hanya saja tidak langsung ku dapati balasan dari Andi. Nampaknya saat ini Andi sedang sibuk, jadi tidak sempat untuk membalas atau membaca pesan. Mungkin nanti saat jam istirahat Andi baru dapat merespon pesan dariku. Ditengah-tengah kesibukanku memainkan gawai, kudapati pesan masuk dari Maya. [Lagi apa Tar? Gimana keadaan? membaik?] [Lagi tiduran saja May. Badan masih gini - gini aja May, sejauh ini belum ada perubahan kearah yang lebih baik] [Sepi deh di toko nggak ada kamu, kapan sehat? Ayo kerja bareng lagi] [Aku juga kurang tahu May kapan bisa masuk kerja lagi, pahit-pahitnya mungkin aku harus resign May] [Yiah, kok resign si Tar! Memang seserius itu ya? Sampai kamu harus resign? Aku jadi sedih loh ini] Lalu aku jelaskan semua kondisi yang sedang aku alami saat ini. Mulai dari hasil pemeriksaan dokter, sampai ibu yang memintaku untuk tidak lagi kost dan mengajak untuk tinggal bersama dengannya. Maya sempat merasa sedih. Mungkin kedepannya, kita tidak akan bisa lagi melakukan berbagai hal yang sering kita lakukan seperti kemarin-kemarin. Tapi Maya adalah teman yang sangat tulus dan pengertian, baginya saat ini yang terpenting adalah kesembuhan untukku. Selama aku sakit, Maya memang tidak sesering biasanya datang ke tempat kost. Tapi Maya sangatlah rajin mengirimi ku pesan, hanya untuk bertanya keadaanku. Begitupun dengan Asti, setiap akan berangkat kerja dan pulang kerja. Asti pasti selalu menyempatkan diri walaupun sebentar mampir ke kamar ku terlebih dahulu, Memastikan bagaimana keadaanku. Tak jarang setiap pulang dia juga selalu membawakan aku makanan. *** Waktu sudah menunjukan jamnya makan siang. Dari luar terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah pintu kamar. Sepertinya ibu yang datang. Tapi dari langkah yang terdengar, sepertinya ibu tidak datang sendiri. Aku bangun dari baringku merubah posisi menjadi duduk, menyambut kedatangan ibu. "Assalamualaikum, teh!" Terdengar ibu mengucapkan salam, seraya membuka pintu. "Waallaikumsalam" jawabku. "Lagi apa teh?makan siang ya. Ini ibu belikan makan siang." Ucap ibu. "Iya" jawabku. Sebenarnya aku tidak terlalu fokus dengan apa yang diucapkan oleh ibu, aku hanya menjawab sekenanya. Karena pandanganku terpaku pada sosok yang datang bersama dengan ibu. Menyadari kemana sorot mataku menuju, ibu langsung memperkenalkan sosok yang ia bawa. "Oh, ini teman ibu! Panggil saja om hendra ya." Ucap ibu malu-malu. Aku tak memberi jawaban. Terlalu banyak pertanyaan dalam kepala ini. Siapa sebenarnya laki-laki yang datang bersama ibu ini? apa hubungannya dengan ibu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN