Kehamilan yang Membahagiakan.

1053 Kata
Yang ada di hadapanku ternyata bukanlah orang yang aku harapkan. "Kata bapak, tadi saya diminta untuk datang menjemput ibu dan mengantar ke rumah sakit." Rizki dengan setia selalu melaksanakan apapun tugas yang Mas Doni berikan. "Memang bapak masih belum selesai, ki, meetingnya?" Sedikit kecewa sejujurnya aku mengharapkan Mas Doni yang datang untuk menjemput. "Belum bu, makanya saya diminta untuk jemput ibu." "Ya, sudah, tolong tunggu sebentar ya! Saya ambil tas dulu." Saat mengambil tas di kamar aku teringat lagi, bahwa aku tidak memegang uang sama sekali, lalu bagaimana aku akan membayar biaya ke rumah sakit nanti? Kubiarkan Rizki menunggu sedikit lebih lama, sebelumnya harus aku tanyakan dulu pada Mas Doni baiknya seperti apa. Setelah panggilan telepon terhubung, "Mas, ini ada Rizki di rumah. Katanya kamu yang suruh dia datang untuk antar aku ke dokter?" Dengan suara yang sudah sangat lemas aku bertanya pada Mas Doni. "Iya,dek, mas yang minta Rizki buat antar kamu. Mas belum tahu jam berapa Mas akan selesai meeting." "Tapi Mas, aku tidak pegang uang sama sekali." bisikku dengan suara yang aku rendahkan khawatir Rizki mendengarnya. "Memang uangnya tadi kamu berikan semua dek?" "Iya, mas, aku lupa menyisihkan sedikit untuk peganganku." Kembali ku jawab. "Ya,sudah, aku transfer saja yah? Kau ada rekening-kan? Akhirnya setelah Mas Doni mengirim sejumlah nominal ke dalam rekeningku, aku berangkat memeriksakan keadaanku ke dokter. Aku memilih untuk menemui dokter penyakit dalamku, sejenak tadi aku sempat berpikir takutnya ini berhubungan dengan TB Paru-ku yang sudah sembuh. Kebetulan aku masih hafal jadwal praktek dokter penyakit dalamku. Dan bersyukurnya sore ini adalah jadwal prakteknya, jadi aku masih memiliki waktu yang cukup untuk mendaftar. Sedih rasanya dalam keadaan kurang sehat seperti ini yang menemani adalah orang lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Tetapi apa boleh buat, Mas Doni seperti-nya memang sedang sangat sibuk. Rizki aku minta untuk menunggu di lobi rumah sakit. Jadi aku antri di depan Poli Penyakit dalam seorang diri. Tidak terlalu lama akhirnya tibalah giliranku bertemu dokter. Dokter rupanya masih mengenaliku. Cukup senang rasanya, diantara begitu banyak orang yang menjadi pasiennya tapi aku menjadi salah satu pasien yang sangat ia hafal. Tak lama berbasa-basi aku memberitahukan semua keluhan yang aku rasakan sedari malam tadi, dokter langsung memintaku berbaring di atas ranjang untuk diperiksa. "Memang seingat Mbak Tari terakhir menstruasi kapan ya? Ingat tidak?" Dokter bertanya setelah kami berdua kembali dalam posisi duduk di depan meja dokter. "Saya kurang ingat sih dok, suka malas catat tanggal." Aku yang menjadi tersenyum malu karena kemalasanku sendiri. "Memang kenapa ya dok? Apa hubungannya tanggal haid saya dengan penyakit paru saya?" Dengan polosnya aku bertanya karena bingung. "Sepertinya si Mbak Tari nggak ada masalah si sama TB Paru-nya. Aku periksa tadi bagus kondisinya." Sambil sesekali mengguratkan catatan dikertas kecil dokterku menjelaskan. " Tapi saya ada feeling yang lain. Nanti mbak Tari ikut dengan perawat ya ke Lab! Ada sedikit pemeriksaan." Sambil memberikan surat pengantar untuk bagian laboratorium dokter mempersilahkan aku dengan diantar perawat pendampingnya menuju laboratorium. . . "Mbak Tari nanti masukin urine-nya ya ke tabung ini! Itu kamar mandinya." Sambil mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu ruangan, perawat perempuan itu memberikan aku penjelasan."Kalau sudah nanti urine-nya simpan disini ya!" Aku kembali ke ruangan dokter setelah menjalankan semua prosedur di laboratorium, hasilnya aku harus menunggu beberapa saat. Dari keberangkatan aku kerumah sakit hingga sekarang, sebenarnya cukup memakan banyak waktu. Tetapi sampai detik ini Mas Doni belum juga terlihat atau mengabari akan menyusul ke rumah sakit. . . "Dari hasil Lab-nya sesuai dugaan saya, Mbak Tari Positif hamil." Seolah itu sangat menggembirakan untuknya, terlihat senyum mengembang dari bibir dokter cantik itu. "Tapi buat hasil yang lebih jelas, sebaiknya Mbak Tari kembali periksakan ke dokter kandungan ya!" "Harus sekarang juga dok?" Dengan rasa yang berdebar-debar karena senang juga tak tahu apa yang harus dilakukakan karena ini adalah hal baru dalam hidupku. "Sesuaikan dengan waktu yang Mbak Tari punya saja." Sahut dokterku. "Nantikan di USG, jadi tahu usia kandungannya juga bagaimana keadaan janin yang ada dalam rahim Mba Tari." Aku betul-betul merasakan sesuatu hal baru yang sulit untuk digambarkan. Ini sangat membahagiakan tapi juga ada rasa haru didalamnya juga khawatir apakah aku bisa? Apakah hamil dan melahirkan itu sulit? Ingin cepat jumpa dengan Mas Doni dan memberitahukannya. Sampai aku selesai melakukan segala pemeriksaan dan pulang, Mas Doni belum juga memberi kabar. Akhirnya aku pulang masih ditemani oleh Rizki. *** Rizki hanya mengantarku hingga depan rumah, setelah tugasnya selesai Rizki langsung berlalu. Aku tidak tahu dia akan kembali ke kantor atau langsung pulang karena saat itu sudah masuk jamnya pulang kantor. Memasuki gerbang dan berjalan perlahan menuju rumah, kudapati pintu dalam keadaan terbuka. Awalnya aku terkejut, bagaimana bisa pintu ada dalam keadaan terbuka? Sepertinya saat berangkat tadi aku sudah menguncinya. Apa mungkin ada maling? Kutengokkan sedikit wajahku ke dalam rumah. Ah, leganya karena yang kulihat adalah Mas Doni yang sedang berbaring di sofa ruang tamu. "Assalamualaikum Mas! Aku pulang." "Waallaikumsalam, kok baru pulang sih dek? Lama betul." Mas Doni merubah posisinya menjadi duduk. "Iya, Mas, tadi aku datangnya terlalu awal. Sedangkan jadwal prakteknya sore" aku mendekat duduk disampingnya. "Terus bagaimana? Apa kata dokter?" "Alhamdulillah hasil tes-nya bagus. Bukan karena Penyakitku yang kemarin kambuh." Aku mulai menjelaskan dengan sesekali menyunggingkan senyum tipis. "Syukur, kalau begitu. Terus sekarang keadaan kamu gimana? Kok malah senyum-senyum?" Ada raut kebingungan di wajah Mas Doni. "Aku masih lemas, juga pusing bahkan sebelum ke dokter tadi aku muntah-muntah mas." Aku masih memberikan penjelas yang ambigu dan Mas Doni masih bingung dibuatnya. "Terus kata dokter bagaimana? Jangan bikin aku jadi makin khawatir." Mas Doni terus meminta penjelasan dariku. "Nih coba buka, hasil Lab-nya tadi." Aku menyodorkan kertas yang masih berada dalam amplop dengan stempel rumah sakit. Mas Doni meraih amplop yang aku sodorkan, tak banyak bertanya dia membuka dan mengeluarkan selembar kertas yang ada didalamnya. Dengan cepat dia bolak-balik melihat kearahku dan kembali membaca tulisan dikertas itu, terakhir lekat tatapannya kearahku. Matanya berbinar dibarengi dengan senyum dibibir yang sedikit ditahan. "Alhamdulillah, serius nih dek?" Ia menunggu jawaban pasti dariku. Aku mengangguk sambil merapatkan bibir atas dan bibir bawah bersamaan. Mas Doni dengan cepat mengulurkan tangannya dan meraih badanku, mendekap aku dalam peluknya. Bertubi-tubi dia mendaratkan kecupan dikeningku. Oh, tuhan, betapa ini sungguh membahagiakan. Ternyata pernikahan sungguh seindah ini. Saat ini aku benar-benar sedang berada dalam fase yang paling membahagiakan dalam pernikahan. Pengantin baru yang masih hangat-hangatnya ditambah kabar kehamilan pertamaku yang begitu membahagiakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN