Bingung

1091 Kata
Ini terlalu ekstem. Aku bahkan terkejut menyadari jika aku duduk di tempat makan yang selama ini hanya bisa aku lewati tanpa bisa aku sentuh. Ayam panggang itu terlihat bagus dilihat bersama nasi yang mengepul. Aroma pandan berseliweran yang pasti berasal dari nasi. Lalu sayur lalapan, tempe, urap-urap, kerupuk dan sambal tak sanggup membuatku berpaling. Sangat menggugah selera. Kemewahan itu tidak berhenti di situ saja. Di samping hidangan ala indo itu ada hidangan lain dengan gaya barat seperti fettucini carbonara, borito dan kentang tumbuk. Aku tau hidangan itu karena pernah menyediakannya ketika klien Ford dari luar negeri datang untuk rapat. Jika mereka terlalu sibuk untuk pergi ke restoran maka aku yang yang memesan juga menata meja makan. Selanjutnya sekertaris Ford, mba Veti yang sudah berusia tiga puluhan. Memang masakan ala barat itu menyenangkan mata, tapi bagiku masakan Indo jauh lebih menggoda. Membayangkan rasa kaya raya milik ayam panggang bersama tempe dan krupuk menerbitkan air liur. Sudah lama aku tidak makan makanan ini. Glek. Sangat memalukan meyadari jika aku menelan ludah berkali-kali karena melihat hidangan ala indo-barat yang tertata dengan apik. Bagaimanapun Ford adalah blasteran, jadi dia pasti menyukai makanan ala barat. "Apa yang kau tunggu. Bayi kita lapar. " Dia menarik kursi dan mendekatkan dirinya disamping kursiku. Mengambilkan nasi berbau pandan dan juga paha ayam panggang itu. "Makanlah, atau kau mau ku suapi? " "Enggak, nggak usah, a-aku makan sendiri." Beribu pertanyaan dan beragam spekulasi menyelinap di otakku. Perbedaan perlakuan yang menonjol dari saat aku sebelum hamil dan saat hamil ini, akankan terus berlangsung selamanya? Aku menarik nafas panjang-panjang sebaiknya masalah yang belum pasti dipikirkan nanti. Saatnya makan dan berdoa lebih dahulu. Sesuatu yang patut di syukuri pada sore ini adalah awal hubungan yang mulus dengan Ford. Sesuai dugaan. Rasa yang nikmat, gurih, sedikit pedas dan manis melebur memanjakan indra pengecapku. Memakan pelan-pelan untuk menikmati tiap gigitan dari nasi yang wangi bersama daging ayam yang dibumbui dengan sempurna adalah kemewahan tersendiri. "Apa kau menyukainya? " tanya Ford. Aku hampir lupa jika dia ada di sampingku. "Iya, enak sekali. " "Bisa kutebak dari caramu makan. " Merasa malu karena bertindak kampungan membuatku menunduk. "Hei, aku suka kau menikmati hidangannya. Ini bearti aku tidak perlu memecat pegawai di rumah ini lagi. " Glek. Aku menatap tak percaya pada Ford. Nasi pun langsung berpindah dari piring ke mulutku. Aku tak ingin ada orang yang kehilangan pekerjaan karena diriku lagi. "Enak ko, Ford. Sangat enak. Ya sungguh. Aku nggak bohong. " Aku menambah nasi ke mulutku lagi dan lagi, lalu ayam, tempe dan kerupuk. Semua aku lumat dengan keras dan cepat untuk membuktikan jika aku tidak bohong. Masakan ini memang sangat enak. "Makan pelan-pelan. Ngak ada yang mau merebut makananmu. " Pria ini memang selalu bersikap tenang. Table manner yang ia lakukan berhenti untuk mengusap bibirku. Itu hampir menghentikan duniaku yang berputar. Jujur saja aku malu. Tak lama kemudian Pak Adi, juru masak di rumah ini membawakan es krim dan s**u. Itu pasti s**u ibu hamil. Ford menyodorkan padaku s**u ibu hamil. Dengan senyum di wajah yang memiliki ketampanan khas orang barat, dia membujuk aku meminumnya. "Minumlah. Bayimu akan tumbuh sehat jika kau minum s**u. " Aku nampaknya sudah menjelma menjadi istri paling beruntung di dunia. Suami yang menikahiku karena suatu kesalahan, ternyata sangat baik. Ingin rasanya hati ini menangis karena terharu. Glup. Glup. Susu itu sudah berada di tempat seharusnya. "Bagus sekali. " Sebuah tangan berada di kepalaku. Lalu mengusap lembut di sana. Sungguh ini membingungkan pikiranku. Bagaimana tidak, jantungku berdetak lebih kencang karena perlakuan lembut Ford. "Ford... " "Maafkan atas semua sikap acuh tak acuhku di awal pernikahan kita. Aku berjanji tidak akan ada yang menyakitimu lagi. " "Ford... Tolong jangan katakan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatimu. Aku tau jika pernikahan ini sementara. Jadi jangan memaksakan diri. " Itu adalah sebuah realita. Dan aku harus mempersiapkan hal itu mulai sekarang. Jelas aku harus mati-matian berjuang agar tidak jatuh cinta terhadap Ford agar tidak sakit hati. Apalagi dia adalah orang yang memperkosaku. Meski saat itu aku pingsan, rasa sakit hati dan marah pada pria ini masih membekas di dadaku. Lagi pula dia adalah orang yang mengacaukan hidupku. Aku tau sikap Ford yang seperti ini bisa saja membuat hatiku goyah. Namun mengingat malam-malam yang kulewati dengan air mata selama beberapa minggu ini, di mana aku dicap jalang oleh pelayannya--sepertinya sulit untuk mencintai Ford. Ford menatapku dalam-dalam. "Siapa yang bilang jika pernikahan ini hanya sementara? " "Itu..." aku tidak bisa menjawab karena semuanya berasal dari benakku sendiri. Lagi pula aku tidak ingin menjadi hujatan banyak orang karena menikah dengan sang pangeran dunia modern. Bertahan dan bersikap kuat pun ada batasnya. Dan aku tidak ingin kelelahan menyembunyikan air mataku di malam hari seperti kemarin. "Kita akan membesarkan anak-anak kita. Tidak hanya anak pertama, akan ada anak ke dua, ke tiga. " Tanganku terangkat oleh genggaman tangannya yang besar. "Maukah kau percaya padaku? " Meski harus berbohong, aku tidak bisa mengatakan tidak. "Ya, aku percaya padamu. " "Oh, aku sangat lega. " Aku memaksakan senyum palsu pada Ford. Meski aku cuma lulusan sekolah menengah tapi tau tatapan mana yang jujur dan tidak. Dan saat ini Ford jelas mengatakan hal yang bertentangan dengan suara hatinya. Sayangnya aku tidak tau apa maksud dari kebohongan Ford. Aku melanjutkan makanku. Lalu sesekali meminum s**u yang disediakan pak Adi. Entah apa yang menungguku hari esok. Akankah aku dihantui mimpi buruk yang anehnya terjadi di siang hari. Karena sebelum ini aku terlalu sibuk untuk mengerjakan pekerjaan rumah hingga tidak memikirkan kejadian laknat itu. Namun sekarang, berkat kebaikan Ford----aku jadi memiliki banyak waktu santai. Swana Pov End. Normal Pov. Di salah satu apartemen mewah di Jakarta selatan, Cindy tersenyum lebar saat tau rencananya berhasil. Sebuah rencana yang ia susun demi harta dan ketenaran satu demi satu berjalan sesuai rencananya. Dia lahir dengan kemewahan dan tentu ingin terus menjalani hidup ini dengan kemewahan. Drrrt. Drrrt. "Sisy menelpon malam-malam? Pasti dia ingin mengajakku hangout. " Tut. "Hello, clubing? Tentu saja. Dalam beberapa menit aku ke sana. " Cindy mulai mendandani dirinya dengan baju modis yang sesuai dengannya. Gaun menerawang yang tidak bisa menutupi celana dalam dan bra-nya seolah menjadi tantangan bagi pria manapun untuk menggodanya. Inilah kehidupan yang Cindy inginkan. Bersenang-senang seumur hidupnya. Dan alat yang ia gunakan untuk mewujudkan ambisinya sudah dimulai dengan lancar. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN