Ciuman pertama.

1343 Kata
"Lepasin!" Nicholas mengurai pelukan Gadis lalu menaruh tangannya di kening wanita yang menatapnya penuh tanda tanya. "Kamu demam, ya? Kok ngomongnya ngaco gini?" "Tapi badan kamu enggak panas!" Nicholas menjawab pertanyaannya sendiri setelah melepaskan tangannya dari dahi Gadis. "Apa, sih, Aku enggak sakit!" sungut Gadis, menepis tangan Nicholas yang masih berada di depan wajahnya. "Kalau enggak demam kenapa ngomongnya ngaco gitu, bilang kangen orang tua kamu tapi enggak mau dianterin pulang. Lusa aku kembali lagi ke kota kamu, kamu bisa ikut bersamaku lalu pulang ke rumahmu," ujar Nicholas, sambil berdiri dari duduknya. Gadis hanya terdiam, ia sudah membayangkan wajah Tokonya yang menahan amarahnya, lalu akan menghukumnya kerena sudah berani kabur dari rumah, lalu yang lebih parahnya lagi adalah dia tidak bisa lagi bertemu dengan Nicholas. Gadis menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kamu mau ngapain lagi ke kotaku?" tanya Gadis polos. "Urusan pekerjaan," jawab Nicholas singkat, pemuda itu masih betah pada posisi berdirinya. "Pasti Nicholas ingin bertemu Romo lagi, itu artinya dia akan bertemu dengan Mbak Gendis lagi, bagaimana kalau di mereka benar-benar di jodohkan." Gadis berbicara dalam hatinya. "Nich," panggil Gadis lirih. "Hem?" Nicholas hanya berdeham untuk menjawab panggilan Gadis. Awalnya wanita itu ingin melarang Nicholas untuk kembali ke kotanya tetapi jelas saja Gadis tidak berani, maka dia hanya menggelengkan kepalanya. Tanpa berbicara lagi Nicholas berjalan meninggalkan Gadis keluar kamarnya. * Dita Andriyani * Gadis mencium aroma harum dari luar kamar, perutnya yang terasa kosong terasa bergemuruh. Cacing-cacing di dalam sana sepertinya sedang berdemo meminta jatah makanan yang sejak tadi siang belum ia berikan. Ia juga mendengar suara-suara dari arah dapur, lalu dengan malas Gadis berjalan keluar kamar terus berjalan ke arah dapur dan melihat Nicholas yang sedang memasak di sana, lelaki itu terlihat seksi dan macho dengan sebuah apron menutupi bagian depan tubuhnya setelah celana pendek dan kaus oblong Nicholas kenakan menggantikan pakaian kerja yang tadi ia pakai. "Aku harus mencari cara agar Nicholas tidak menerima perjodohannya dengan Mbak Gendis," gumam Gadis lalu berjalan mendekati Nicholas yang tampak sedang serius mengaduk nasi goreng di atas wajan, sesekali menambahkan bumbu yang menurutnya kurang. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Gadis memeluk pemuda itu dari belakang, Nicholas yang merasa terkejut sesaat menghentikan kegiatannya. "Kenapa kamu senang sekali memelukku?" tanya Nicholas seraya melanjutkan mengaduk-aduk nasi gorengnya. Gadis tidak menjawab hanya tangannya saja yang tidak berpindah dari perut Nicholas, pemuda itu juga membiarkan saja apa yang Gadis lakukan hingga ia selesai menggoreng nasi dan menaruhnya menjadi dua piring. Nicholas membawa kedua piring itu dengan kedua tangannya. "Aku sudah selesai, ayo kita makan," ajak Nicholas membuat Gadis melepaskan pelukannya. . Mereka duduk berdampingan di meja makan, dalam diam Gadis mengunyah suapan pertamanya dan mengagumi masakan Nicholas yang enak di dalam hati. "Enak, 'kan!" Pernyataan Nicholas seolah bisa membaca isi hati Gadis yang sedang memuji masakannya. "Lumayan," jawab Gadis singkat. "Hanya itu? Dasar gadis tidak tau terima kasih, aku sudah capek-capek masak, cuma bilang lumayan," gerutu Nicholas. "Terima kasih, Nich. Terima kasih atas nasi gorengnya juga atas semua kebaikan kamu udah kasih aku tumpangan di rumah ini. Tapi, tolong jangan suruh aku pergi dari sini," ujar Gadis lirih. Nicholas menghentikan makannya, suasana menjadi penuh haru seketika karena rintihan Gadis. "Kenapa? Apa karena perjodohan itu? Aku pikir sudah terlalu lama kamu meninggalkan rumah, apa kamu tidak memikirkan keluargamu? Aku yakin mereka pasti mengkhawatirkan kamu?" Begitu banyak pertanyaan yang Nicholas berikan, padahal satu saja sudah membuat Gadis bingung untuk menjawabnya. Gadis hanya menggeleng, "aku belum bisa cerita apa-apa, aku cuma minta biarin aku ada di sini, di Deket kamu." Nicholas menyatukan alisnya mendengar permintaan Gadis. "Terserah kamu!" jawab Nicholas dingin. "Oh, iya. Ada yang mau aku tanyakan," sambung Nicholas, Gadis menatapnya. "Kamu kenal keluarga Hardjodiningrat?" Kedua mata Gadis terbelalak me dengar pertanyaan Nicholas, tidak mungkin Gadis tidak mengenal keluarganya sendiri, tetapi tidak mungkin juga ia mengatakan yang sesungguhnya. "Tentu saja, siapa yang tidak mengenal keluarga itu," jawab Gadis asal. "Kenapa?" tanya Gadis kemudian. "Kamu kenal semua keluarganya?" tanya Nicholas, ia terlihat serius karena kini memutar tubuhnya hingga menghadap ada Gadis yang masih tetap pada posisinya. "Semua keluarganya? Yang aku tau, cuma ... Ro— hem ... Ndoro Wengi, istrinya dan anak-anaknya," jawab Gadis ragu-ragu, tetapi dia juga penasaran kenapa Nicholas menanyakannya. "Selain itu? Apa mereka punya keluarga lainnya?" tanya Nicholas serius. Gadis menggeleng ragu, "aku enggak tau." "Ya sudah," jawab Nicholas seraya membetulkan posisi duduknya kembali. Mereka menghabiskan makanannya dalam diam. "Nich, apa boleh aku meminta sesuatu padamu?" tanya Gadis ragu. "Apa?" Nicholas kembali menatapnya, Gadis juga menoleh agar bisa menatap Nicholas hingga pandangan mata keduanya bertemu. "Apa boleh kalau aku minta lusa kamu tidak perlu pergi ke kotaku?" tanya Gadis. "Kenapa?" Nicholas menatap heran pada Gadis, berani-beraninya gadis itu mengatur hidupnya. "Aku takut di rumah sendiri, apalagi kalau kamu ke sana, pasti lama," jawab Gadis. Padahal ia lebih takut jika Nicholas bertemu Gendis apalagi kalau di sana mereka membahas tentang dirinya yang hilang, bisa kacau semuanya. "Kamu pikir aku baby sitter kamu apa!" bentak Nicholas tentu saja membuat Gadis takut dan menundukkan wajahnya, air matanya meluncur begitu saja. "Maaf," ucap Gadis, ia langsung bangun dari tempat duduknya lalu berjalan ke dalam kamarnya, menutup pintu dalam diam dan kembali beringsut ke ranjangnya melanjutkan menghabiskan tissue yang hanya sedikit tersisa. Sementara di tempatnya Nicholas melepaskan apron yang masih melekat di tubuhnya lalu membantingnya keras di atas meja. "Dasar gadis aneh, menyusahkan saja!" gerutunya. * Dita Andriyani * Nicholas termenung di kamarnya, memandangi foto sang Mama yang berada di atas meja, lalu mengambil foto itu dan mengelusnya, seolah ia bisa rasakan pandangan mata wanita yang telah melahirkannya itu secara langsung. Senyumnya terasa menenangkan meskipun hanya terlihat dari sebuah gambar, ia masih ingat betul bagaimana lembutnya sang ibu di masa kecilnya dulu, pelukan hangat dari sang ibu yang selalu membuat hatinya tenang seusai ia berkelahi dengan Javier tetangga depan rumahnya dulu. Kini semua itu hanya tinggal kenangan, kenangan indah di antara pahitnya kisah masa lalunya, dan lebih parahnya kisah pahit itu di akibatkan oleh seseorang yang seharusnya menjadi pelindung mereka. "Aku yakin, Ma, Gadis adalah orang yang bisa membawaku pada sesuatu yang selalu menjadi rahasia Mama selama hidupmu. Rahasia yang selalu berusaha Mama tutupi dariku, aku yakin dia bukan anak petani biasa seperti yang ia katakan. Aku yakin akan bisa menguak semuanya pelan-pelan," ujar Nicholas sambil mengelus foto sang Mama lalu menaruhnya lagi di atas meja. Pemuda itu bangkit dari duduknya lalu berjalan ke luar kamar, langkahnya pasti menuju kamar Gadis, perlahan ia memutar gagang pintu. Sengaja ia tidak mengetuk terlebih dahulu karena tahu jika Gadis sudah tidur, ini sudah larut malam. Perlahan Nicholas mendekati ranjang di mana Gadis tidur telentang tanpa selimut yang tergeletak di ujung ranjang, perlahan Nicholas memunguti tissu yang berserakan di kamar Gadis dan memasukkannya ke dalam tempat sampah hingga kamar itu menjadi lebih rapi tidak lagi terlihat seperti sebuah tempat sampah raksasa. Nicholas duduk di tepi ranjang, memandangi wajah Gadis yang sudah tertidur lelap, napasnya terdengar halus dan teratur. Pemuda itu menarik selimut hingga menutupi tubuh Gadis sampai bagian d**a, tubuh Nicholas mencondong ke arah wajahnya. Nicholas tersenyum melihat kecantikan Gadis, hingga seperti terhipnotis Nicholas membelai bibir mungil Gadis dengan ibu jarinya, berulang kali menggerakkan ibu jarinya dan tersenyum lebar mengetahui Gadis tidak merespon tidurnya telah terlalu lelap. Hingga, tanpa memikirkan sesuatu Nicholas menggantikan ibu jari dengan bibirnya, menaruh bibirnya tepat di atas bibir Gadis dan mulai mengecupinya, sesat kemudian kecupan lembut itu berubah menjadi hisapan pada bibir bawah Gadis. Jangan lupakan tangan Nicholas yang sudah mulai meraba gunung kembar Gadis dari luar selimut yang baru saja ia tutupkan. Nicholas tersadar saat merasakan Gadis melenguh, ia buru-buru menarik mundur tubuhnya lalu segera bangun dan meninggalkan kamar Gadis, sambil merutuki diri sendiri. Bukankah dia sendiri yang sudah mengatakan tidak tergoda pada wanita itu, tetapi kenyataannya? Tapi salah siapa wanita itu begitu menggoda! Gadis membuka matanya, setelah mendengar Nicholas menutup pintu kamarnya dari luar. "Hem, bilang enggak bakalan tertarik sama aku? Nyatanya?" gumam Gadis sambil mengelus bibirnya yang bagi saja mendapatkan ciuman pertama dari sang pujaan hati. "Awas, ya. Besok aku bales!" Ancam Gadis lalu tersenyum bahagia, entah malam ini wanita itu akan bisa tidur atau tidak karena terbayang-bayang rasa ciuman Nicholas. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN