Nicholas menghempaskan tubuhnya di ranjang, menghela napas dengan kasar belum pernah ia merasa malu seperti tadi dan itu semua gara-gara Gadis.
Ia meraup wajahnya dengan kasar kembali terbayang keributan yang terjadi dia depan bioskop tadi, ia tidak menyangka jika keinginannya mengajak Gadis menonton sebuah film akan berakhir dengan sememalukan ini.
Berawal ketika mereka hendak memasuki rumah theater bioskop kelas menengah atas itu, sebuah film bergenre thriller romantis menjadi pilihan Nicholas.
"Nicholas ... hai udah lama kita enggak ketemu, ya." Seorang wanita cantik mengenakan celana pendek berbahan jeans dengan warna biru gelap berpadu sweater rajut berleher terbuka menyapanya.
"Vira? Sama siapa?" tanya Nicholas yang jelas masih mengenali wanita yang pernah dikencaninya, bukan wanita nakal hanya seorang model pendatang baru yang mendekati Nicholas demi lancarnya pekerjaannya. Vira merasa jika dekat dengan Nicholas bisa membuat teman Nicholas yang seorang pemilik agensi pemodelan akan memudahkan langkahnya.
"Sama temen-temen," jawab wanita berambut coklat muda yang tergerai sepanjang punggungnya itu seraya menunjuk beberapa wanita yang tengah berbincang tidak jauh dari mereka.
"Kamu tau enggak, aku kangen. Pengen bisa sama kamu lagi," bisik Vira seraya mendekatkan dirinya pada tubuh Nicholas yang berdiri tegap dengan satu tangan berada di saku celana sementara tangan yang satunya berada dalam genggaman tangan Vira, Nicholas mengulum senyum senang saat itu seolah ia lupa jika ada Gadis yang berdiri di sisi kirinya sementara lelaki itu menatap Vira yang berdiri di sisi kanannya.
"Gimana kalau abis nonton kita jalan, berdua," sambung Vira seraya menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah dan membuat tanda petik dengannya, Gadis masih tidak mendengar jawaban Nicholas lelaki itu hanya terdiam seolah tengah mempertimbangkan tawaran menggiurkan dari wanita cantik itu.
Tentu saja siapa yang tidak tergiur jika ditawarkan sebuah 'jalan' berdua dengan wanita secantik Vira dan tidak ada yang tahu akan berakhir ke mana kata 'jalan' tadi.
"Ayolah, Nicholas," bujuk Vira karena tidak juga mendengar jawaban Nicholas, sementara Gadis juga hanya diam menunggu apa jawaban lelaki itu apakah dia akan benar-benar menganggap Gadis yang di bawanya karena tawaran dan rayuan maut dari Vira.
Akan tetapi rasa dan sikap tenang Gadis tiba-tiba hilang saat melihat Vira mengecup bibir Nicholas, lorong menuju ruang theater bioskop itu memang sepi, hanya sesekali dilewati orang yang akan masuk dan menonton film termasuk Gadis dan Nicholas hingga langkah mereka dihentikan oleh Vira.
Kedua mata Gadis membola melihat hal itu, terlebih lagi saat melihat Nicholas membalas dengan lembut kecupan itu. Maka kini Gadis tidak bisa lagi menahan amarahnya, ia mencekal lengan Vira dan mendorongnya agar menjauh dari tubuh Nicholas.
"Eh, apa-apaan, nih!" protes Vira seraya mengibaskan tangan Gadis dari lengannya sementara Nicholas masih tercengang melihat apa yang Gadis lakukan, jujur saja ia sempat melupakannya untuk sesaat tadi.
"Kamu yang apa-apaan, perempuan enggak tau malu cium-cium lelaki di depan umum!" jawab Gadis keras tepat di depan wajah Vira, semua itu karena dorongan rasa cemburu tentunya, sontak saja keributan itu menarik perhatian pengunjung lain.
"Kurang ajar, berani-beraninya kamu bilang aku enggak tau malu!" Nicholas terkejut saat melihat sebuah tamparan mendarat di pipi Gadis.
"Iya kamu emang enggak tau malu!" pekik Gadis lalu dengan keras membalas tamparan yang telah ia terima, Vira meringis tetapi dengan cepat meraih rambut Gadis yang tergerai dan menariknya, dengan cepat kedua wanita itu saling jambak dan saling cakar.
"Heh, apa-apaan kalian!" Nicholas dan beberapa pengunjung berusaha melerai kedua wanita yang tengah berduel dan saling memaki, dalam sekejap mata kini mereka sudah menjadi tontonan.
"Gadis! Berhenti!" Dengan keras Nicholas membentak Gadis, Gadis seolah tidak mendengar kini beberapa orang berusaha memisahkan kedua wanita itu.
Nicholas merasa kesal lalu memeluk Gadis dari belakang, melingkarkan tangannya di perut gadis itu lalu berjalan cepat menyeretnya pergi dari tempat itu walau Gadis tetap meronta Nicholas tidak peduli.
Baru setelah memasuki lift untuk turun dari gedung itu Nicholas melepaskan Gadis, hanya ada mereka berdua di dalam lift yang berbuat dari bilik kaca itu.
"Puas kamu mempermalukan aku?" bentak Nicholas di depan wajah Gadis yang memerah, tidak ada yang Gadis ucapkan hanya air matanya saja yang turun dengan cepat seperti lift yang mereka naiki saat ini.
Tidak ada yang mereka bicarakan dalam perjalanan pulang, Nicholas hanya diam dengan amarahnya sementara Gadis sibuk mengusap air mata yang sepertinya tidak mau berhenti mengalir.
* Dita Andriyani *
Air mata itu memang sepertinya tidak mau berhenti mengalir, bahkan semakin deras begitu Gadis memasuki kamarnya. Ia mengunci kamar dari dalam lalu memerosotkan diri duduk menekuk lutut di balik daun pintu, menyandarkan punggung di kayu bercat coklat tua itu seraya tergugu dalam tangisnya.
Ini terasa sangat menyakitkan, tiga kali rasa sakit ia rasa dalam waktu bersamaan. Yang pertama saat melihat Vira menempelkan bibirnya pada bibir Nicholas, yang kedua saat Nicholas membalas kecupan Vira dan yang ketiga adalah saat Nicholas membentaknya di dalam lift, dan itu adalah rasa yang paling menyakitkan.
"Ibu, maafkan aku kalau ini adalah karma karena telah pergi meninggalkan rumah tanpa pamit, tapi rasa ini sakit, ternyata begini ya rasanya cemburu." Gadis berbicara di sela-sela isak tangisnya seolah-olah di hadapannya kini Lintang Ayu mendengarkan keluh kesahnya.
"Tapi kalau aku tetap di rumah, aku juga akan tetap merasa cemburu karena Romo lebih memilih menjodohkan Mbak Gendhis dengan Nicholas, bukan dengan aku, padahal, 'kan, aku yang lebih dulu cinta sama Nicholas. Buktinya aku yang Nemu foto Nicholas di ruang kerja Romo, itu artinya Tuhan jodohin Nicholas sama aku, bukan sama Mbak Gendhis."
Gadis mengusap air matanya, ada rasa perih di pipi, ia yakin itu karena cakaran Vira yang berkuku panjang-panjang itu. Ia menyesal tidak pernah memanjangkan kukunya karena menurut tata Krama yang ia pelajari di rumah itu adalah hal yang tidak baik, padahal saat menghadapi perempuan genit seperti Vira kuku panjang itu ternyata sangat penting.
"Tapi Nicholas bakal, Ibu ... aku enggak rela liat dia disentuh perempuan lain. Aku enggak rela." Gadis kembali tergugu bahkan kini tangisannya terdengar meraung hingga terdengar sampai ke kamar Nicholas.
Lelaki itu tidak jelas mendengar apa yang Gadis ucapkan hanya Isak tangisnya saja yang terdengar hingga larut malam tetapi Nicholas juga tidak bisa dengan mudah melupakan kekesalannya, Gadis telah membuat dirinya menjadi tontonan pengunjung bioskop dan itu sangat memalukan terlebih lagi hal itu membuatnya batal berkencan dengan Vira yang menurutnya sangat pandai memuaskannya di ranjang.
Nicholas jengah mendengar isak tangis Gadis hingga ia menutup telinga dengan bantal, berusaha memejamkan mata tetapi tidak bisa perlahan rasa penasaran menghampirinya, kenapa Gadis seperti itu?
* Dita Andriyani *
Entah jam berapa Nicholas terlelap semalam, sepertinya sudah hampir pagi ketika ia tidak lagi mendengar tangisan Gadis.
Akan tetapi, kini Nicholas sudah membuka matanya di jam di mana biasanya ia masih terlena mimpi. Pukul enam kurang lima belas menit dan ia sudah tidak bisa melanjutkan tidurnya padahal masih ada waktu satu jam lagi sebelum ia bersiap-siap pergi bekerja.
Entah mengapa bagaimana keadaan Gadis saat ini mengusik pikiran Nicholas, sudah beberapa hari ini saat Nicholas bangun semua pekerjaan rumah sudah selesai itu artinya bisanya Gadis sudah bangun tetapi kenapa sekarang Nicholas tidak mendengar suara apapun di luar.
"Mungkin dia terlalu lelah menangis sampai bangun kesiangan." Nicholas menjawab pertanyaan dalam benaknya sendiri, lalu kembali menutup selimut hingga wajahnya.
"Tapi bagaimana kalau dia terlalu sedih sampai putus asa? Terus ... bunuh diri!" Dengan cepat Nicholas membuka selimut lalu bangun dari rebahannya.
"Tapi kenapa dia harus sedih hingga menangis semalaman? Apa karena aku membentaknya? Tapi, 'kan, dia memang salah!" Hati dan pikiran Nicholas malah beradu argumen sekarang.
"Tapi kenapa dia begitu marah melihat Vira menciumku? Apa dia cemburu? Tapi kenapa dia harus cemburu, kami bahkan tidak punya hubungan apapun!" Nicholas mencoba abai pada perasannya lalu kembali berbaring dan menutup wajahnya dengan selimut seperti tadi.
"Bagaimana kalau dia benar-benar bunuh diri!" Nicholas menyingkap selimutnya lalu segera berjalan cepat keluar dari kamarnya, jalan tertuju ke kamar Gadis yang tertutup rapat.
Nicholas menempelkan telinganya pada daun pintu, berharap bisa menangkap suara Gadis di sana tetapi tidak ada, kamar itu terlalu hening. Kini tangannya terulur memutar gagang pintu, terkunci.
Tidak seperti biasanya, Gadis tidak pernah mengunci pintu kamarnya ketika tidur, wanita itu terlalu mempercayai Nicholas. Dan ... terkuncinya daun pintu itu membuat Nicholas merasa semakin cemas.
"Gadis ...." Nicholas memanggil Gadis seraya mengetuk pintu di hadapannya, tidak ada jawaban.
"Gadis." Mencoba memanggil lebih keras tetapi hasilnya sama.
Lalu yang Nicholas lakukan kini adalah mengambil kunci cadangan yang ia simpan di laci meja kecil yang ada di dekat kamarnya lalu kembali berjalan cepat untuk membuka pintu kamar Gadis, kalau wanita itu benar-benar bunuh diri bisa repot berurusan dengan polisi dirinya nanti.
Dengan cepat Nicholas memutar anak kunci, lalu berusaha membuka pintu itu lebar-lebar tetapi sulit seperti tertahan sesuatu dari dalam.
"Apa mungkin dia menahan pintu dengan meja agar aku tidak bisa membukanya?" Nicholas bersenandika lalu mengambil ancang-ancang dengan memundurkan tubuhnya sedikit ke belakang bersiap menggunakan tubuh kekarnya untuk mendorong pintu lebih kuat hingga terbuka.
"Satu ... dua ... tiga!" Hitungan yang Nicholas gumamkan seiring tubuhnya yang mendorong kuat pintu kamar Gadis, tetapi bertepatan dengan pintu yang terbuka Nicholas terkejut dengan pekikan keras Gadis.
"Aaaaa ... Nich!"