10 - Kapan Berakhir?

1277 Kata
"Wacht buiten voor het gemak van de patiënt," ujar suster dengan nada memohon. "Ik wil de toestand van mijn kind zien. sta mij toe u tijdens het onderzoek te begeleiden," tutur Raina dengan tangan mengatup di depan wajah.  "Sorry mevrouw. Wacht alstublieft in de daarvoor bestemde ruimte." kata suster itu lalu menutup pintu UGD. Raina terduduk lemas dengan punggung bersandar pada tembok. Sepertinya saat ini yang ia butuhkan hanyalah kemurahan hati Tuhan untuk ketiga anaknya. Edgar berjongkok lalu menangkup wajah Adiknya. Jempolnya mengusap lembut air mata Adiknya yang masih mengalir. Sama seperti yang ia lakukan beberapa tahun lalu. "Adek gak boleh nangis. Kalau Adek sedih, siapa yang bakal ngehibur Alan sama Chacha?" ujar Edgar. "Gala Kak..." Edgar segera merengkuh tubuh ringkih Adiknya. Tubuh yang terlihat kokoh itu nyatanya sangat lemah karena tak memiliki sandaran. Tangan Raina mencengkram ujung baju Edgar guna menyalurkan rasa sakit yang setahun belakangan ia rasakan. Rasa sakit kehilangan setengah jiwanya. Ditinggalkan tanpa kepastian dengan tempat yang tak bisa menetap. Tak lama Av dan El menghampiri keduanya yang masih bersimpuh di lantai. Sedikit terlambat karena para wanita dan Baby G harus menggunakan jet lainnya. Pintu ruangan UGD terbuka menampilkan seorang dokter yang mengenakan masker lengkap. "Ik wil met de familie van de patiënt praten," kata dokter tersebut. (Saya ingin berbicara dengan keluarga pasien) "Ik ben haar moeder," kata Raina memperkenalkan diri. (Saya Mamanya) "De patiënt was niet in staat om vóór de leeftijd van 17 jaar belangrijke medicijnen te nemen. Voorlopig kunnen alleen lichte machines met een hoge capaciteit worden gebruikt," tutur dokter tersebut dengan wajah serius. (Pasien tidak bisa melakukan pengobatan besar sebelum usianya mencapai 17 tahun. Untuk saat ini hanya bisa dilakukan terapi menggunakan mesin dengan sinar berkapasitas tinggi) "Doe het beste voor mijn neef. Zo niet, dan zorg ik ervoor dat het ziekenhuis op gelijke hoogte staat met de grond," papar El dengan wajah dingin dan sarat akan ancaman. (Lakukan yang terbaik untuk keponakan saya. Jika tidak, saya pastikan rumah sakit ini akan rata dengan tanah) Dokter tersebut mengangguk cepat. Mana mungkin ia membiarkan warisan satu-satunya dari kedua orang tua nya harus rata dengan tanah? Tak lama brangkar itu bergeser menuju ruang perawatan yang telah disiapkan oleh pihak rumah sakit. Pikiran Raina bercabang karena kedua anaknya berada di hotel. Tak mungkin mereka membawa Baby G ke rumah sakit jika tidak ada sesuatu. Dari arah berlawanan terdengar keributan antar dokter dengan mendorong sebuah brangkar "Dokter, voordat hij in coma werd gebracht, hadden we tijd om hem iemands naam te horen noemen." "Hoe kan hij kritisch terugkomen. 3 uur geleden had hij enorme vooruitgang geboekt." "Dit is gek. We moeten hem onmiddellijk redden. En opnieuw kwam zijn gezicht bekend voor." "Laat maar. We kunnen er beter onmiddellijk mee omgaan, zodat hij snel zal herstellen. Bijna 2 jaar was hij zo. Ik hoop dat hij in de toekomst wakker wordt en terugkomt bij zijn broer." Edgar merasa pusing dengan pembicaraan mereka yang terdengar sangat fasih. Tentu saja fasih, mereka orang asli negara ini. "Kenapa lo?" tanya El dengan mengangkat sebelah alisnya. "Pusing Bang. Mereka ngomong apa sih?" El mendengus lalu membuang muka acuh. Tak memperdulikan Adiknya yang menampilkan raut penasaran. "Kepo." Setelah mengatakan itu, El langsung berlalu dengan kesibukannya sendiri meninggalkan Edgar yang melotot. *** Disebuah tongkrongan, nampak seorang pria dewasa sedang mengepulkan asap dari bibir sexy nya. Ia terlihat sedikit jengah karena menunggu seseorang yang membuat janji dengannya. "Hai, udah lama?" tanya seorang perempuan berwajah cantik. Pria itu meletakkan rokoknya yang tinggal sedikit pada sebuah asbak. Matanya menyapu ke sekitar tempat itu yang nampak lengah. "Berasa cantik lo minta ditungguin lama banget?" sarkas pria itu mencondongkan wajahnya. "Gue sibuk. Beda sama lo yang cuma nganggur dapet duit!" sindir wanita tersebut. "Sok banget. Padahal kesibukan lo cuma ngangkang sama cowok," ejek pria tadi dengan raut menyebalkan. "Tch udah deh. Cepetan jelasin rencana lo gimana?" tanya wanita tadi kesal. "Lo terus pepet cowok incaran lo aja. Pokoknya jangan sampai ada waktu buat deket sama dia," tutur pria tadi sembari menyeringai. "Terus tugas lo?" Rasa penasaran wanita tersebut telah sampai pada puncaknya. "Tugas gue cuma culik dan nikmat in dia lah. Jadi cewek jangan males lo," sahut pria tersebut dan keluar dari area tongkrongan. "Sialan lo Ke!" umpat wanita tadi saat melihat pria yang ia panggil 'Ke' sudah menghilang. *** Saat ini Raina berada di hotel karena ia harus menyiapkan ASI untuk kedua anaknya. Kedua bocah itu sedari tadi mencari Adiknya. Mereka memang seperti ini jika terpisah. Akan saling rewel. "Anak Bunda kenapa?" Chacha sibuk memakan cemilan bayi yang tadi dibelikan Bundanya. Balita tersebut nampak antusias menikmati biskuit rasa kacang hijau yang berada dalam genggaman tangannya. "Dek Bunda.." "Adek Gala gak papa. Abang gak perlu sedih," tutur Raina penuh kelembutan. "Nda..au Nda," pinta Chacha menjulurkan tangannya. Raina segera memberi si cantik itu sebuah biskuit. "Rain. Kamu makan dulu," titah Alena memberikan seporsi pasta. Raina menerima piring tersebut dan mulai menyuapkan pasta ke dalam mulutnya. Alan yang menatap itu seketika lapar menyerangnya. "Bunda maw." Raina menggeleng. "No Alan. Ini pedas." Bibir Alan langsung melengkung kebawah mendapat penolakan dari sang Bunda. "Maw..maw bunda," rengeknya karena tak digubris. "Alan no. Jangan membantah kalau Bunda melarang," tutur Alena agar cucunya tidak terus merengek. "No Lan no," timpal Chacha sambil fokus pada biskuit nya. Raina dan Alena terkekeh melihat wajah menggemaskan Alan. *** "Apa alasan Mas Bay ke kota?" tanya Meli sendu. "Aku pengen sukses Mel. Kalau aku sukses, bakal lebih cepet nikahin kamu," tutur Bayu penuh kelembutan. Mata Meli memicing curiga "Serius karena itu?" tanya Meli lagi. Sudah beberapa pekan setelah orang yang diketahui bernama Raina itu pergi dari kampung karena suatu urusan, kekasihnya itu menunjukkan gelagat aneh. Entah hanya perasaannya saja atau memang begitu adanya. "Iya karena itu. Memang ada alasan lain jika ingin sukses?" tanya Bayu balik. Ia tak paham dengan maksud dari gadisnya. "Memang Mas Bay mau usaha apa disana?" "Disuruh Ibu buka usaha furnitur kecil-kecilan. Sesuai dengan biaya yang ada," jelas Bayu dengan mata menyipit dari balik masker nya. Kini matanya beralih pada sang Ibu dan Bapaknya yang berada disamping Melisya. "Ibu...doakan Bayu ya. Semoga yang dikasih Ibu sama napak bisa jadi besar," ujar Bayu menyalami tangan Ratna, Ibunya. "Pak, terima kasih mau merawat orang cacat seperti Bayu. Kalau sudah sukses, Bayu bakal borong bapak sama ibu ke Jakarta." Lanjutnya menyalami Aryo, Bapaknya. "Amin nak. Semoga kamu bisa segera sukses dan bertemu mereka. Dan lagi, kamu bukan anak cacat. Kamu anak yang membanggakan buat kita semua." Kalimat penuh harapan dari Aryo membuat Bayu segera mengangguk. Kini Aryo dan Ratna mengantar Bayu menuju mobil. Disebelahnya ada Meli dengan wajah cemberut nya karena sebentar lagi ia akan sendirian. "Hati-hati Bay. Jangan lupa shalat nggeh," peringat Ratna mengelus rambut anaknya. Sementara Aryo sibuk memasukkan kursi roda itu kedalam mobil. "Assalamu'alaikum Bu, Pak, Mel." pamitnya seraya melambaikan tangan. Ketiganya membalas lambaian tangan Bayu saat mobil itu sudah melaju. Inilah kehidupan baru dari seorang Bayu Ardana dimulai. Suka duka kehidupan yang menjadi jalan menuju kesuksesan agar dapat bertemu dia. *** Ting Tong "Tuan, Nyonya mohon maaf sedang tidak ada orang dirumah." Cakka dan Elsa saling berpandangan bingung "Pada kemana Bi?" tanya Elsa penasaran. "Oh pada kerja ya Bi?" sahut Cakka dengan sok tahu. "Semuanya berangkat ke Belanda kalau tidak salah sekitar 2 hari lalu," jelas maid tersebut. "Loh ada apa?" kaget Elsa karena tak ada yang memberitahu. "Maaf Nyonya semuanya dadakan karena tiba-tiba kondisi Tuan muda Gala down bahkan sempat pingsan," jelas maid itu lagi. Elsa menutup mulutnya syok. Sementara Cakka sudah mematung setelah mendengar berita yang cukup mengagetkannya tersebut. "Siapkan jet dalam waktu 30 menit." TUT "Ayo Ma kita harus segera kesana.l," ajak Cakka membuyarkan kekagetan Elsa. "Makasih Bi." ucap Elsa sebelum meninggalkan rumah tersebut. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN