Morgan gemetar, seperti mengerti apa yang akan dilakukan papanya ini. Bergegas dia keluar dengan langkah terburu, tak peduli saat dia menabrak sisi dinding lorong. "Morgan!" Teriakan papanya itu tak ingin dia dengar, tapi langkahnya tetap terhenti. Papa Alexander dan Mama Rose keluar. Tak berada di pihak mana pun, Mama Rose hanya duduk pasrah di kursi sudut, membiarkan putra dan suaminya saling bersitegang. "Apa lagi, Pa?" sinis Morgan. Papa Alexander mengurangi jarak mereka, lantas menggenggam tangan dengan raut cemas. "Tolong, kamu mau, ya! Demi Ruby. Papa nggak bisa kalau dia harus mulai cuci darah rutin. Please." Morgan segera menarik tangannya. Meski marah, air matanya jatuh karena cukup shock dengan penderitaan Ruby. "Lalu apa? Dokter bilang dia bisa Hemodialisa rutin. Bahkan