Bel istirahat terdengar nyaring. Meskipun kejadian di taman itu, amarah Emerald belum surut. Ini bahkan seminggu berlalu sejak kejadian itu. Wajah Emerald semakin dingin. Crystal sedikit lelah dan kesal dengan sikap keras kepala Emerald.
Astaga! Masih aja dia ngamuk. Malah udah pake adegan ciuman segala sampai Ruby jadi marah. Keras kepala banget lo, Al, rutuk batin Crystal.
Crystal menatap Emerald yang duduk santai dengan headphone melekat di telinganya. Seolah ingin sejenak tuli dari semua masalah. Crystal semakin sedih, tetapi urung berputus asa. Intan yang berada di tengah-tengah pergulatan hati kedua sahabatnya itu, hanya bisa pasrah. Dia mengenal Emerald, sifatnya begitu keras. Kalau dia sudah terluka, akan sulit untuk disembuhkan.
Saat bel pelajaran usai pun, hari ini dilewati dengan sama seperti yang lalu. Crystal belum berhasil mendapatkan maaf Emerald. Saat Emerald keluar dari kelas, Crystal mengikutinya dengan perlahan. Dia heran karena bukannya pergi ke parkiran, Emerald justru melangkah menuju gudang belakang sekolah.
Emerald bersandar di dinding, memakai lagi headphone-nya. Matanya terpejam dan membiarkan angin menerpa permukaan kulitnya. Mungkin dia ingin menghibur diri. Crystal mendekati, namun urung menyapa Emerald.
Gue ga tau seberapa terlukanya elo, Al. Tapi gue bisa apa? Gue cuma bisa minta maaf ke lo, gumamnya.
Tak sengaja, Emerald terkejut dan menyentuh tumpukan besi yang berada di sampingnya. Refleks, Crystal berusaha menyelamatkan Emerald.
“Al! Awas!” teriak Crystal.
Prang! Bruk!
Emerald terkejut saat Crystal mendorongnya. Tumpukan besi itu hampir saja menghantam kepalanya. Pemuda itu tertegun saat melihat Crystal kesakitan karena lengannya sedikit tergores.
“Crystal ....”
“Lo gak apa-apa, kan? Syukurlah, hampir aja!” ucap Crystal, tersenyum.
Emerald tak tahu apa yang saat ini terjadi di depan matanya. Tindakan Crystal ini cukup membuat dia tersadar. Emerald segera memegang bahu Crystal, memeluknya erat.
"Apa yang lo lakuin, hm? Kalau lo tadi celaka, gimana?" kesal Emerald.
"Aku cuma takut kamu terluka lagi."
Emerald melepaskan pelukannya. Crystal terharu melihat mata sang mantan yang berkaca-kaca. Tak ada kebencian lagi, semuanya seakan musnah karena tindakan heroik Crystal.
Gadis berambut ikal terurai itu menahan tangis, berusaha mengutarakan maafnya lagi tentang pertunangan itu. “Maafin gue, Al.”
Emerald mengangguk, lantas tersenyum dan menyentuh lembut rambut Crystal. “Iya, udah gue maafin. Sekarang, luka lo harus diobati.”
Emerald merangkul bahu Crystal dan berjalan meninggalkan gudang. Sekalipun harus mengeluarkan darah, setidaknya insiden tadi sukses meluluhkan kemarahan Emerald. Rasa sakit tak lagi dirasakan oleh Crystal. Dia justru tersenyum sebab goresan itu mengantarkan maaf Emerald padanya.
"Makasih, Al," bisiknya.
"It's oke."
*
Pagi hari yang cerah. Hari ini adalah hari terjalinnya kembali persahabatan antara Crystal, Emerald, dan Intan. Yang paling bahagia adalah Intan. Kini dia tak lagi bingung harus berdiri di pihak siapa untuk meredam suasana. Emerald juga lebih banyak tersenyum pada Crystal, tak mau lagi menyinggung soal pertunangan yang sempat merobek persahabatan mereka.
Ketika bel istirahat terdengar, tiga serangkai itu berjalan penuh ceria menuju kantin. Senyuman mengembang di bibir mereka. Namun, senyum Intan memudar, kala dari kejauhan, mereka tak sengaja berpapasan dengan genk Beverly. Matanya tertuju pada Morgan.
“Idih, yang udah akur, sombong banget sama kita. Gak mau ngumpul lagi, di-chat pun gak dibalas,” seru Jimmy pada Crystal.
Crystal merengut sebab sindiran Beverly. “Ih, suka-suka gue. Lagian kalian juga pada sibuk pacaran, 'kan?”
Davin tertawa geli melihat bibir cemberut primadona sekolah itu. “Hahai, tau aja lo. Tapi kalo kalian berantem lagi, gue ogah jadi tempat curhat lo.”
“Davin!” kesal Crystal.
Sepanjang tadi mereka berceloteh ria, Morgan hanya menatap sinis Emerald. Emerald pun membalas tatapan itu tak kalah seramnya. Morgan tersenyum sinis dan menoleh pada Crystal.
“Lo dapat salam dari tunangan lo,” seru Morgan.
Entah apa maksud Morgan bicara begitu di depan Emerald. Para Beverly yang menyebalkan itu berlalu setelah sukses membuat ketegangan terjadi di antara mereka.
*
Bel selesai istirahat pertama terdengar. Namun, ada hal baru yang mengusik mereka. Ada pemandangan baru di sekitar. Suasana terasa bising, berkerumun melihat sesuatu, berlomba-lomba melihat betis indah dari langkah kaki seorang gadis cantik.
Suit-suit!
Ramai siswa yang menggodanya. Cantik! Seorang siswi cantik memberi untaian senyuman manis dan membuat para siswa terlena. Rambut ikal legamnya, ditambah dengan jepitan mutiara serta aksesoris lainnya yang membuat dandanannya mirip ABG Korea, memaksa para siswa terpesona. Sepertinya akan ada primadona baru di SMU Golden.
Suasana hening sesaat ketika seorang guru bersama si cantik itu melangkah masuk ke kelas XII IPA-1, kelas Crystal. Sama seperti di luar, di dalam juga para siswa sama hebohnya. Tampak Emerald pun terbius dengan wajah siswi baru itu.
“Ayo, silakan!” ucap guru itu, ramah.
Dia mengangguk singkat. “Hai, teman-teman. Namaku Mutiara Claire, aku pindahan dari SMU Kartika 3. Kalian bisa panggil aku Tiara aja. Terima kasih."
"Oke, Mutiara. Kamu duduk di ... sana, di samping Emerald. Dia wakil ketua kelas. Kebetulan, teman di sebelahnya lagi ga datang hari ini.”
Mutiara berjalan mendekati meja Emerald. Emerald benar-benar terpesona pada siswi baru bernama Mutiara itu. Mungkin lebih tepatnya, Emerald mengalami Love at The First Sight. Entah memang karena kecantikannya saja. Mutiara pun duduk di samping Emerald, lantas mengulurkan tangannya.
“Hei, gue Mutiara.”
Emerald tersenyum, lalu menyambut uluran tangan Mutiara. “Gue Emerald.”
“Lo cakep juga, ya! Bule, lagi!”
Emerald tersenyum, menggaruk tengkuknya sebab canggung. Tak tahu di sana, Crystal sudah mempautkan bibirnya. Mungkin saja cemburu. Dia mencoret-coret buku tulisnya saking kesalnya.
“Jealous, Neng?” celetuk Intan.
Crystal mengabaikan Intan saja.
“Intan!” panggil guru tadi.
“Ya, Bu?”
“Ini ... Ibu ada urusan sebentar. Awasi kelas, ya! Kerjakan soal halaman 56 di buku paket Fisika kalian.”
“Siap, Bu!”
Guru itu pun pergi. Intan bangkit dari duduknya, lantas memandang ke seluruh kelas. “Kerjakan, woy! Awas aja kalau pada ribut dan ga siap, gue jotos lo satu-satu!”
“Huuuhhhh!”
*
Mutiara's Syndrome terus bertahan sampai jam istirahat kedua. Ketika bel istirahat terdengar, para siswa dan siswi sudah seperti kumbang yang mengerubungi siswi bernama Mutiara itu. Dia pun cukup ramah menanggapi ajakan perkenalan mereka.
“Lo cantik banget, loh, Tiara,” puji salah seorang siswa bertubuh gempal.
Mutiara tersenyum. Ketika melihat Emerald hendak keluar kelas, Mutiara segera menghampirinya.
“Mau ke mana, Al?”
Emerald terkejut saat gadis cantik itu menghampirinya. Dia hanya membalas senyum, menampilkan deretan gigi putih rapatnya yang cantik.
Nih cewek cantik banget, sih? Kayak member girlband aja, batinnya.
"Emerald ...."
"Panggil gue Al aja kalau kepanjangan. Ini gue mau ke kantin. Laper,” ulas Emerald.
“Boleh ikut, gak?”
Emerald mengangguk saja dan mengajak Mutiara keluar kelas. Banyak yang cemburu, salah satunya Crystal. Sebenarnya Emerald sempat melihat ekspresi cemburu Crystal. Namun, dia lebih memilih tak peduli karena justru saat ini dia jauh lebih cemburu sebab Crystal tak menyadari dirinya mulai jatuh cinta pada Ruby.
Usai Emerald keluar, Crystal menarik tangan Intan untuk mengikuti mereka, “Yuk, Tan!”
“Ngapain ngikutin mereka, Crys? Gue kayak Spy Girl, tau! Kalau jadi Spy Girl-nya Morgan, gue doyan. Masa, jadi mata-mata cewek ala-ala Korea itu?” keluh Intan.
Crystal tak peduli, tak menanggapi ucapan Intan. Tetap saja dia memaksa Intan untuk pergi ke kantin. Mereka duduk jauh dari posisi Emerald dan Mutiara. Keduanya terlihat akrab. Crystal hanya manyun-manyun sendiri.
“Apaan si Al? Gak bisa liat cewek bening gitu aja, udah kecantol. Kalau gue mau, gue juga bisa dandan ala-ala Korea gitu. Gue pasti lebih cantik,” kesal Crystal sambil terus melahap menunya.
Intan cuma diam, terus menyantap semangkuk bakso -makanan favoritnya.
“Ih, kesal gue!”
Intan tetap tak acuh.
“Tan! Lo dengerin gue ga, sih?” dumel Crystal.
Intan akhirnya berhenti, masih dengan segumpal bakso yang terus dikunyahnya. Lalu, dia meletakkan garpu dan sendok. “Kenapa? Cemburu?” sergah Intan.
“Hah?”
“Gue tau banget, Crys, kalau lo masih sayang banget sama dia. Perasaan cinta dua tahun ga segitu mudahnya hilang. Tapi sekarang, lo harus lebih sadar, kalian udah putus. Dan lo ... harus bisa lebih hargai tunangan lo. Kasian tau, calon abang ipar gue.”
Crystal keki ketika Intan sok membela Ruby yang dia anggap calon abang iparnya. Dia menghela napas, kesal. Emerald dan Ruby, nyatanya, dia sudah jatuh cinta pada keduanya.
Bener juga yang dibilang Intan. Gue dan Al cuma teman. Gak lebih. Harusnya gue juga bisa lebih menata hati, mengingat saat ini juga ada Ruby di hati gue, pikirnya.
Crystal hanya bisa memendam rapat-rapat kecemburuannya, merelakan Emerald yang sekarang mungkin sedang menebar pesonanya untuk memikat hati Mutiara.
*
Bel usai pelajaran terdengar, Crystal ingin pulang bersama Emerald. Namun, sepertinya mantannya itu sedang gencar-gencarnya mendekati Mutiara.
“Pulang bareng gue, yuk!” ajak Emerald.
“Boleh, tapi gak ngerepotin, 'kan?” tanya Mutiara.
“Gak, kok. Ya, kan, Tan?” tanya Emerald sambil mencubit pinggang Intan.
“Aduh! Sakit, Lek! Kenapa tanya gue? Mobil, mobil lo. Bensin juga yang ngisi elo. Gak usah tanya gue,” ketus Intan.
Agak kesal dirinya karena melihat Mutiara yang terlalu centil. Crystal tak bicara, mereka berjalan menuju parkiran. Dia hanya terus memperhatikan raut wajah Emerald.
Ekspresi si Al sama persis waktu dulu dia pedekate sama gue. Dasar, batinnya.
Sampailah mereka di parkiran, sempat terhenti sesaat. “By the way, kenapa lo pindah ke sini, Ra?” tanya Intan.
Mutiara sepertinya tak mencium aroma sinis dari tatapan Intan dan Crystal. “Kata temen gue, SMU Golden itu terkenal sama segudang prestasi dan cowok gantengnya. Ternyata bener. Emerald salah satunya." Mutiara memuji Emerald.
Emerald senyum-senyum sendiri. Tak ada siapa pun yang mengusik Crystal. Sedari tadi, dia sibuk mengutak-atik ponsel-nya. Dia tersenyum ketika mobil Ruby berhenti di dekat mereka. Pangeran Charming itu tiba. Dia keluar dari mobilnya, lantas terkejut ketika Crystal menyambut dengan gembira akan jemputannya kali ini.
Ruby keluar dan mendekati Crystal, tetapi Crystal lebih dulu menghampiri dan berhambur ke pelukan Ruby. Ruby terkejut karena Crystal melakukannya tepat di depan Emerald. Apa motifnya?
“Lo lama banget, sih? Gue kangen banget sama lo, Bebi.”
Ruby mengernyit, sedikit mendekati telinga Crystal sambil berbisik, "Nama gue Ruby, bukan Beby."
"Berisik! Daripada gue panggil babi, mau?" oceh gadis belia tersebut.
Crystal segera melepas pelukannya. Lagi, Ruby terkejut saat Crystal sedikit berjinjit untuk mencium pipinya.
"Aku kangen," ucapnya lagi.
"Ck, beneran sakit kayaknya," lanjut Ruby.
Crystal pun segera menarik tangan Ruby untuk mendekati mereka.
“Oh iya, Baby, aku belum ngenalin mereka secara langsung, kan? Ini Emerald temanku, ini Intan sahabatku, dan itu ... Mutiara, si anak baru," sahut Crystal mengenalkan mereka bergantian pada Ruby.
Ruby mengulurkan tangan pada Emerald. Tatapan Emerald memang tajam, tetapi tak sesinis dulu. “Gue Emerald.”
"Aku Ruby."
Pandangan Ruby beralih pada Mutiara. Dia heran melihat gadis itu masih terhipnotis sepenuhnya.
“Hei!" Ruby melayang-layangkan tangannya di depan wajah Mutiara.
“Eh, eum ... aku Mutiara. Kak Ruby ganteng banget, sih."
"Ah, makasih!"
“Hei, Kak. Aku Intan, calon adik ipar Kakak,” canda Intan.
“Hah? Kamu pacarnya Morgan?” tanya Ruby.
Intan tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya. “He-he. Ngarepnya, Kak!”
Ruby tersenyum dan mulai mengeratkan jemarinya untuk menggandeng tangan Crystal. “Kakak kira benar, loh. Soalnya, kamu itu tipe Morgan banget, Tan,” ucap Ruby.
Intan melongo. Sekalipun Crystal dan Ruby sudah pergi, dia tetap membisu. Tinggallah Mutiara dengan segala aura cantiknya yang seolah meleleh akan pesona Ruby. Sementara itu, Emerald tertegun dengan setumpuk kecemburuan ketika melihat Crystal terlihat mesra dengan Ruby.
*
Semenjak Mutiara semakin dekat dengan Emerald, Crystal terbakar api cemburu. Apalagi hampir semua siswa IPA-1 menyukai Mutiara, Crystal semakin iri. Bukan cuma karena ada primadona baru yang menggantikannya di sekolah itu, sebab Emerald pun enggan perhatian lagi padanya.
“Crys, hari ini, Kak Ruby jemput lo, gak?” celetuk Mutiara tiba-tiba.
“Emangnya kenapa?” tanya Crystal, heran.
“Sumpah, cowok lo itu charming banget. Gue mau, deh, jadi cewek dia. Eh, udah ada lo, ya? Jadi selingkuhan juga boleh," angan Mutiara.
Crystal tersenyum kecut. “Dia gak jemput gue, soalnya gue mau liat turnamen basket bareng Intan.”
Crystal terlihat ketus, Mutiara dapat menangkap aura sinis itu. Seenaknya, Emerald datang dan menggandeng Mutiara tepat di depan matanya.
“Ikut gue, yuk!” ajak Emerald.
“Ke mana, Al?”
“Udah ... ikut aja!" ujar Emerald, lalu menoleh pada Crystal. "Crys, pinjam Princess-ku, ya!”
Emerald keterlaluan. Bisa-bisanya memuji Mutiara di depan Crystal. Crystal cuma bisa bengong dan kesal. Sebenarnya Emerald juga sedih lantaran menyakiti Crystal. Biar bagaimanapun, satu-satunya primadona di hati Emerald adalah Crystal.
Maaf, Crys. Bukannya gue mau nyakitin lo, tapi gue sekarang lagi berusaha move on dari lo. Sama seperti lo yang mulai gantiin posisi gue dengan dia, batin Emerald.
Crystal kesal, hanya duduk sendiri di kelas. Intan tak tampak, mungkin dia sedang menguntit anak-anak basket yang sibuk latihan untuk turnamen pulang sekolah nanti. Wajah Morgan yang jadi target pantauannya. Crystal gundah gulana. Dia mengambil ponsel-nya, mencari kontak ponsel Ruby. Sedikit ragu, akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Ruby.
“Halo, By.”
Di seberang sana, Ruby tak segera menjawab, hanya helaan napasnya yang terdengar berat.
"Haaahhh ..."
“Halo, Ruby!” jerit Crystal.
“Crys, nanti aja lagi neleponnya, ya? Aku lagi sibuk, nih.”
“Sibuk? Sibuk apa? Lo lagi ngapain, sih?”
“Aku lagi di atas!”
Crystal mengernyitkan alisnya. Atas? Atas mana? Lagi benerin genteng? pikirnya.
"Ruby! Lo ngapain di atas gue lama-lama?! Gue udah pegel, nih, di bawah lo dari tadi! Oh iya, keringatan gitu, elo makin sexy, deh, By!”
Crystal terkejut mendengar teriakan seorang gadis yang menyela dari seberang ponsel.
"Kamu ngapain di bawah terus, Ris? Gantian aja kamu di atas aku. Capek banget, sumpah!" sahut Ruby.
"Aku lebih suka di bawah kamu! Itung-itung ketahanan fisik nungguin kamu ada di atas aku. Nanti kita tukaran posisi, ya!"
“RUBY!” Crystal kesal sambil membanting ponsel-nya.
Entah apa yang dipikirkannya. Dia sangat cemburu mendengar drama di seberang sana.
Di sisi lain, ponsel Ruby hampir saja terjatuh mendengar jeritan Crystal. Dia segera memasukkan ponsel ke saku celananya.
“By! Cepetan naik, atau turun! Udah pegel tanganku!” teriak gadis itu lagi.
Dia sedang mengikuti wall climbing dengan Ruby. Posisinya masih agak jauh di bawah Ruby.
"Beda tali gini, kenapa gak manjat duluan aja? Ngapain nungguin aku?" ujar Ruby.
"Ini namanya challenge, By!"
Ruby memanjat lagi, lantas sedikit terkejut saat serbuk-serbuk pasir jatuh ke wajahnya.
Ruby mengusap matanya. Badai pasir yang dahsyat. Dari mana sumbernya? Salah seorang mahasiswa club MAPALA juga, temannya yang sudah dengan lincahnya naik ke atas.
“Bis! Manjat, ya, manjat aja. Ngapain bersih-bersihin sepatu di dinding? Kayak badai pasir tornado!” kesal Ruby.
“Sori, Bro! Gue tadi nginjek t*i kucing, deh!” ujar temannya di atas sana. Sedikit kurus dengan rambut agak panjang, lalu dikuncir pada puncak kepalanya.
“Sialan! Setan, lo!” rutuk Ruby.
“Becanda, mah. Lagian, lo ngapain aja? Gak konsen gitu.”
Akhirnya, mereka mendarat di tanah, duduk bersama sambil menenggak air dingin. Sesekali, Bisma dan Ruby menghapus keringatnya.
“Oh iya, gimana soal birthday project untuk MAPALA tahun ini, Bis?” Riska buka suara.
“Hm, ketua ngajuin orientasi lingkungan ke sekolah-sekolah gitu. Khususnya ke kelas dua belas. Sekalian promo kampus kita juga,” jelas Ruby.
“Agaknya bakalan ada kendala. Proposalnya aja belum nyampe ke rektor, masih ngadat di pembina. Dari mana kita dapetin dana untuk study tour nanti? Mana pake dua kelas, lagi!” kesal Bisma.
Riska menepuk bahu Ruby. “Ck, gunain dana dari keluarga Alexander, dong.”
Ruby mengangguk setuju. “Itu opsi terakhir, sih. Tapi tetep aja kita perlu persetujuan untuk project itu dari rektor. Nge-booking dua bus pariwisata dan semalaman di Cibubur, kan, butuh biaya gede juga.”
Riska dan Bisma segera bangkit dari duduknya. “Eh, kita mau ke kantin. Laper. Mana bentar lagi masih ada jam kuliah,” ucap Riska.
“Kalian duluan aja. Ntar aku nyusul,” seru Ruby.
“Bagus, deh. Ga gangguin orang pacaran," ujar Bisma.
“Ish, ngomong seenak udelmu,” seru Riska sambil menoyor kepala Bisma.
Sepasang kekasih itu pergi. Ruby segera merogoh sakunya dan menghubungi Crystal. Klik! Panggilan tersambung.
“Halo, Crys. Sori soal tadi.”
"Ngapain lo nelepon gue? Udah gak sibuk? Ngapain lo tadi? Cih, kayak gitu kelakuan lo, ternyata!” sahut Crystal dari seberang sana.
Ruby bingung. Kenapa lagi si Crystal ini? Kesurupan? pikirnya.
Dia menstabilkan emosinya untuk menyerang kesengitan Crystal. “Kamu kenapa, sih? Jangan mulai lagi, deh.”
“Lo itu yang sok sibuk. Ngapain tadi?”
“Emangnya kamu tega ngeliat aku jatuh? Aku tadi lagi wall climbing, makanya aku ga bisa ngobrol lama sama kamu.”
“Wall ... climbing?”
“Iya.”
Klek! Crystal menutup panggilan. Ruby tampak keki karena Crystal sangat mudah berubah mood-nya.
*