8-Menjemput Mariam

1012 Kata
Darian dan Arka sudah berada di halaman rumah Mariam. Mariam sedang mandi saat itu, sedangkan Prisa sedang duduk manis di teras sambil mengobrol dengan mamanya. Sedangkan ayah lagi nonton acara tv pavoritnya. Prisa dan mama terkejut melihat mobil asing yang terparkir. Mereka sudah tahu mobil Arka, tapi mobil yang satunya mereka tidak tahu. Mereka berdiri memperhatikan siapa yang datang. "Prisa, Arka datang sama siapa?" "Mana aku tahu mam, atau jangan-jangan sama calon jodoh kakak!" Prisa terkejut dengan cepat dia masuk kedalam rumah dengan setengah berlari. Ia ingin memberitahukan nya kepada Mariam. "Kak!" teriaknya dengan lantang, bahkan sampai terdengar di telinga Darian. Darian yang masih belum turun dari mobil, menghela napasnya. Rasanya ketemu calon mertua lebih menguras energi, ketimbang ketemu lawan bisnis. 'tok tok' Arka mengetuk pintu mobil Darian. Darian membuka sedikit kaca jendela mobilnya. "Ada apa?" dengan datarnya. "Ada apa? Kita sudah sampai, kak! Nanya ada apa lagi," kesal Arka, dia merasa Darian menjadi seperti orang bodoh saat ini. "Huuuh!" Darian menghela napas dalam-dalam. Dia masih bisa menunjukkan raut wajah datar tanpa rasa bersalahnya. "Oh, begitu." Darian segera turun dari dalam mobilnya. Dia berdiri di samping Arka. "Oh, dia hanya bilang oh. Mengesalkan sekali!" gerutu Arka. "Kamu mengatakan sesuatu?" menatap sinis kepada Arka. "Heheh. Tentu saja tidak, kak!" tertawa yang dipaksakan. "Semoga kak Mariam bisa menjinakkan singa jantan menyebalkan ini," gumam Arka dalam hatinya. Dari ambang pintu mama dan ayah sudah menatap mereka dengan pandangan yang berbeda. "Apa dia calon Mariam, wah kayaknya dia orang yang hebat. Gagah, tampan dan berkarisma. Semoga Mariam berjodoh." Mama tersenyum senang melihat Darian. "Aku jadi ragu jika orang itu akan menerima Mariam, dia kan pengusaha sukses yang terkenal dingin kepada wanita. Apa lagi akhir-akhir ini di rumorkan seorang penyuka sesama jenis." Dalam hati ayah. Dia sering melihat Darian ada di beberapa majalah bisnis, atau surat kabar online yang sering ia baca. "Ayah, mama. Kenalkan ini kakak sepupuku namanya Darian." Arka memperkenalkan Darian dengan sopan. "Darian," mengulurkan tangannya, dan sedikit menganggukkan kepalanya. Namun tatapan dan ekspresinya tetap dingin. "Ya ampun. Masa sama camer saja, kayak sama klien. Huuh. Bisa-busa di tolak jadi menantu." Arka jadi sedikit gelisah melihat Darian yang seperti itu. "Danu, ayah Mariam sama Prisa." Ayah tak kalah dinginnya. "Hah, jadi duo kulkas nih," dalam hati Arka, melihat interaksi antara Darian dengan Ayah Danu. "Saya Irma, mama nya duo cantik. Hehehe." Mama Irma menepis tangan suaminya dan segera menyambut tangan Darian dengan sikap ramah dan hangatnya. "Ayo masuk!" tersenyum ramah. Darian dan Arka pun memasuki ruang tamu, mereka duduk santai menunggu Mariam. Darian memang tak suka banyak bicara seperti Arka, dia hanya bicara seperlunya saja. Suasana terasa hening, dingin dan mencekam. Membuat Arka bergidik ngeri. "Gini ni. Kalau duo kulkas bertemu," gerutu Arka dalam hatinya. Tidak lama kemudian Mama Irma masuk dengan membawa nampan berisi air teh hangat dan brownies ke ruang tamu. "Ayo di minum dulu teh nya mumpung masih hangat," dengan wajah berbinar, dia senang dan berharap Mariam berjodoh dengan Darian. "Terimakasih mah." Arka, langsung saja menyeruput teh dan memasukkan brownies ke dalam mulutnya. "Daripada kesal lihat duo kulkas, mendingan makan brownies. Aaah, mantap," dengan senangnya. Darian menatap Arka sambil geleng-geleng kepala. "Dasar gak punya malu," gumaman Arka terdengar Darian, membuatnya jadi malu. Mama Irma berusaha mencairkan suasana. Dia menanyakan banyak hal, dan Darian selalu menjawab pertanyaannya dengan datar tanpa ekspresi. Sementara itu di kamar Mariam. "Kak, dia datang!" dengan napas tersengal-sengal, karena capek berlari ke kamar Mariam. "Dia siapa?" Mariam baru selesai mandi, dia sudah berpakaian lengkap. "Calon suamimu!" dengan sedikit gugup. "Ck, ck. Lalu?" Mariam bersikap cuek. "Kau yang mau berkencan, tapi aku yang gugup. Gimana sih," kesal, karena Mariam cuek begitu. "Lalu, aku harus gimana?" duduk di meja riasnya, mengoles sedikit pelembab, lalu menyapukan bedak ke wajahnya. "Berdandanlah yang cantik, berpakaian yang sexy. Gerai rambutmu dan segera temui dia. Oke!" Prisa berjalan keluar dari kamar Mariam. Setelah prisa keluar. "Aku harus bagaimana ini. Ya ampun, aku akan ketemu jodohku. Apa aku harus senang atau sedih, aku sama sekali gak tahu." Mariam panik mondar mandir di depan tempat tidurnya. Tadi akting Mariam begitu hebat dan patut di acungi jempol. Didepan prisa dia mampu berakting cuek seolah tak peduli. Padahal sebenarnya, dia sangat cemas dan gelisah. "Aku harus pakai baju apa ya? Aaah, kenapa grogi begini. Gak perlu dandan lah, lagian dia pasti nolak aku juga. Prisa bilang, dia kan penyuka sesama jenis, terus suka nolak wanita lagi." "Huuuh" Mariam menarik napasnya panjang-panjang, lalu menghembuskan nya dengan pelan. Menutup matanya lalu mengatur hati dan pikiran nya supaya lebih relax. "Oke, aku harus bisa beracting seolah cuek. Ya seperti pada Prisa tadi." Akhirnya Mariam mengganti pakaiannya dengan mengenakan sebuah dres warna peach dengan lengan tiga perempat. Panjang dresnya sedikit di bawah lutut. Belahan d**a yang tidak terlalu rendah, sehingga pakaiannya berkesan tertutup dan sopan. Seperti biasanya, Mariam hanya memoleskan pelembab bibir. Tapi kali ini, dia memoleskan lipstik warna merah muda tipis-tipis. Membuatnya, terlihat lebih muda dan cantik natural. Untuk rambut, Mariam seperti biasanya. Dia mencepol satu dan memperlihatkan leher jenjang putih mulusnya. Selesai bersiap. Dengan tas kecil yang di sampirkan di bahunya. Mariam berdiri didepan pintu kamarnya sambil berusaha menekan rasa gugupnya. "Oke, siap. Tenang, aku harus tenang. Huuh," tersenyum manis, ya dia sedang melatih bibirnya agar tersenyum manis. Berulang-ulang Mariam tersenyum di balik pintu. Setelah itu dia segera kuat dari kamarnya. Menuruni tangga dengan langkah yang terasa berat. Dia sudah berada di ambang pintu ruang tamu. Dia diam kaku tsk bergeming, melihat sosok pria yang pernah di temui nya di kafe tadi siang. Semua mata tertuju pada Mariam. Darian menatap nya dengan dingin tanpa ekspresi sesaat. Tapi, tiba-tiba saja bibirnya menyunggingkan senyum meski sekilas. "Aduh, kenapa gak pakai pakaian yang lebih sexi gitu. Dan itu rambut, bukan nya di gerai malah di Cepol. Huuuh," dalam hati Prisa. "Kak Mariam memang cantik natural." Arka memujinya dalam hati. "Mariam, sini sayang " Mama segera menghampiri Mariam dan menggandengnya ke hadapan Darian. "Ayo kenalan dulu" ujar mamanya. Mariam mengulurkan tangannya. "Mariam." Bibirnya tersenyum manis, senyuman yang sudah dia latih tadi. "Darian." Darian menyambut tangan Mariam, dia seperti enggan melepaskan tangan lembut dan hangat milik Mariam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN