10 APA YANG ADA DALAM PIKIRANNYA
"Kalau aku menerimamu, apa kamu juga akan menerimaku?"
Mariam memberanikan diri untuk buka suara, meski sebenarnya sangat sulit. Suaranya sedikit terbata-bata dan lirih, karena takut mendengar jawaban dari Darian.
Darian tersenyum, "Tergantung pada dirimu sendiri juga," jawaban Darian seakan menampar Mariam sampai ke jantungnya.
Mariam menundukkan pandangannya. Kedua tangannya saling meremas di bawah meja.
***
"Maksud kamu apa?" sedikit gugup.
"Apa ini? Kamu seolah-olah mau menerimaku, lalu menghempaskanku dengan perkataanmu itu? Jika benar, ini sungguh merendahkan harga diriku sebagai seorang wanita!" Mariam sangat geram dengan perkataan Darian, namun hanya mampu berteriak dalam hatinya.
Darian tersenyum sinis. "Dengar ini, aku tidak akan bisa memuaskanmu. Jadi kalau kamu mau menikah denganku kamu harus bisa menahan diri untuk tidak aku sentuh! Heh," dengan senyuman liciknya.
Deg, jantung Mariam berdegup kencang, dia bingung mendengar perkataan Mariam. Tapi, sesaat kemudian dia mulai mengerti apa maksud pria berwajah dingin itu.
Suasana tiba-tiba saja berubah makin mencekam.
Apalagi Darian berkata dengan begitu dingin dan sinisnya. Mariam yang dari tadi lebih banyak menunduk, akhirya berani sedikit mengangkat wajah.
Dia menatap dalam manik mata Darian. Darian tampak sedikit salah tingkah. Namun menutupinya dengan pura-pura batuk.
Uhuk uhuk
Beruntung pelayan keburu datang membawa pesanan mereka.
"Selamat menikmati," ucap pelayan itu, dengan sopan lalu dia pergi setelah meletakkan pesanan di meja.
Darian segera mengambil minumannya dan meminumnya, hatinya sedikit tenang.
Darian balas menatap mata Mariam dengan dalam dan penuh arti.
'Deg'
Jantung Mariam berdegup kencang seolah akan melompat keluar dari dadanya, saking kencangnya.
Mariam segera menundukkan pandangannya kembali. "Aduh, kenapa jantungku berdegup kencang dan hatiku rasanya berdebar begini sih, tidak mungkin kan aku suka pria ini!" gumamnya dalam hati, tanpa di sadari pipinya mulai merona.
Darian tersenyum melihat tingkah Mariam yang terlihat begitu gugup." Menggemaskan," bergumam pelan. Hanya satu kata itulah yang memenuhi otaknya saat ini. Namun, ternyata gumamannya terdengar Mariam, meski samar.
"Kamu mengatakan sesuatu?" masih menundukkan pandangan nya.
"Tidak," Jawabannya begitu dingin dan kaku.
"Ya ampun, semoga dia bukan jodohku. Menyebalkan!" gerutu Mariam dalam hatinya.
"Jadi apa jawabanmu?" demi apapun, sebenarnya Darian begitu cemas menunggu jawaban dari Mariam.
"Aku harus jawab apa? Hah. Jika aku menolak hanya karena alasan seperti itu, mungkin dia akan berpikir kalau aku wanita yang haus sentuhan pria," pikir Mariam, dia menghela napas panjang.
"Aku tidak masalah dengan keadaanmu yang seperti itu, mungkin suatu hari nanti kamu bisa disembuhkan." dengan seulas senyumannya.
Senyuman itu mampu membuat seorang Darian begitu terpesona dan ingin sekali mencicipi bibir merah jambu milik Mariam.
"Ehm, huuuh," Darian berdehem dan mengembuskan napas pelan untuk mengusir perasaan gemuruh di dadanya.
Mariam merasa heran dengan sikap pria di hadapannya itu. Kadang dia terlihat begitu dingin dan kaku, tapi kadang terlihat seperti salah tingkah, meski cuma sebentar saja.
Mariam memberanikan diri untuk menatap Darian kembali. Dua pasang netra mata mereka saling bertemu kembali.
'Deg'
Dua jantung manusia itu saling berdebar kencang.
"Sialan! Kenapa dia begitu manis dan membuatku tak tahan ingin memakannya!" gerutu Darian dalam hatinya, dia berusaha untuk menahan gemuruh di dalam d**a. Dia tidak mau kelihatan bodoh.
"Kenapa dia terlihat begitu tampan, sayangnya dia begitu dingin. Tapi demi apapun, dia sangat mempesona!" Gumam Mariam dalam hati, tanpa dia sadari pipinya kembali merona dan senyuman lebar tersungging di bibir merah jambunya.
"Huuuh." Darian menghela napas, mengusir rasa gelisahnya.
"Kenapa tersenyum? Apa kamu menyukaiku?" ujar Darian dengan mengulas senyuman, meski sangat tipis.
"Uhuk, uhuk." Mariam terbatuk-batuk. Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering. Dia gugup.
Dengan cepat dia menyeruput minumannya, bahkan langsung ia habiskan dalam sekali tegukkan saja.
"Hei, pelan-pelan kalau minum. Kamu bisa tersedak!" Darian terlihat panik.
"Kenapa? Apa yang salah? Aku sangat haus tadi." Mariam tidak sadar kalau Darian sedang begitu menghawatirkannya.
Sementara itu, di meja lain tampak sepasang sejoli sedang memperhatikan mereka dengan geleng-geleng kepala.
"Mereka itu seperti pasangan yang bodoh, ck ck." Arka memasang wajah kesalnya.
"Aku gak habis pikir. Kakakmu itu tampan dan berkuasa, apa dia sama sekali belum pernah dekat dengan wanita mana pun." Kesal Prisa.
Prisa dan Arka dari tadi memperhatikan mereka dari tempat yang tidak terlalu jauh.
"Setahuku ada satu wanita yang pernah dekat dengan kak Darian." Arka tampak mengingat sesuatu.
"Siapa?" Prisa antusias, dia tidak ingin ada pelakor dalam kehidupan kakak sepupunya.
"Teman semasa SMA nya, sebelum kakakku pindah ke Belanda." Arka masih berusaha mengingat nama wanita itu.
"Berarti udah lama dong? Apa setelah itu mereka gak pernah ketemu lagi?" Prisa begitu antusias. Dia harus mendapatkan banyak informasi, karena ini berhubungan dengan masa depan kakaknya.
"Sepertinya tidak, karena setelah ke Belanda kakak ku jarang pulang. Dia hanya pulang setahun sekali atau dua kali saja. Dan semenjak itu juga kakakku tak pernah terlihat menggandeng wanita lagi," tutur Arka, diselingi menyeruput minuman es teh Krisannya.
"Namanya siapa?" menatap Arka dengan penuh rasa penasaran.
"Namanya, Mar..., Martha. Ya namanya Martha." Arka tersenyum lebar, dia bisa mengingat nama wanita yang pernah mengisi hati Darian begitu dalam.
Prisa tampak sedikit galau. Dia takut wanita itu masih ada dalam hati Darian. Dia ingin kakaknya mendapatkan kebahagiaan penuh.
"Dia seperti apa? Apa dia cantik?" Prisa sedikit lesu.
Arka memegang tangan Prisa dengan lembut. Dia tahu apa yang sedang di pikirkan Prisa saat ini.
"Dia memang cantik dan sexy, tapi aku yakin kak Darian sudah bucin sama kakakmu. Dia pria setia, dia tak akan membiarkan wanita lain manapun masuk ke hatinya termasuk mantan pacarnya itu " Tersenyum, menenangkan Prisa.
"Dari mana kamu tahu?" mengernyitkan dahinya.
"Tuh." Arka menunjuk ke arah Darian dengan lirikannya.
Prisa mengikuti arah lirikan mata yang di tunjukkan oleh Arka.
Tampak Darian sedang memasang wajah kesalnya.
"Hei jangan tatap calon istriku seperti itu!" Darian menghunuskan tatapan mata membunuhnya.
Meski suara nya rendah, namun nada bicaranya penuh penekanan dan aura dingin yang kuat.
"Ma, maaf. Maafkan saya tuan." Pria itu terlihat gugup dan ketakutan.
"Darian sudahlah, lagian apa salah dia? Dia hanya menyapaku saja." Mariam menyentuh tangan Darian dengan lembut, dia ingin menenangkan Darian. Dan itu berhasil.
"Baiklah, aku memaafkanmu. Karena calon istriku yang memintanya, pergi sana." Darian mengibaskan tangannya.
Pria itu pun menundukkan kepalanya sedikit, berterima kasih pada Darian dan Mariam. Lalu pergi dengan tergesa-gesa, dia ketakutan.
"Sebenarnya salah apa dia?" Mariam heran tak mengerti, kenapa Darian bisa marah.
"Kamu memang bodoh ya! Dari tadi pria itu menatapmu, aku tidak suka!" Darian berkata dengan ketus.
Saat itu tanpa sengaja, Darian melihat seorang pria muda menatap kagum kearah Mariam, dengan cepat dia memanggil pria itu kehadapannya. Dan mulai memberinya peringatan.
"Hanya karena itu?" rasa tak percaya di hati Mariam, bahkan dirinya sendiri tidak tahu ada pria yang menatapnya.
Sebenarnya mungkin karena Mariam tidak pernah membuka hatinya untuk pria manapun selain Firza saat ini, membuatnya tidak sadar kalau selama ini banyak pria yang mengaguminya dalam diam, termasuk teman sekantornya.
Para pria itu tampak transfraran di mata Mariam, tak terlihat, tak terasa dan tak tercium baunya sedikit pun.
Dan hari ini, Mariam mengetahui nya dari Darian. "Sebenarnya apa sih yang ada di pikirannya?" menatap heran ke arah Darian.
"Aku tidak yakin, pria itu menatapku. Mana mungkin!" Mariam tersenyum kecut penuh rasa tidak percaya.
"Apa kamu tidak sadar, kamu itu sangat...." Darian tidak melanjutkan perkataannya, dia tidak ingin menjatuhkan harga dirinya dengan mengakui sesuatu.
"Sangat apa?" Mariam penasaran.
"Sangat jelek," jawab Darian ketus, lalu mulai memasukan makana ke mulutnya.
"Dasar mulut cabe, kalau ngomong itu coba di saring dulu dong! Menyakitkan!" maki mariam, tentu saja dalam hatinya.
Mariam tersenyum kecut, lalu mulai menyantap makanannya. Dia tidak ingin lama-lama bersama pria dingin dan aneh seperti Darian, pikirnya.
Sementara itu Darian makan dengan sesekali menatap dalam ke arah Mariam ada rasa berbeda, ada rasa gemuruh yang membuncah dan seperti ingin meledak di dadanya.
Sesekali Darian melirik ke kiri dan kanan, dia menajamkan pandangannya kepada para pria yang berani menatap Mariam.
Makanan habis di santapnya. Darian mulai bersuara kembali.
"Minumlah punyaku!" Darian menyodorkan gelasnya ke depan Mariam. Minuman Mariam sudah habi dari tadi.
"Tidak perlu, saya bisa pesan lagi," dengan seulas senyumannya.
"Minumlah!" ulang Darian dengan tatapan dalam yang tak dimengerti Mariam.
"Apa aku harus minum dari gelas bekasnya, aku tidak mau." Mariam masih menatap gelas itu dan tak berminat sama sekali.
Darian memutari kursinya, berjalan ke samping Mariam. Mengambil gelas minuman nya dan menempelkan nya tepat di bibir Mariam.
Mariam kaget dan terpaksa meminumnya.
"Bagus." Darian kembali ke kursinya dengan senyuman yang mengembang sempurna.
"Jijik." Dalam hati Mariam.
Sementara itu Prisa tertawa terbahak-bahak, melihat hal itu.
"Kenapa tertawa?" Arka bingung.
"Kak Mariam itu kan paling gak mau makan sama minum dari wadah yang sama dengan orang lain, tapi kakak mu sudah memaksanya. Aku yakin, kakakku merasa mual dan ingin muntah." Prisa berusaha menahan tawanya.
"Benarkah?" Arka hanya merasa kalau Darian terlihat bodoh saat ini, bahkan ini diner pertama mereka.