10. Sebelum Acara Sweet Seventeen

2584 Kata
Aira menghampiri ayahnya yang tampak sangat antusias menyambut sanak saudara yang menyempatkan diri untuk hadir. "Aira mau bicara dengan ayah, boleh?" Melihat ayahnya mengangguk, Aira kemudian melanjutkan ucapannya. "Kita di taman belakang ayah, disini sangat ramai" Farhan mengikuti langkah putrinya menuju taman belakang. Ia duduk di sebuah gezebo kecil yang berada di samping kolam renang. "Mau bicara apa sayang?" Farhan merasa sedikit aneh, ketika Aira tiba-tiba menemuinya secara khusus. "Aira mau dengar cerita tentang ayah dan mommy di masa lalu" Wajah Farhan berubah pias ketika itu. "Ayah please, anggap saja Aira meminta kado ulang tahun dari ayah kali ini." Farhan nampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Tidak ada yang menarik dari kisah ayah dan mommy Aira." Melihat tatapan kecewa Aira, membuat Farhan kembali menganggukkan kepalanya. "Baiklah, ayah akan bercerita. Kamu sudah dewasa sekarang, ayah yakin kamu sudah mampu menimbang mana yang baik dan buruk" Dulunya sebelum ada kabar perjodohan tentang dirinya dan Chaira, Farhan dan Livia merupakan pasangan kekasih yang saling mencintai satu sama lain. Jarak yang memisahkan mereka tidaklah menjadi penghalang hubungan cinta tersebut. Antara Makassar dan Jogjakarta, justru membuat rasa tersebut semakin besar. Mereka hanya bertemu tiap kali Livia memiliki cuti semester. Pertemuan setelah berpisah sekian lama membuat mereka sering bepergian bersama untuk menebus masa yang terlewatkan. Keintiman tersebut Membuat perasaan dalam diri keduanya sudah saling terikat satu sama lainnya. Kenyataan pahit harus Farhan terima, ketika bundanya datang membicarakan perjodohan yang katanya sudah di atur jauh sebelumnya. Tentu saja ia menolaknya, Livia adalah satu-satunya cinta dalam hidupnya. Tidak mungkin dirinya akan meninggalkannya karena hubungan mereka sudah terlalu jauh. Ia sudah memantapkan hatinya untuk menjalin komitmen yang lebih serius dengan kekasihnya itu. Sayangnya ayah dan bundanya tidak menerima alasan apapun untuk menolak kesepakatan tersebut. Dengan berat hati Farhan menuruti keinginan orang tuanya untuk menemui Chaira yang katanya akan di jodohkan dengannya. Farhan sengaja datang terlambat, meskipun ayah dan ibunya terus mewanti-wantinya. Bahkan sebelum datang kerumah Chaira, dirinya masih menyempatkan diri berkomunikasi dulu dengan pujaan hatinya. Tentu saja dirinya menyembunyikan perihal itu kepada Livia. Ia akan tetap mengupayakan agar perjodohan ini di batalkan seiring waktu berjalan. Namun sekuat hatinya menolak, rasa kagum mulai muncul ketika pertama kali dirinya melihat Chaira. Gadis manis dengan rambut panjangnya yang di gerai sukses membuat matanya tidak bisa berkedip. Bahkan bunda harus menendang kakinya dari bawah meja untuk membuat dirinya kembali tersadar. Dari pertemuan tersebut, Farhan menarik kesimpulan jika Chaira juga terpaksa menerima hubungan yang akan mereka jalani. Namun mereka sama-sama tidak mampu untuk mematahkan keyakinan orang tuanya. Setelah pernikahan terjadi, Farhan memboyong istrinya ke kediamannya sendiri. Ia memang sudah memiliki rumah pribadi jauh sebelumnya. Melihat Chaira yang selalu berusaha menjadi istri yang baik untuknya membuatnya selalu uring-uringan. Selama tinggal bersama mereka memang tidur di kamar yang terpisah, dan bagusnya lagi Chaira tidak pernah protes untuk setiap keputusan yang ia ambil. "Aku kan sudah bilang berkali-kali tidak usah melakukan semua ini" Ucap Farhan dengan nada suara membentak. Chaira pagi ini sedang menata sarapan di meja makan. "Aku hanya menyiapkannya untukmu. Bibi yang memasaknya." Chaira masih berharap jika Farhan akan menuju meja makan. "Kamu tidak usah berusaha untuk terus menarik perhatianku, aku memiliki kekasih dan kami akan menikah setelah pendidikannya selesai dalam dua tahun kedepan." Farhan memang menghampirinya tapi bukan untuk makan atau sarapan sesuai dengan permintaannya, melainkan mengingatkan posisi dirinya di rumah yang sekarang ia pijak. "Aku tidak mempermasalahkan hubungan kita yang akan berakhir dalam dua tahun kedepan. Aku hanya melakukan tugasku saja, sebagai istri aku melakukannya untuk baktiku kepada suamiku." Ucap Chaira dwngan pembenarannya. "Benarkah, apa itu caramu untuk menarik diriku secara perlahan" Farhan mulai tersulut emosi melihat Chaira yang tidak putus menyahuti ucapannya. "Aku tidak pernah berniat buruk tentang pernikahan kita. Jika kamu mau tahu, aku juga tidka sepenuhnya menerima hubungan ini. Tapi aku tidak pernah berniat untuk mempermainkan pernikahan seperti yang kamu mau. Aku..." Ucapan Chaira terputus karena Farhan yang kembali membentaknya. "Apa..? Kamu mau menjalankan setiap kewajiban istri kepada suaminya?" Baiklah laksanakan tugasmu sebagai seorang istri yang baik. Aku ingin melihatnya" Farhan mendekat ke arah Chaira. Melihat tindakan Farhan yang tidak biasa, membuat Chaira merasa takut. Ia berjalan mundur mencari sandaran, entah kenapa melihat Farhan seperti ini membuat dirinya bergidik ngeri. "Kenapa?" Tanya Farhan. Langkahnya tidak berhenti. ia terus mendekat ke arah Chaira yang terus melangkah mundur. "Maksudku bukan seperti itu" Ucap Chaira dengan suara terbata-bata. "Lalu, yang seperti apa? menyiapkan sarapan, pakaian, Bulshiit!! Kenapa setengah-setengah jika ingin melakukan yang terbaik, kenapa tidak melemparkan tubuhmu juga di hadapanku? Bukankah itu yang paling kamu inginkan?" Farhan terus berjalan mendekati Chaira yang sudah terlihat lemas. Kakinya serasa lemah, tidak mampu membawa bobot tubuhnya. Chaira tidak mampu lagi bergerak beruntung Tubuhnya sudah mendapatkan sandaran, sednag Farhan masih tetap berjalan kearahnya. Chaira sudah tidak bisa lagi bergerak, tubuhnya terhimpit di tembok, Farhan juga langsung menyerang bibirnya dengan kasar. Air matanya jatuh berlinang, namun dirinya tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan aksi pria tersebut. Farhan terus menguasainya, ia tidak sadar jika perbuatannya sudah sangat melukai hati Chaira. Hanya air mata yang menjadi saksi, suara gelas jatuh membuat Farhan tersadar. Ia melepas Chaira dan berlalu. "Maaf den Farhan, bibi tidak sengaja menjatuhkannya" Ucap asisten rumah tangganya dengan wajah tertunduk. Farhan tidak menggubrisnya. Ia hanya berlalu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sedang Chaira, ia meluruhkan tubuhnya kelantai masih tetap bersandar di dinding. Ia akhirnya bisa menyuarakan tangisnya yang terpendam. "Nak Chaira, bibi antar ke kamar yah" "Sabar yah nak." Bibi sangat tahu bagaimana perlakuan Farhan selama ini terhadap istrinya. Namun ia tidak mampu berbuat apa-apa. Dia bukan siapa-siapa yang bisa menyuarakan isi hatinya disini. Hanya kekuatan yang bisa ia berikan untuk Chaira. Ia sangat tahu jika wanita tersebut merasa rapuh meski terus berusaha baik-baik saja. Farhan menghempaskan pintu mobilnya ketika dirinya sudah duduk di balik kursi kemudinya. Lagi-lagi tangannya memukul dengan kasar stir yang sednag di pegangnya. Bayangan terakhir perlkauannya terhadap Chaira membuat dirinya merasa berslaah. Ia baru menyadari jika tindakannya kali ini sudah sangat keterllauan. Ia merasa berslaah, ketika bayangan Chaira yang berlinanagn air mata terus menari di sudut matanya. "Aku akan minta maaf setelah pulang kerja nanti" Farhan kemudian melajukan kendaraannya meninggalkan halaman rumahnya. Dengan langkah berat ia, berjalan ke ruangannya. Tidak ada semangat yang seperti kemarin nampak di wajahnya. Ekspresinya jauh lebih menyedihkan ketika dirinya lepas tender proyek besar. Ditengah kegindahan hatinya, Livia menghubunginya. Tidak seperti biasanya ia akan sangat antusias ketika berbicara dengan pujaan hati yang selalu menjadi kebanggannya. "kok cemberut sayang, ada apa?" "Tidak, hanya masalah pekerjaan." "Aku punya kabar gembira. Mau dengar?" "Aku akan libur beberapa hari kedepan. Mungkin satu mingguan. Rencananya aku akan pulang. Kita jalan lagi yah" "Hu..um" "Kok nggak semangat sayang?" "Siapa bilang, aku sangat sennag mendengarnya. Kabari aku jika sudah mau pulang. Aku yang akan menjemputmu di Bandara" "Harus dong!" Dia sudah mendapatkan kabar gembira, namun hatinya tetap saja merasa kosong. Ia memutuskan untuk pulang lebih awal, hatinya tidak tenang sebelum meminta maaf kepada Chaira. Ketika dirinya sudah berada di rumahnya, semua tampak sunyi tidak ada lagi senyum hangat yang menyambut kedatangannya. Tidak ada yang menyapanya. Ia mulai merasa ada yang hilang ketika ia mulai mencari kebiasaan yang ia dapatkan selama sembilan bulan bersama Chaira dalam satu atap. "Hai, sudah pulang?" "Kamu sudha mau berangkat?" "Aku sudah menyiapkan sarapannya, makan dulu yah?" "Sepertinya dasi ini cocok dengan kemeja kamu. Mau pakai?" "Kenapa aku terus saja memikirkannya. Ahh.. perempuan itu memang sellau membuat kacau hidupku" Gerutunya. Ia mengurungkan niatnya untuk meminta maaf ketika bayangan kebiasaan Chaira disetiap sudut rumahnya kembali menghias di ujung pandangannya. Chaira sudah berubah semenjak kejadian pagi itu. Tidak ada lagi kegiatan yang ia lakukan. Ia tidak ingin Farhan bertindak semaunya lagi terhadapnya. Cukup sudah semua yang terjadi kemarin, ia tidak ingin di anggap mencoba menarik perhatian. Sudah cukup dirinya dinilai terllau rendah oleh pria yang berstatus suaminya tersebut. Sore itu, ketika Farhan dan Livia menghabiskan waktu bersama. Seperti pasanagn muda-mudi lainnya mereka nongkrong sambil bercengkrama. Mereka memilih anjungan pantai sebagai tempat mereka menghabiskan waktu. Besok Livia akan kembali bertolak ke Jogja, dan ke pantai ini merupakan keinginan Livia. Tentu saja dirinya mengabulkannya. Namun pandangannya secara tidak sengaja menangkap sosok yang sangat ia kenal. Wanita yang sudah hampir setahun ini tinggal satu atap dengannya. Ia bisa cepat mengenalinya, meskipun dari jarak yang cukup jauh. Cara berpakaian, bahkan gaya duduk Chaira sudah sangat ia hafal. "Vi, pulang yuk. Aku baru ingat, bunda ada janji denganku petang ini" "Kenapa nggak bilang sayang?" "Aku baru mendapatkan pesan darinya. Ini!" "Sepertinya, kamu akan telat sayang jika harus mengantarkan aku pulang dulu. Biar aku yang pulang sendiri. Kamu temuin bunda saja" "Nggak aku akan mengantarkanmu pulang dulu" "Sayang, aku tidak apa-apa" "Yakin?" "Ia." Setelah Livia berlalu, Farhan masih terus berada di tempatnya semula. Ia tidak beranjak dari posisinya. Pandangannya hanya tertuju pada satu titik, yakni gadis yang sedang duduk di pojokan. Ia tampak sangat menikmati sajian alam yang terpampang di hadapannya. Sejak melihat Chaira berada di pantai sore itu, Farhan sudah mulai mengintai kegiatan Chaira setiap saatnya. Intensitas pertemuan mereka akhir-akhir ini sudah sanagt jarang. Chaira sudah terang-terangan menjaga jarak dengannya. Ia sendiri bingung dengan perasaannya. Ketika Chaira melakukan hal yang smaa, justru hatinya lah yang mulai berkhianat. Ia merindukan semua perlakuan Chaira selama ini. Ia merindukan sapaan, senyumannya serta sambutannya. Namun malamg, sejak kejadian pagi itu dirinya tidak pernah lagi mendapati hal demikian. Bahkan sekedar bertatap muka dengannya saja, sudah sangat jarang. Ketika suatu keadaan mengharuskan keduanya bertemu, Mka Chaira lah yang lebih dulu menghindar darinya. Sampai suatu ketika Farhan menyadari jika dirinya sudah jatuh pada pesona istrinya. Ia sadar jika perasaannya adalah cinta, namun ia tidak bisa mengorbankan hubungannya denga Livia begitu saja. Ia akan menawarkan perdamaian dengan Chaira. *** Kepergian ayah Chaira menyisakan duka mendalam untuk Chaira dan mama mertuanya. Ia melihat bagaimana mama mertuanya menangis terpukul dengan kepergian suaminya. Hati Farhan tergerak seketika memikirkan bahwa tidak selamanya dirinya akan diberi kesehatan dan umur yang panjang. Ia ingin memperbaiki dirinya sebelum saat itu tiba. Dirinya meminta kesempatan kedua kepada Chaira untuk menjadi suami yang baik. Sebagai istri Chaira memberinya kesempatan, tapi ia ingin melihat dulu bagaiamana usaha Farhan membuat dirinya yakin akan kesempatan kedua itu. Dan Farhan membuktikannya, ia memutuskan hibungannya dengan Livia dan berusaha merebut hatinya. Ketika semua berjalan sesuai alurnya, Livia membawa kabar mengejutkan. Ia hamil dan menuntut pertanggung jawaban. Sebagai wanita, disinilah kesetiaan Chaira di uji. Ia mengikhlaskan suaminya membagi cintanya. Ia tidak ingin egois, ia sangat memikirkan nasib anak yang berada dalam kandungan wanita tersebut. Menjalani dua pernikahan tidaklah semudah yang terlihat. Livia yang merasa sudah sangat terluka, atas kebohongan yang dilakukan Farhan berniat menghilangkan Chaira di antara mereka. Berbagai cara ia lakukan, mulai dari yang halus hingga cara kasar agar Chaira pergi. Dan Chaira menyerah ketika Livia menggunakan cara halusnya. Ia datang mengiba di hadapan Chaira, bahwa selama ini Farhan tidak pernah menjalankan kewajiban sebagai suami terhadapnya. Livia menuntut kerelaan hati Chaira agar Farhan bisa memiliki waktu yang lebih banyak dengannya karena anak dalam kandungannya membutuhkan ayahnya. Hati Chaira tergerak, apalagi saat bersamaan tersebut ia juga sedang hamil muda. Sebelum kejadian Livia membawa kabar kehamilannya, ia sudah bertekad memberi kejutan pada suaminya mengenai kehamilannya. Tuhan memiliki rencana lain, sebelum kejutan berlangsung dirinyalah yang mendapat kejutan terlebih dulu. Sekarang ia menyerah. Ia pergi sekaligus mengembalikan semua seperti semula. Ia sadar jika dirinyalah penyebab kandasnya hubungan cinta dua orang tersebut. Dia akhirnya mengalah untuk kebahagiaan mereka. Mendapat surat cerai dari Chaira, membuat Farhan harus merelakannya meskipun hatinya sakit, ia sadar jika selama ini dirinya hanya memberi luka kepada wanita tersebut. Ia fokus menjadi suami yang baik untuk Livia. Namun Livia yang terlanjur pernah kecewa, mengungkit setiap saat kesalahan yang pernah Farhan lakukan. Hingga Farhan pun menyerah. Namun mengingat putrinya Dianna yang baru saja lahir membuatnya kembali bersikap dewasa. Ia menyampingkan perasaannya dan kembali memulai hidup bersama Livia dan Dianna. Hal yang selama ini tidak diketahuinya adalah mengenai kehamilan Chaira. Farhan cukup terkejut ketika dirinya baru mengetahui semuanya. Terlebih lagi ternyata anak yang dikandung Chaira dinyatakan kembar. Dan waktu semakin berpihak kepadanya. Ia mendapatkan kesempatan menemani Chaira di ruang persalinan. Menyaksikan kedua anaknya terlahir, membuat perasaan cintanya kembali bersemi. Apalagi Chaira yang sempat tidak sadarkan diri setelah melahirkan membuat dirinya dipenuhi perasaan bersalah. Meskipun mereka sudah berpisah, Farhan masih berupaya menjalin komunikasi secara intens. Sampai suatu masa ketika Livia dengan berbagai macam ketakutannya. Ia tidak ingin Farhan kembali menjalin silaturrahmi dengan mantan istrinya. Livia memfitnah Chaira seolah telah merebut suaminya. Pemberitaan tersebut tentu saja membuat kaum hawa memberikan reaksi buruk terhadap Chaira. Karna permasalahan sudah melebar kemana-mana, Chaira mantap melaporkan kejadian tersebut, dan membuat Farhan kembali memohon kepadanya agar mencabut tuntutannya terhadap Livia. Demi kenyamanan bersama Chaira mencabut laporannya kemudian memilih menjauh dan berharap Farhan tidka lagi mengusik kehidupannya. Ia pun kembali membina rumah tangga dengan seorang pria yang sangat baik dan menerima kedua anak bawaannya. Kejadian tersebut tidaklah membuat Livia puas. Sekuat apapun Farhan mencoba bertahan akhirnya dia menyerah kemudian hari. Rasa sesal semakin dalam ia rasakan, ketika mengetahui mantan istrinya sudah bahagia dengan orang yang tepat. Kemudian Livia juga menyusul menikah dan meninggalkan Dianna bersamanya. Ia bertekad memebesarkan Dianna sebaik mungkin. Ia tidka ingin putrinya kekurangan apapun. Ketika dirinya mendapati bahwa Dianna ikut bersama Livia, ia masih merasa tidak yakin. Karena ia tahu bagaimana keluarga suaminya yang menolak kehadiran putrinya. Namun pesan yang ia baca mau tidak mau meruntuhkan keyakinannya juga. Ia hanya tinggal berselimutkan sesal. Bukan hanya Dianna tapi sepasang anak kembarnya pun sudah lama meninggalkannya. Rasa sedih dalam jatinya semakin besar ketika Dianna juga menghilang. Tidak ada lagi yang bis amenghibur dirinya ketika penatnya datang, tidak ada lagi yang ia kinjungi setiap akhir pekan tiba. *** Sekarang mereka sudah bahagia, apalagi ditambah dengan hadirnya seorang putra lagi di antara mereka. Rasa cinta itu semakin besar. Bak api yang tersiram bahan bakar, ia akan semakin membesar dan meluap. Begitulah rasa cinta yang terpatri di hati Farhan untuk Chaira. Tumbuh subur dan semakin subur setiap harinya. Ia akan memberikan seluruh hidupnya untuk kenyamanan wanita yang dicintainya. Kebahagiaannya hanya kurang Dianna. Tapi ia sudah sangat bersyukur, dari sekian banyak daftar kesalahan yang ia buat di masa lalu, Allah masih memurahkan hatinya untuk memberi dirinya kesempatan merasakan bahagia seperti ini. Yah, cukup seperti ini, ada anak, isteri dan cinta dari mereka. Farhan menutup kisahnya, dengan menatap kedua wajah anaknya. Aira yang sejak tadi meminta dirinya bercerita mengenai kejadian masa lalu yang pernah terjadi. Ia ingin tahu dari mulut ayahnya. Ia merasa saat ini adlaah moment paling tepat. Awalnya Farhan nampak berat untuk kembali membuka luka lama yang pernah ada, namun Aira sangat memohon bahkan menganggap cerita tersebut afalah kado yang ia harapkan dari ayahnya. "Kalian boleh mengeluarkan pendapat tentang perlakuan ayah terhadap mommy. Semua hal yang terjadi, memang berasal dari kesalahan ayah. Ayah tidak menampik jika sudut hati ayah masih sakit ketika mengingat bagaimana ayah dulu sangat jahay pada mommy kalian" "Maafkan ayah, tapi jika ayah bisa memutar waktu. Ayah hanya ingin dihidup ayah hanya ada mommy, dan kalian saja." "Ayah menyesal atas semua kejadian yang terjadi dimasa lalu" "Ayah boleh Aira bertanya lagi?" "Apa ayah juga pernah memikirkan tentang kami sedikit saja, ketika kami jauh dari ayah? Dari bahasa ayah, aku menarik kesimpulan bahwa yang paling ayah risaukan adalah Dianna saja." "Kamu salah Aira, ayah memikirkan kalian setiap saat. Tapi ayah yakin jika mommy bisa memberi kalian k3hidupan yang lebih baik, berbeda dengan Dianna. Kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh orang lain. Bahkan ayah awalnya menyesalkan kehadirannya, seiring wkatu ia membuat hati ayah tergugah melihat senyumnya, ia memegangi ayah, ayah merasa ayah harus melindunginya. Bukan masalah ayah tidak memperdulikan kalian. Percayalah ayah bahkan merindukan kalian setiap saat. Ayah banyak berhutang budi pada daddy kalian.Tanpa bantuan beliau ayah belum yakin kita bisa seperti sekarang"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN