Gadis Gila.

1512 Kata
Bella berlari masuk ke dalam rumahnya. Wajahnya masih memerah malu. Bella mengacak-acak rambutnya frustasi sembari berjalan dan tidak hentinya menggerutu kesal. "Astaga... Kenapa aku jadi seperti ini." gerutu Bella. "Bisa-bisanya aku salah masuk rumah. Untuk tidak salah masuk kamar orang." kesal Bella. Dia menghela napasnya. Beranjak duduk di sofa ruang tamunya. "Heh... Gadis gila.." teriak seorang dari lantai dua. Bella mengerutkan keningnya. Kedua bola mata bergerak ke atas. "Sialan, laki-laki itu berteriak di kamar atas." kesal Bella. Dia segera berlari menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Membuka balkon kamarnya. Sembari membawa sepatu melemparkan sepatu itu di balkon depan kamarnya. Rumah mereka berdekatan hanya berjarak satu petak. Namun, kamar Mereka juga berhadapan satu sama lain. Riko sering keluar Bella di kamarnya. Bahkan dia tidak pernah sadar sebelumnya. "Sialan, kamu melerai sepatu?" kesal Rico. "Itu pelajaran buat kamu." kesal Bella. Dia melihat kedua tangannya di atas dadanya. "Heh... Sejak kapan kamarmu pindah disini " "Terserah aku mau pindah kamar mana saja. Ini rumahku, sedangkan tidur dimana." Riko melebarkan kedua matanya menantang. "Aku merasa sangat tidak beruntung. Tinggal bersama gadis gila seperi kamu. Bagaimana bisa kamu lupa masuk rumah. Apa anda tidak punya mata?" Rico berada di pinggiran balkon. Kedua tangan memegang pagar besi balkon kamarnya. Sembari tersenyum mengejek pada Bella. "Bisa diam tidak!" teriak Bella. "Kamu mabuk?" tanya Rico . "Bukan urusanmu." pekik Bella. "Ini akan jadi urusanmu. Karena kamu tinggal di sampingku. Dan, sebagai tetangganya. Aku juga yang akan repot jika kamu mati karena terlalu banyak minum." "Aku mau tidur jangan berisik." kesal Bella. "Silahkan, asalkan jangan masuk kamarku." goda Rico. "Anda terlalu percaya diri tuan." kata Bella. Membalikkan badan masuk ke dalam kamar. Menutup pintu kamarnya. Dia segera berbaring di atas tempat tidurnya tanpa pedulikan teriakan Rico yang sengaja mengganggunya. "Gadis gila.." "Gadis gila!" teriak Rico. "Apa kamu bisa tidur?" tanya Rico. "Gadis gila... Jangan tidur dulu." "Hey..." Rico terus berteriak menganggu Bella. Bella menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Dia berusaha tidak mendengarkan teriakan Rico. Suara keras itu menganggu telinga Bella. "Aaarrggg..." teriak Bella. "Damn it!" umpat Bella. Bella menghela nafasnya frustasi. Dia mengatur emosi dalam hatinya. "Astaga, aku harus ekstra sabar lagu menghadapi tetangga sialan itu." umpat kesal Bella. Dia tidak tahan lagi mendengar teriakan Rico. Bella mengambil sepatu sebelah miliknya. Membuka pintu balkonnya. Lalu melemparkan sepatu itu tepat di kepala Rico. "Berisiko!" teriak Bella. "Heh... Wanita pemabuk. Kamu gila!" umpat kesal Rico. Mengusap keningnya yang terasa sakit. "Jika kamu tidak bisa diam. Aku akan melemparkan kursi ke kepalamu." kesal Bella. "Lagian, kenapa kamu tidur. Ini sudah jam 2 malam." "Kamu pikir aku robot bisa saja tidak tidur seharian." "Temanin aku!" kata Rico sambil tersenyum tipis. "Kamu yang gila. Jam 2 pagi kamu ajak aku mati muda?" Rico mengerutkan keningnya. "Maksud kamu? Kenapa bisa mati?" "Kama-lama aku mati muda punya tetangga gila seperti kamu." teriak Bella. "Kamu menganggu tidurku. Jika aku setiap hati tidak bisa tidur. Dan, jatuh sakit. Itu karena ulah tetangga super gila sepertimu." teriak Bella. Rico tertawa kecil. "Oke, tidurlah!" "Oh, Iya! Sepatumu aku yang simpan," kata Rico. "Jika kamu mau ambil sepatu. Datang ke rumahku. Jam 6 pagi. Sekalian, besok bangunkan aku, byee... Honey..." Rico melambaikan tangan ke arah Bella. Di balas dengan tatapan sinis olehnya. "Apa dia salah minum obat?" tanya Bella heran. "Perasaan aku yang banyak minum alkohol. Aku yang mabuk. Tapi, kenapa dia yang berkhayal?" Bella menggelengkan kepalanya. Dia menghela nafas dan segera masuk ke dalam kamarnya. ** Keesokan harinya. Matahari menampakkan sinarnya begitu terang. Menembus dinding kaca, mengenai wajah cantik Bella. Tubuh mungil itu masih terbaring di atas king size miliknya. Terbalut selimut tebal membungkus seluruh tubuhnya. Menyisakan kepalanya yang masih terlihat jelas wajah cantiknya saat tertidur. Suara keras jam walker terngiang di seluruh penjuru ruangan. Bella beranjak dari tidurnya. Dia membuka selimut, tubuh melompat duduk di atas king size miliknya. Kedua mata sipit itu menatap sekelilingnya. Pandangan matanya masih terlihat buram. Dia hanya melihat bintik-bintik putih tidak terlalu jelas. "Apa sudah siang?" tanya Bella pada dirinya sendiri. "Huaamm.." Bella menguap sangat lebar. Telapak tangan menutupi bibirnya. "Bentar, sekarang jam berapa?" Bella membuka matanya lebar. Dia meriah jam walker di atas meja. Kedua kelopak matanya melebar. "Astaga, aku telat!" teriak Bella sangat keras. Bella berlari masuk ke dalam kamar mandi. Kedua kata yang semula masih susah terbuka. Seketika berubah terang. "Aku harus kerja. Aku telat, sekarang ada bos baru. Aku harus segera ke kantor." gerutu Bella. Dengan begitu cepatnya Bella membasahi tubuhnya. Beberapa menit bersiap. Bella sudah siap dengan make up tipis. Tas yang berada di atas meja. Bella terdiam sejenak mengingat dimana letak sepatunya. "Dimana sepatuku? tanya Bella. Kedua mata berkeliling melihat seluruh lantai kamar. Tetap saja tidak menemukan sepatuku. "Astaga, aku lupa. Kemarin aku melempar sepatuku pada tetangga gila itu." Bella beranjak berdiri. Jemari tangan kanan meraih tas bermerek miliknya. Dia berjalan cepat keluar dari kamarnya. Dengan pakaian sederhana. Rok span pendek berwarna hitam. serta kemeja putih dengan kancing kerah terbuka. "Tok.. Tok.." Bella mengetuk pintu sangat keras. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Merasa kesal sudah menunggu lama. Bella mendorong pintu yang ternyata tidak di kunci. Dia berjalan masuk ke dalam tanpa ijin dari pemilik rumah. Bella segera berjalan menuju ke kamar Rico. "Kemarin dia bilang menyimpan sepatuku." kata Bella. Jemari tangannya memegang Gagang pintu. Memutarnya perlahan. Dengan tatapan mata was-was. Bella mendorong pintu, perlahan pintu sedikit terbuka. Bella mengintip kamar Rico. Tidak ada orang sama sekali di dalam kamar itu. "Kemana dia?" tanya Bella. Mengerutkan bibirnya beberapa sentimeter. "Apa dia sudah pergi?" tanya Bella pada dirinya sendiri. "Lebih baik, aku cari sepatuku. Ini kesempatan dia tidak ada di rumah." Bella tersneyum tipis. Dia merasa menang bisa masuk ke dalam rumah tanpa harus menemui pemilik rumah yang baginya setengah gila jika bertemu dengannya. "Kamu mau kemana?" tanya Rico. Dia memegang lengan tangan Bella dari belakang. Tubuh Bella seketika diam mematung. Mengerutkan wajahnya. "Kamu mau mencuri lagi di rumahku?" tanya Rico. "Sudah, dua kali kamu masuk tanpa ijin." Bella perlahan membalikkan badannya. Dia Menarik salah satu alisnya ke atas. "Siapa yang mencuri?" tanya Bella. Dia mendekatkan tubuhnya pada Rico. "Bukannya kamu yang mencuri sepatuku," Bella mendorong tubuh Rico. Sialnya, tubuhnya ikut tertarik hingga jatuh bersamaan di atas king size milik Rico. Kedua mata mereka terkunci dalam satu tatapan yang sama. Detak jantung berdetak lebih lebih cepat dari biasanya. Tanpa sengaja kedua telapak tangan Rico menegang dua d**a Bella. " Kenapa terasa kenyal?" tanya Rico. Bella mengedipkan kedua matanya. Pandangan matanya turun ke bawah. Dia melihat kedua tangan itu menyentuh dadanya. "Aaaaaaa...." teriak Bella. Telapak tangan Bella spontan menampar Rico yang berada di bawah tubuhnya. "Kamu sengaja mencari kesempatan?" tanya Bella kesal. Rico tertawa kecil. "Cari kesempatan sekalian aku akan kamu tidur di atas king size milikku. Kita bermain bersama." "b******k!" kesal Bella. Dia beranjak berdiri. Menatap tajam kedua mata Rico. Bella menutup dadanya dengan kedua lengan tangannya. "Mana sepatuku?" tanya Bella. "Aku tidak ada waktu lagi sekarang. Gara-gara kamu aku telat kerja." kesal Bella. "Itu, ada di bawah." Rico menunjuk ke tempat dimana dia meletakkan sepatunya. "Sial!" kesal Bella. Dia mengambil satu miliknya. Dan, segera pergi meninggalkan kamar Rico. Rico menggerakkan bibirnya. Dia tersenyum tipis. Melihat setiap langkah Bella yang mulai menjauh darinya. ** Sampai di kantor. Bella berlari masuk ke dalam kantor. Semua orang hanya diam, berdiri menyambut bos baru di kantornya. Bella baru saja datang. Tanpa rasa bersalah bersalah sembari terus menggerutu tak jelas. Laki-laki berbadan atlentis di balut jas hitam begitu gagah. Dia melirik tajam ke arah Bella. Wanita itu tidak memperhatikan ada seekor srigala yang siap menerkam dirinya. Bella harus bekerja di dua tempat hanya untuk membiayai hidupnya. Dia hanya tinggal sendiri, dan membeli rumah kredit dengan biasa yang begitu mahal setiap bulanya. Tidak punya pilihan lain. jika dia harus bekerja di bar saat malam. Dan, bekerja di kantor saat pagi. Dia sudah 2 bulan bekerja di kantor. Meski hanya sebagai pembantu di sana. Bagi lulusan SMA seperti dia, tidak ada pilihan lagi pekerjaan apa saja dia lakukan. "Sssttt... Hey, kenapa kamu baru datang?" desis teman kerjanya. "Hah... hah.." Bella mengatur napasnya, Solah dia baru saja berlari maraton. "Ada apa?" tanya Bella. Dia menoleh ke arah Cika teman yang selalu ada untuknya. Namun, kaki ini Cika lupa jika ada bos baru. Dia tidak menelfon Bella lebih dulu. Bos kaki ini terlihat lebih galak. Dan, terkiahts sangat dingin. Tidak suka tersenyum sama sekali. Cika memberikan kedipan mata pada Bella. Sebagai kode jika gerak-gerik Bella sudah di awasi oleh sosok mengerikan di depannya, yang siap untuk menerkamnya kapan saja. "Ada apa?" tanya Bella bingung. Bella berjalan menghampiri Cika. Sembari membenarkan tas yang hampir saja jatuh dari pundaknya. "Ada apa dengan matamu?" tanya Bella. "Kamu sakit mata?" tanya Bella polos. "Astaga... Bella..." geram Cika. Sambi mengerutkan wajahnya menahan amarahnya. "Kamu tahu ada bos. Kenapa berangkat telat?" tanya Cika. "Emmm... Bos?" Bella menautkan kedua alisnya. "Apa ada, Bos?" tanya Bella. Kedua matanya seketika melebar sempurna. Dia baru ingat jika ada bos sekarang. Kedua mata itu menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukan pukul 8 pagi. Bella menelan ludahnya susah payah. Menggerakkan kepalanya pelan, sambil mengerutkan kedua matanya takut. "Ehemm..." suara serak berat seorang laki-laki saat berdahem.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN