8. PERJUANGAN STEV

1989 Kata
Stev menelusuri hutan seorang diri, dia sungguh pemuda yang pemberani. Semua itu dia lakukan demi bisa ikut turnamen dan menyelamatkan para penduduk desa dari penyakit misterius. Mampukah Stev mencapai tujuan tersebut? Semua berharap Stev berhasil dan pulang dengan keadaan selamat. *** Saat malam hari, Stev tidur di tengah hutan beralaskan dedaunan dan batu, di situ aman tanpa ada gangguan sedikit pun, meski terasa agak dingin karena tanpa selimut. Suara-suara binatang malam terdengar unik, seperti jangkrik, belalang, kelelawar, atau yang lain. Untung tidak ada suara burung hantu, jika terdengar sepertinya cukup mengerikan meski Stev tertidur lelap. Saat tidur, kantong untuk membawa bekal atau peralatan dia taruh di samping kepalanya, kantong ukuran sedang yang terbuat dari kulit binatang. Pedang beserta sarungnya di ditaruh di sebelah kanan bersama busur dan anak panah, sementara pisau masih menggelantung di pinggang celana, seharusnya aman karena bagian tajam pisau tersimpan rapi di wadahnya. Stev tidur dengan melipat kedua tangan di atas dadda, wajahnya tersenyum dan sebenarnya Stev termasuk pemuda tampan, bahkan ketika tertidur. Sekian jam berlalu, kini hari sudah menjelang pagi, matahari sudah mengurangi gelapnya hutan. Stev terbangun untuk melanjutkan perjalanan, karena jalanan hutan sudah bisa dilihat oleh mata. Setelah bangun dari tidur, Stev kebelet kencing dan mencari tempat kencing di semak belukar bawah pohon besar. "Semoga di depan ada sungai, aku mau sekalian mandi agar segar!" ucapnya saat sedang kencing. Sesaat kemudian ada sesuatu yang terdengar, bergerak di sekitarnya. "Whoaaa! Ular!" kaget Stev dan langsung bergerak mundur, padahal kencingnya belum selesai, dengan terpaksa kencing sambil mundur, untung saja tidak membasahi celana. "Ular sialaan, menganggu orang kencing saja! Kamu ingin beradu dengan ular punyaku, dasar!" ucapnya merasa kesal dan kocak. "Kamu akan menyesal, ular!" lanjutnya setelah selesai kencing. Saat itu ular bergerak maju sedikit hingga membuat Stev kaget. Seolah-olah ular itu mengerti ucapan Stev yang sedang menantang. "Ehh, gak jadi. Aku gak ingin beradu sesama ular, karena kamu berbisa, jelas kalah telak punyaku. Ampun, ampun!" Ternyata ular itu hanya ingin pergi ke semak-semak yang lain, mungkin mau mencari makan. "Huft, ternyata," ucapnya merasa lega. Setelah itu, Stev melanjutkan perjalanan. Masih banyak semak belukar, pohon kecil hingga besar di sekitar hutan yang dia lewati, ada juga beberapa bunga indah yang sedang bermekaran di sekitar hutan, kupu-kupu juga tampak terbang mencari nektar bunga, serangga dan binatang kecil lainnya juga mulai bergerak mencari makan masing-masing. Stev belum menemui binatang buas, dia cukup beruntung, namun seandainya memang terlihat, Stev pasti bisa mengatasi itu, entah dengan bersembunyi, manjat pohon atau kabur dengan hati-hati. Stev tidak akan melawan dan menantang binantang buas, karena selain membuang waktu dia tidak ingin mendapat luka, baik dirinya atau binatang buas tersebut. Sekitar 10 menit melanjutkan perjalanan, Stev melihat sesuatu dari situ. "Loh, itu ... air. Berarti ada sungai di depan situ, ya itu pasti," katanya merasa bahagia, dia bergegas ke sana agar lebih cepat. Sesampainya di sana ternyata memang benar, itu adalah sungai yang saat ini dicari Stev. Air sungai sangat jernih dan aliran sungai tidak deras, sangat cocok untuk mandi dan berenang. Kedalaman air juga sedang, seandainya dalam pun, Stev bisa berenang sangat ahli, jadi aman dan tidak mungkin tenggelam. "Yuhuuu! Akhirnya sampai juga di sungai ini," teriaknya sangat senang. "Sebaiknya aku segera mandi, sekalian cari ikan," lanjutnya. Stev menaruh semua peralatan yang dia bawa, kemudian mencopot semua pakaiannya hingga menyisakan celana dalam. Ketika ingin melompat ke air sungai, dia berpikir sesuatu. "Ehh, aku cuma sendirian kan di sini? Hmm, aku harap memang gak ada orang yang ke sini. Ya, aku yakin gak akan ada orang lain. Apalagi di tengah hutan belantara seperti ini," ucap Stev dengan tersenyum, lalu mencopot pakaian yang tersisa, alias celana dalam. Kini Stev telanjang bulat tanpa sehelai benang pun, sepertinya memang gak mungkin ada orang lain yang datang ke sini. "Hehe, nice. Ini pasti aman. Daripada ini basah dan dingin nanti, mending aku copot saja." Stev melempar celana dalam miliknya tersebut ke pakaian lainnya, lalu melompat ke air sungai dengan semangat bahagia. "Yuhuuu! Byurr!" Stev mandi di air sungai dengan asiknya meski sendirian, berenang dengan berbagai gaya, terlihat Stev memang pandai dalam berenang, sungguh keren. "Airnya memang segar sekali. Lebih jernih dan seru dibandingkan sungai yang sering aku pakai bersama teman-teman." Sekitar 15 menit Stev mandi di air, kemudian dia ingat sesuatu. "Aku harus cari ikan buat sarapan pagi, udah mulai laper nih," katanya sambil menepi ke daratan. Dia ingin mengambil sebuah anak panah yang runcing itu, bermaksud menggunakan itu untuk menusuk ikan. "Pakai ini semoga mudah," gumam Stev lalu kembali ke air. Stev berjuang mencari ikan seorang diri sambil menyelam, memang cukup sulit, tapi dengan keahlian Stev dalam berenang, dia bisa mendapatkan ikan air tawar di sungai ini. Tidak hanya di dasar kedalaman air, namun Stev juga mencari ikan di perairan yang dangkal, dan itu lebih mudah dalam mendapatkan ikan. Setelah ikan terkena tusukan anak panah, Stev langsung melemparnya ke daratan. Berjuang keras mencari ikan selama 30 menit, akhirnya dia mendapat ikan yang cukup lumayan, dia mendpaat 7 ekor dengan ukuran kecil hingga agak besar. Mungkin yang ukuran besar sekitar 1 kilogram beratnya, dan ada 2 ekor yang besar, sedangkan yang kecil ada 4 ekor, lainnya ukuran sedang. Akan tetapi yang kecil pun lumayan, mungkin dengan berat rata-rata 250 gram per ekor. Semua total ikan sudah lebih dari cukup untuk Stev sendiri, dia berencana memakan ikan-ikan tersebut sekalian untuk nanti siang, atau bahkan nanti sore. "Yess, ini sudah bikin kenyang hingga nanti siang," ucapnya setelah mengumpulkan 7 ekor ikan jadi satu tempat, karena tadi menyebar akibat lemparan ke darat. Badan Stev sudah kering dari basahnya air sungai, dia berniat menyudahi mandi karena sudah puas dan badan segar, apalagi ingin segera membakar 7 ekor ikan tersebut. Saat ini Stev masih telanjang bulat, kemudian dia bergegas memakai semua pakaian agar lebih nyaman, apalagi semua kering. "Sipp, saatnya mengolah ikan-ikan itu." Setelah memakai pakaian, dia mengambil semua ikan lalu membawanya ke dekat sungai, dia harus membersihkan sisik dan isi perut ikan, semua itu agar enak dan mudah di makan. "Khen, pinjem pisau ini untuk membersihkan ikan ya! Tenang saja, nanti aku cuci pakai air sungai jernih ini." Stev tersenyum setelah berbicara dengan pisau, sepertinya kali ini tidak ada reaksi ajaib dari pisau. Memang pisau tersebut bisa digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk yang dilakukan Stev tersebut. Stev membersihan ikan satu per satu dengan hati-hati, karena ada duri di siripnya, ikan juga agak licin. Stev tampak semangat melakukan itu, karena melakukan itu sambil bersiul. Sejak dari tadi memang tidak ada orang yang ke sini, hal itu wajar karena memang sungai ini berada di tengah hutan rimba dan mungkin baru Stev yang mengunjungi sungai ini, atau bisa saja ada orang lain entah beberapa puluh tahun yang lalu. Meski di sini sangat sepi, tentu saja aliran sungai pasti menyalur hingga ke berbagai tempat, karena sungai itu memang panjang, mungkin aliran sungai ini bisa juga hingga ke kota. Akhirnya semua ikan sudah selesai dibersihkan, kini giliran pisau milik Khen dicuci ke air sungai yang jernih itu. Perlahan-lahan pisau itu dibersihkan dan dimasukkan ke dalam air sugai. Stev membasuh pisau tersebut dengan lembut dan hati-hati, setelah itu mengecek apakah bersih atau belum, kemudian mencium aromanya, katanya masih agak amis dari ikan. Stev mencelupkannya lagi ke air sungai, sesaat kemudian tiba-tiba pisau itu lepas dengan sendirinya, bahkan cukup kuat hingga membuat Stev kaget. "Astaga, ada apa dengan pisau itu? Kenapa bisa lepas sendiri?" Mengetahui itu, Stev memasukan kakinya ke air sungai untuk mengambil pisau itu, karena ada di dalam air sungai. "Mungkin pisau terkena arus sungai," pikirnya. Ketika Stev ingin mengambilnya lagi, pisau itu malah bergerak lagi agak menjauh, seolah-olah pisau itu memiliki nyawa dan bisa bergerak sendiri, saat di air malah mirip ikan, sungguh aneh. "Loh, kok gerak lagi? Sepertinya pisau ini memiliki kekuatan mistis," gumamnya. Pisau milik Khen tersebut malah semakin menengah ke sungai. Hal itu membuat Stev makin sulit menjangkaunya. "Hey, jangan gerak-gerak lagi?" ucapnya mencoba bicara dengan pisau itu. "Duh, bisa basah nih celana," lanjutnya sambil melipat celananya tinggi-tinggi hingga di atas lutut. Setelah itu Stev maju lagi untuk mengambil pisau, namun pisau bergerak lagi menjauh, sungguh merepotkan Stev, dia agak kesal. "Astaga, kenapa gerak lagi? Apa kamu gak menyukai aku? Please donk, aku gak bisa maju lagi, basah semua nanti celanaku. Kamu pengen aku mati kedinginan nanti?" Stev memperhatikan pisau itu dan tidak maju mengambilnya kerena cukup dalam. "Ya udah, kalau gak mau sama aku, nanti aku bilangin sama Khen bahwa kamu gak mau nurut sama aku, oke? Bye!" katanya bercanda sambil berbalik arah ingin ke daratan, sebenarnya Stev ingin mencopot pakaian untuk berenang sambil mengambil pisau itu. Akan tetapi saat Stev baru 3 langkah, tiba-tiba pisau itu melesat dan langsung masuk ke kantong wadahnya, kantong yang digantungkan Stev pada celana panjangnya. Stev terkejut mengetahui itu, sungguh ajaib, namun untung saja Stev tidak terluka karena pisau itu, sepertinya pisau itu benar-benar memiliki jiwa. Sungguh misterius, pisau macam apa itu sebenarnya. "Wow, amazing! Ini sungguh sulit dipercaya, ternyata pisau milik Khen sangat ajaib," ucapnya merasa terkejut sambil melihat pisau itu. Kemudian Stev mengambil pisau itu sambil berjalan ke arah daratan, dia memandangi pisau unik milik Khen dengan seksama, dia merasa penasaran. "Hey, apakah kamu jelmaan suatu makhluk?" tanya Stev pada pisau, akan tetapi tampak biasa saja tanpa ada sesuatu yang misterius, apalagi bicara. "Aneh, kenapa tampak biasa saja? Pisau ini gak ada yang aneh. Tapi aku yakin ini pisau ajaib." Stev mencoba melakukan sesuatu dengan pisau itu, dia melepar ke tanah. "Clenk!" suara pisau terkena bebatuan, namun tergeletak biasa tanpa gerak misterius sedikit pun. Mungkinkah pusau itu takut jika Stev melapor pada Khen, karena tadi tidak menurut, atau pisau itu hanya malu dengan Stev? Sulit untuk diketahui. "Hmm, kok aneh sekali. Gak bergerak sama sekali sperti sebelumnya," ucap Stev terheran setelah mengambil pisau kembali. "Aduh, aku gak boleh buang-buang waktu," lanjutnya segera memasukkan pisau, kemudian mengambil ikan yang berada di pinggir sungai. Semua ikan sudah bersih, Stev membawa ke tempat yang kering dan teduh, setelah itu mengumpulkan kayu kering dan dedaunan kering untuk membuat api, agar bisa membakar ikan hasil tangkapan. "Yess, semua sudah beres. Saatnya menyalakan api." Stev membawa alat pencetus api sederhana yang terbuat dari batu api, karena batu api bila saling digosokkan bisa memercikkan api yang bisa membakar bahan kering, para penduduk selalu memakai itu saat ingin membuat api. Tidak butuh waktu lama, kobaran api membakar kayu dan dedaunan kering, sehingga menciptakan api unggun kecil dan bisa untuk membakar bahan pangan. Selanjutnya, Stev membakar ikan semuanya sekaligus agar menghemat waktu. Dia harus fokus memperhatikan dan membolak-balikkan ikan agar tidak gosong. Stev merasa enjoy serta membakar ikan sambil bernyanyi, sebenarnya dia adalah pemuda yang ceria dan santai. Sekitar 10 menit sepertinya ikan-ikan itu sudah matang, terutama ikan yang kecil. Stev mencoba mengambil 1 ikan kecil untuk dicicipi. "Wah, enak dan gurih," katanya, lalu mengabil ikan kecil hingga sedang agar tidak gosong. Stev menusuk ikan-ikan itu dengan kayu basah agar mudah dalam memanggang ikan. Sekian menit kemudian, Stev mengambil ikan yang besar karena seharusnya sudah matang hingga dalam. Akhirnya kini menikmati ikan panggang, meski sendirian namun tetap terasa nikmat. Stev makan sambil duduk di bawah pohon rindang, beralaskan daun hijau beberapa lembar. "Lezat sekali ikan air tawar ini, padahal tidak pakai bumbu," ucapnya sambil menikmati ikan panggang. Beberapa menit berlalu, Stev menghabiskan 3 ikan, yaitu 2 ikan kecil dan 1 ikan besar, lainnya untuk makan nanti siang. Setelah merasa cukup kenyang, Stev minum air yang di botol dan saat ini air minum tinggal 4 tenggak, untung saja sudah sampai di sungai. Airnya sangat jernih, pasti sehat untuk diminum, apalagi sungai di tengah hutan belantara. Stev istirahat sejenak sambil menunggu makanan sedikit dicerna, mungkin 15 menit cukup. Sepertinya istirahat cukup, kemudian Stev melanjutkan perjalaan, kebetulan api bekas pembakaran ikan sudah padam, namun masih ada asap yang keluar. Untuk jaga-jaga agar aman dan tidak terjadi kebakaran hutan, Stev menyiram air bekas api dengan air sungai. Sekalian minum yang banyak di air sungai jernih tersebut. Setelah semua beres dan aman, termasuk membawa ikan bakar dan mengisi botol dengan air sungai, Stev melanjutkan perjalanan dengan semangat yang membara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN