77. MELAWAN PEMIMPIN JAHAT

1434 Kata
Para kesatria sempat istirahat beberapa menit agar kondisi fit 100 persen, semua demi bisa mengalahkan penyihir jahat terakhir. Sebenarnya mereka beruntung, karena Barra tidak langsung menyerang mereka di saat kondisi lemah. *** Setelah menelusuri lorong labirin lagi, mereka menemukan lagi ruangan kecil yang sama seperti sebelumnya. Kemudian mereka berhenti untuk menganalisa sesuatu yang berbahaya, ternyata setalah beberapa saat, muncul 10 bayangan hitam, lalu membentuk suatu makhluk. Ternyata 10 bayangan hitam itu adalah monster mengerikan, semuanya siap menyerang. "Kenapa ada monster di sini? Ada-ada saja," tanya Ricko. "Aku gak heran, karena para penyihir itu pasti bekerja sama dengan para monster," ucap Chely. "Hmm, tapi lumayan banyak juga," lanjutnya. "Oke, mari hancurkan mereka semua!" ajak Stev dan segera bersiap dengan pedang legendaris. Kesepuluh monster itu melesat maju menyerang mereka. Stev juga melesat dan menebas 1 monster dengan kekuatan es hingga hancur lebur menjadi serpihan es. Chely juga melesat dan berhasil menebas 1 monster menggunakan kekuatan pedang cahaya, monster terbelah dan hancur menjadi bulatan kecil bercahaya. Sedangkan Ricko masih di tempat, tapi segera menyerang monster dengan tebasan jarak jauh udara, terkena 1monster juga, karena yang lain melompat dan menghindar. Saat Stev ingin menebas monster sebelah kanannya, ternyata monster sedikit hebat, monster bisa lompat mundur, bahkan menyerang dengan laser gelap, namun Stev berhasil menahan itu dengan pedang miliknya. "Hmm, jadi monster ini punya teknik juga," gumam Stev. Ada lagi monster yang menyerang dari samping menggunakan cakar tajam, Stev lompat sedikit dan menunduk, lalu menebas kedua kakinya hingga tumbang, setelah itu membakar monster itu dengan pedang api hingga hangus menjadi arang. Chely diserang 2 monster menggunakan laser gelap, dia segera melompat lalu membalasnya dengan laser cahaya. "Jrass!" Kedua monster langsung terkena telak hingga lenyap menjadi partikel cahaya. "Heh, ternyata hanya monster lemah!" ucap Chely dengan tersenyum, lalu turun ke lantai labirin. Ada 2 monster melompat dan menyerang Ricko menggunakan cakar tajam. "Wow, berani sekali 2 monster itu!" ucap Ricko, dia tidak mau bersusah payah melawan para monster itu, lalu mengeluarkan teknik spesial sambaran petir. Serangan Ricko langsung menghanguskan 2 monster tersebut hingga meledak dan hancur berantakan. "Maaf ya, kalian bukan tandingan ku!" ucap Ricko. "Biar aku akhiri monster yang tersisa," ucap Stev, lalu menyerang semua monster dengan pisau es sangat cepat. Semua monster yang tersisa membeku dan akhirnya hancur menjadi potongan es yang berantakan. "Selesai!" ucap Stev tersenyum. "Oke, ayo kita lanjutkan perjalanan!" ajak Chely. Mendengar itu semua setuju, lalu bergegas bergerak cepat. Hanya menelusuri lorong sekitar 2 menit, akhirnya mereka sampai di ruangan yang besar seperti saat melawan 4 penyihir sebelumya. Kemungkinan penyihir jahat terakhir ada di sini, jadi mereka bersiap dan berhati-hati, karena biasanya musuh bersembunyi terlebih dahulu. "Apa dia ada di sini?" tanya Ricko. "Seharusnya memang ada di sini, tapi ... kenapa terlihat sepi," balas Chely terheran. Stev pun juga terheran mengetahui ini, karena mereka sudah ada di ruangan ini lebih dari 1 menit dan tidak ada tanda-tanda serangan muncul. "Hey penyihir! Keluar kau jika memang ada di sini!" teriak Stev mengagetkan Chely dan Ricko, karena mereka ada di dekatnya. "Stev, kirain kamu musuh, huft bikin kaget tau!" ucap Chely. "Aku juga kaget," tambah Ricko. "Maaf, maaf. Aku hanya ingin memancing dia keluar." Sesaat kemudian, terdengar suara tepuk tangan seseorang. "Plok! Plok! Plok! Hebat, hebat! Ternyata kalian bisa mengalahkan 4 temanku, aku sungguh terkesan," ucap orang tersebut yang tiba-tiba muncul dari portal hitam, siapa lagi kalau bukan penyihir Barra sang kebencian. Stev dan teman-teman terkejut, kemudian segera bersiap menghadapi penyihir jahat terakhir itu. Barra malah tersenyum melihat Stev dan yang lain tegang saat mengetahui kehadirannya. "Tenang, tenang! Gak perlu tegang begitu. Gak perlu buru-buru juga bertarung." Perkataan Barra terlalu santai, padahal dia adalah pemimpin penyihir jahat, mungkin agar lebih asik sebelum membunuh para kesatria. "Apa dia benar-benar pemimpin para penyihir? Kenapa konyol sekali ucapannya?" bisik Ricko. "Entahlah, tapi seharusnya memang dia, aku juga hak nyangka sifatnya begitu," jawab Chely sambil berbisik juga. "Aku yakin memang dia orangnya!" tambah Stev. Barra bertanya pada mereka apakah serius ingin menyelamatkan dunia dan melawannya, Stev menjawab dengan tegas dan sungguh-sungguh, Chely menambahi bahwa dia dan teman-temanya tidak takut menghadapi Barra, namun hal itu malah membuat Barra tertawa bahagia, itu karena dia sudah yakin bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan seorang pimpin penyihir, Barra yakin dengan kemampuan hebatnya. Barra mengatakan bahwa apa pun yang akan Stev, Chely, dan Ricko lakukan, semua tidak akan berguna di hadapan dirinya, perkataan tersebut terlalu sombong. Ya, memang begitulah sifat para penyihir, hampir semua selalu meremehkan lawannya. "Cihh, jangan sombong, atau kau akan termakan dengan omongan mu sendiri!" ucap Chely dengan tegas. "Hahaha! Aku gak peduli karena aku akan menang!" ucap penyihir Barra tetap sombong dan mengabaikan perkataan Chely. "Kita lihat saja nanti!" balas Chely dan bersiap akan menyerang. Setelah mengobrol tidak jelas, mereka segera bertarung, masing-masing dari mereka meningkatan kekuatan energi. "Oke, sepertinya kalian memang pemberani. Aku akui keberanian kalian, tapi tidak untuk kekuatan kalian!" ucap Barra membuat Chely semakin kesal. "Chely, tahan emosimu! Dia hanya ingin membuat kita kesal dan bertindak sembarangan," saran Ricko. Mendengar itu, Chely hanya terdiam, tapi itu lebih baik, karena bisa meredam emosinya sedikit. Terlihat Barra terkekeh senang karena hal itu, meski sebenarnya dia tidak bermaksud agar emosi mereka meningkat. "Baiklah kita mulai saja! Pembicaraan kita sungguh gak penting!" ucap Stev lalu melesat maju menyerang Barra dengan pedang suci legendaris. Barra memicingkan mata melihat itu, saat Stev ingin menebasnya, dia menghindar dengan baik, tapi Stev terus berusaha membawa penyihir jahat tersebut. "Oh, jadi cuma segini kekuatan kalian!" kata Barra sambil menghindar dari tebasan Stev dengan mudah dan lincah. "Berisik!" balas Stev kesal, dia menebas sekuat tenaga namun masih berhasil dihindari dengan bergerak ke samping, ternyata gerakan Barra sangat lincah dan gesit, sangat sulit untuk menyerang hanya dengan tebasan pedang. "Jadi kamu, orang yang membuat Venny tergila-gila! Hmm, tampan juga ternyata, tapi ...," ucap Barra membuat Stev meliriknya dengan tajam. "Sangat lemah!" lanjut Barra sambil memukul pinggang Stev hingga terpental cukup jauh. "Ughh!" keluh Stev merasa sakit. "Stev!" teriak Chely dan Ricko khawatir, ternyata kekuatan fisik Barra tidak diragukan lagi, selain lincah gerakannya, kuat tenaganya. Mereka menyerang bersama musuh penyihir terakhir itu. Chely menggunakan tebasan cahaya, sementara Ricko menggunakan tebasan petir, tapi semua jarak jauh. "Sett!" Barra bisa menghindari semua serangan itu dengan mudah, dia cukup melompat, bahkan menyerang balik Chely dan Ricko menggunakan tembakan energi gelap ungu, tembakan dengan 2 jari, sehingga ada 2 tembakan energi gelap yang masing-masing menyerang mereka berdua. Melihat itu, mereka segera menghindar dan berhasil, akan tetapi kedua tembakan gelap tersebut berbelok arah saat gagal mengenai mereka, hingga akhirnya. "Ughh!" keluh Chely dan Ricko bersamaan karena tekena tembakan itu di punggung. Mereka terdorong maju dan terluka tapi tidak parah. "Gahh, aku sungguh tak percaya ini. Ternyata kekuatannya diluar dugaan," gumam Stev yang sedang bersiaga. "Gak mungkin ... ternyata orang itu gak bisa diremehkan. Pantas sekali menyandang pemimpin penyihir," batin Chely. "Gila, jadi ini kekuatan pemimpin penyihir, belum apa-apa kami sudah terkena serangannya," batin Ricko. Meski kekuatan pemimpin penyihir yang bernama Barra sangat kuat, Stev, Chely, dan Ricko tidak boleh kalah di sini, karena mereka adalah harapan satu-satunya bagi keselamatan bumi ini. "Aku gak boleh takut dan gak boleh menyerah!" ucap Stev, lalu menyerang dengan kekuatan api yang menyembur ke arah Barra. Namun masih bisa dihindari dengan menjauh, Stev melesat lebih dekat ke musuh dan berusaha menebas dengan kekuatan api. Barra tersenyum sambil menghindar dengan mudah, lalu menyerang balik Stev dengan tendangan, namun kali ini Stev mampu menghindar mundur. "Oh, lumayan juga," ucap Barra sang kebencian. Saat itu juga, Ricko siap menebas Barra dari belakang, hal itu sedikit membuat musuh terkejut lalu meningkatkan energi lagi, sehingga berhasil menghindar lebih cepat. Tapi, ada Chely yang melesat di sampingnya dan siap menebas dengan kekuatan cahaya. Ketika itu, Barra segera berbalik badan menghadap Chely dan tangan Barra muncul energi gelap. "Clenk!" suara benturan 2 senjata. Ternyata Barra mengeluarkan senjata miliknya, yaitu kapak iblis. Sungguh tidak terduga, serangan Chely berhasil ditahan oleh kapal tersebut. "Apa? Dia memiliki senjata?" kaget Chely dalam hati, tampak Stev dan Ricko juga terkejut. Chely memilih mundur dulu, karena belum mengetahui kekuatan kapak milik pemimpin penyihir itu. Sepertinya cukup berbahaya, atau mungkin hanya sebuah senjata biasa, masih sulit untuk diketahui. Semua semakin waspada dengan munculnya senjata kapak milik Barra tersebut. Terlihat Barra tersenyum senang, entah kenapa dia sangat suka tersenyum atau bahkan tertawa, sepertinya karena dia menikmati pertarungan ini, dia merasa tertantang melawan 3 kesatria sekaligus. Mampukah kesombongan nya mengalahkan Stev, Chely, dan Ricko? Seharusnya sombong itu bisa menghancurkan diri sendiri, tapi tidak tahu nanti apa yang akan terjadi, bisa saja Barra sadar akan kesombongan itu. Kapak itu memiliki bentuk yang unik, tapi mengandung suatu lambang yang jahat, yaitu tanduk iblis dan ular berbisa. TO BE CONTINUED
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN