22. MENYELAM

1574 Kata
Stev hampir sampai di lokasi persembunyian salah 1 pedang suci legendaris, dia sempat mengalami rintangan, yaitu medan pelindung dan ular berbahaya. Untung Stev bisa melewati itu semua, Stev sangat hebat. *** Saat ini Stev berada di pinggir lautan, tidak jauh dari laut itu terdapat gunung berapi, letaknya di tengah laut, akan tetapi luas lautan di depan Stev menuju gunung berapi tidak begitu jauh, mungkin 100 meter. "Brrrr! Dingin sekali laut ini, kenapa bisa begini ya? Bukankah laut ini dekat gunung berapi? Sungguh membingungkan," ucapnya setelah mencoba menyentuh air laut. Stev berpikir dan mengira-ira lokasi tepat pedang legendaris, tapi cukup sulit karena yang dia lihat hanyalah lautan dan gunung berapi di depannya, dia harus menyelam ke dalam air laut meski airnya sangat dingin bagaikan es. "Aku harus menyelam. Sebaiknya aku tinggalkan dulu senjata, peralatan dan perbekalan," gumamnya. Saat ini Stev tidak membawa alat pemanah, karena anak panahnya sudah habis digunakan dalam perjalanan semuanya, jadi dia membuang alat pemanah miliknya, sebenarnya sedikit sayang, tapi tidak apa-apa karena bisa mengurangi sedikit beban berat ditambah lebih nyaman dalam berjalan, apalagi nanti mendapat senjata baru, yaitu pedang suci legendaris, itu menurut Stev. Akan tetapi belum tentu bisa mendapatkan pedang tersebut dengan mudah. Stev sudah mempersiapkan sesuatu untuk menyelam nanti, dia membawa kantong plastik tebal dan sebuah botol dengan lubang berdiameter 5 centimeter. Untuk apa semua itu? Yaitu untuk diisi udara dan akan digunakan Stev untuk bernapas di dalam air laut, meski agak sulit, tapi lumayan bisa menahan beberapa waktu. Stev menutup rapat kantong plastik dan botol tersebut, dia akan mengikat itu semua di celananya, pemikiran yang lumayan cerdik, atau bisa juga dipegang sambil menyelam, tetapi lebih sulit. "Pakaian ini, haruskah aku telanjang lagi? No, no, no. Air laut ini sangat dingin, kalau aku telanjang, pasti semakin dingin. Brrrr, sebaiknya gak perlu copot pakaian, apalagi aku harus mengikat oksigen cadangan ini," ucap Stev sambil membayangkan dinginnya air laut menyentuh seluruh tubuhnya, meski memakai pakaian saat menyelam tidak jauh berbeda dinginnya, semoga Stev mampu menahan keadaan dingin air laut. Setelah mendapat pedang suci legendaris, dia akan kembali ke sini untuk mengambil semua peralatan yang ditinggalnya, tentu saja mengganti pakaian yang basah dengan pakaian lamanya agar lebih nyaman, sekalian menjemur atau menunggu pakaian pendekar dari Kakek Hamzo itu kering. "Aku harus berani, semangat!" Sebelum Stev terjun ke air laut, dia mempersiapkan mental dengan menarik napas panjang lalu hembuskan perlahan. "Oke, sudah cukup. Saatnya menyelam ke laut!" "Byuurr!" suara air laut saat Stev melompat. Stev langung menyelam ke dasar laut sambil mengarah maju menuju gunung berapi, karena kemungkinan tempat persembunyian pedang legendaris ada di bawah gunung berapi. "Airnya sangat dingin, tapi aku bisa menahannya, aku juga bisa melihat cukup jelas," katanya dalam hati, kedua mata Stev juga sedikit menyala. Sepertinya kekuatan mata Stev, jika semakin menyala terang maka semakin bagus penglihatannya, bahkan bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia biasa. Di dalam air laut, Stev terus menyelam semakin dalam, bahkan hingga ke dasar laut. Tampaknya kedalaman air laut tidak begitu dalam, mungkin karena jarak gunung berapi dan hutan hanya sekitar 100 meter. Tidak lama kemudian, dia melihat sesuatu yang besar dan berbahaya. "Astaga, ada hiu. Ini gawat," batinnya. Stev segera kabur dari hiu, akan tetapi hiu mengerikan itu sudah melihat keberadaan Stev. "Tidaaaak!" batinnya teriak, dia bergegas mencari perlindungan. Stev melihat bebatuan di dasar laut, dia ingin bersembunyi di sana. Hiu tadi sudah mendekat, akan tetapi Stev berhasil menyelinap dan bersembunyi di bebatuan. "Huh, hampir saja. Sungguh mengerikan, kenapa harus ada makhluk seperti ini di dalam laut?" ucapnya dalam hati merasa kesal. Apa mungkin hiu tersebut juga merupakan penjaga pedang suci legendaris? Bisa jadi memang begitu. Stev memperhatikan hiu itu, sepertinya tidak melihat persembunyian Stev, dia merasa aman. Sesaat kemudian, dia milih menghirup oksigen yang ada di kantong plastik, hal itu karena napasnya hampir habis. Sebenarnya Stev bisa menahan napas di dalam air cukup lama, dia sudah belajar sejak dulu saat berenang bersama di sungai, meski begitu, semua orang pasti memiliki batasan dalam menahan napas. Setelah menghirup sedikit oksigen, dia tidak ingin berlama-lama di dalam air. Dia mencari kesempatan saat hiu menghadap ke arah lain. "Sekarang!" Stev segera menyelam kembali menuju gunung berapi, namun tidak lama kemudian, ternyata hiu merasakan dan melihat keberadaan Stev. Melihat itu, Stev berusaha menyelam lebih cepat, meski hiu tentu saja jauh lebih cepat. Stev mengambil bongkahan batu, lalu melemparnya sekuat mungkin ke arah hiu, bermaksud menghalangi hiu. Namun hasilnya, batu itu terlempar pelan, tentu saja sulit keran tekanan air menghalangi lemparan batu. Akan tetapi cukup lumayan, tampak hiu malah memakan batu tersebut, mengetahui sangat keras, hiu itu memuntahkan lagi batunya. Stev sudah kabur dan bersembunyi lagi, kali ini ke karang lautan, sepertinya cukup aman. "Dasar hiu, mengganggu saja!" Stev mencari kesempatan lagi ketika hiu berenang menjauh, saat itu Stev segera menyelam secepat mungkin. Namun sekian detik kemudian, hiu tadi melihat gerakan Stev dan langsung maju mendekati Stev. Bahkan saat masih cukup jauh, terlihat hiu ingin melakukan sesuatu namun malah berhenti. "Hiu itu mau ngapain?" pikir Stev saat menengok sebentar. Ternyata hiu itu mengeluarkan teknik, yaitu menembakkan peluru air yang mirip seperti laser. Melesat dengan cepat, lima buah peluru air. "Apa-apaan itu!" kesal Stev dan berusaha berenang menjauh. "Jdaarr!" Salah 1 peluru mengenai kantong plastik hingga hancur dan copot, peluru lainnya mengenai jari kiri Stev sedikit bahkan terlihat mengeluarkan sedikit darah, sementara 3 peluru lainnya tidak mengenai Stev. "Aww, sakit!" keluhnya, dia segera mencari tempat perlindungan ke bebatuan lagi yang lebih besar. "Ughh, siaal. Jariku terluka, tapi masih aman. Persediaan oksigen ku juga hilang 1, untung sudah terpakai setengah. Masih ada yang di botol," ucap Stev dalam hati. Stev segera menghirup yang ada di botol, agar napasnya tidak habis. "Apa-apaan hiu itu. Kenapa bisa menembak seperti itu, ini terlalu berbahaya." Sepertinya jarak gunung berapi sudah dekat, Stev harus segera sampai agar terhindar dari serangan hiu, akan tetapi dia tidak tahu persis lokasi pedang suci legendaris. "Mata spesial, tolong bantu aku ya!" ucapnya, tiba-tiba kedua mata Stev menyala semakin terang, dengan itu penglihatannya semakin jelas. Stev memanfaatkan waktu mumpung hiu tidak mengetahui keberadaannya, dia memusatkan energi pada kedua matanya untuk melihat keadaan lereng gunung berapi, dia juga mencoba melakukan sesuatu dengan energi dalam tubuhnya. Sesaat kemudian, energi Stev sedikit menyebar ke lautan, kemudian mengarah ke suatu tempat dekat pegunungan. Stev bisa melihat energi miliknya bergerak mencari sesuatu, Stev terus fokus melihat itu. Sekian detik kemudian, energi miliknya mengarah ke suatu lubang kecil yang masih muat untuk masuk seseorang. "Itu dia! Mungkinkah itu gua," pikirnya saat melihat lubang tersebut, lubang itu berada di kaki gunung berapi, bahkan lubang itu sedikit menyala saat Stev fokus melihat. "Yess, aku yakin sekali, di situ tempatnya," batinnya sangat yakin. Namun saat Stev merasa bahagia, tiba-tiba hiu itu menembakkan peluru laser air lagi, bahkan membuat beberapa batu hancur. "Whoaaa!" kaget Stev, dia buru-buru kabur, sekalian menuju lubang itu. Hiu terus mengejar dan menembak dengan tekniknya lagi, kali ini kaki kanan Stev terkena sedikit dan botol oksigen miliknya juga kena, sehingga Stev tidak punya lagi persediaan oksigen. Stev tidak peduli lagi, dia memanfaatkan energi miliknya ke seluruh tubuh, agar bisa menyelam lebih cepat, semua itu supaya bisa kabur juga dari hiu mengerikan tersebut. Hiu itu semakin agresif dan berbahaya, Stev juga harus mengeluarkan seluruh tenaganya agar bisa terhindar dari serangan hiu. Dengan kekuatan energi miliknya, Stev mampu menyelam dengan lebih cepat, sementara Hiu bahkan melesat sambil menembakkan serangan, untung saja kali ini Stev mampu menghindari semua serangan hiu yang selanjutnya. Pada akhirnya, Stev sampai juga di depan lubang gunung berapi tadi. Akan tetapi, ada beberapa peluru laser air milik hiu menghantam dinding gunung berapi di depannya, Stev terkejut dan berhenti sebentar. Untung saja tidak menyerang lubang tadi. Mengetahui itu, Stev segera masuk ke lubang agar lebih aman, bahkan terlihat Stev seperti melompat. "Huh, hah, huh," suara napas Stev terengah-engah sambil tergelatak lemas, napasnya hampir habis saat di dalam air laut tadi. Teryata di lubang itu, ada ruangan khusus dan terdapat udara yang bisa dihirup, Stev selamat meski tubuhnya sangat lemas, dia berbaring sementara waktu di situ. Stev sempat melirik ke luar lubang, terlihat hiu mondar mandir di situ, seperti menanti keluarnya Stev. "Huft, sungguh hiu menyebalkan. Nafsu banget ingin membunuhku," gumamnya merasa kesal. Di tempat lain, terlihat gadis cantik sedang bersusah payah menelusuri hutan, gadis yang memakai pakaian putih dengan corak garis hitam. Akan tetapi dia sudah terbiasa dengan keadaan itu, saat sedang berlari karena menemukan jalan yang lebih aman dan mudah, dia menabrak sesuatu di depannya. "Brukk! Aww!" keluh gadis tersebut, tentu saja dia adalah Chely Veronia, murid gadis Kakek Hamzo satu-satunya. Chely baru saja mendapati medan atau dinding pelindung. "Apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba ada tembok di tengah jalan sih," kesalnya sambil memegang keningnya yang sedikit benjol, dia juga terjatuh di tanah. Namun saat Chely melihat ke depan ... "Loh, mana temboknya? Kenapa gak ada? Pohon juga gak ada, sungguh aneh," gumamnya merasa heran. "Tunggu! Kakek Hamzo pernah bilang bahwa ada medan pelindung di setiap area dekat pedang suci legendaris. Hmm, berarti ini dia, aku harus memastikan," lanjutnya dan segera mencoba sesuatu. Sesaat kemudian, kedua mata Chely menyala putih dan hitam cukup terang, meski warna hitam, tapi nyala itu terlihat memancarkan sinar hitam. "Ternyata memang benar, sebuah medan pelindung yang menghalangi. Ini berarti lokasi pedang legendaris sudah dekat, nice!" ucap Chely dengan tersenyum. Medan pelindung mirip dengan yang dihadapi Stev, yaitu memanjang dan mungkin mengitari area pedang suci legendaris, pastinya area masih luas. Medan pelindung itu adalah energi dengan perpaduan warna putih dan hitam yang bercampur aduk tidak karuan, terlihat menarik dan berkobar juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN