Beberapa murid laki-laki terlihat bermain basket di lapangan. Sesekali murid perempuan yang menonton bersorak dengan begitu heboh.
"Kayaknya Tristan panyak fansnya, deh," ujar Adel pada Key yang duduk di sebelahnya. "Lo gak cemburu ngeliat ada yang nyorakin nama dia juga?"
Key melipat kedua tangannya di depan d**a dan menatap pemandangan di depannya. "Ngapain gue cemburu?"
"Ah, bener. Jadi, maksud lo, si Tristan juga gak mungkin bakalan berpindah ke lain hati selain lo, iya, kan? Oke, oke, mudah dipahami kok." Adel mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bukan gitu maksud gue!" Key tertawa pelan lalu memukuli lengan Adel.
"Tapi serius, Key. Kayaknya dia di sekolah lamanya emang diincar banyak cewek-cewek, ya. Baru sebulan pindah ke Pelita aja cewek-cewek udah banyak yang kelepek-kelepek."
"Masa sih? Gue gak begitu merhatiin soalnya."
"Heh, harus lo perhatiin dong! Bisa-bisa ntar si Tristan digebet cewek lain di sini! Emangnya lo mau?" omel Adel.
"Gue gak yakin sih mereka bisa gebet Tristan."
"Oh, iya juga. Kan, sebelumnya Tristan yang bucin parah sama lo. Jadi selama di mata dia gak ada cewek yang menarik, dia gak bakalan ngejar. Ya gak si." Adel menyikut-nyikut lengan Key.
Ucapan Adel membuat Key kembali tertawa lalu berpura-pura mencekik leher gadis itu sebagai bentuk protes, namun tak ayal kalau kedua pipinya terasa menghangat.
"Awas lo ya, Del. Pokoknya kalo ternyata lo sama Kinn berjodoh, gue bakalan jadi orang pertama yang ngetawain lo!" ujar Key.
Adel membulatkan kedua matanya. "Kenapa jadi ngomongin dia? Dih, ogah bener. Ganti aja omongan lo, Key. Kan masih banyak cowok cakep di dunia ini. Gak ah, gue gak mau kalo jodoh gue itu dia."
"Del, jodoh kan gak ada yang tahu. Lagian kenapa sih? Menurut gue Kinn juga cakep kok!" Key kian terbahak usai mendapati raut wajah Adel yang semakin masam mendengar ucapannya. "Katanya, Del. Kalo sama orang itu jangan terlalu benci, ntar jadi cin—"
Kalimat Key terputus saat sesuatu menghantam kepalanya dengan begitu keras, membuat gadis itu sempat kehilangan keseimbangannya dan ambruk ke arah Adel namun Adel berhasil menahannya.
"Keanna!!" Adel berteriak dan ia menatap sebuah botol air yang jatuh tak jauh dari posisi mereka berdua. Gadis itu mencoba mencari-cari si pelaku dan namun kedua matanya tak menemukan orang itu.
"Key lo gak apa-apa?" Adel mendadak panik.
Murid-murid yang semula bermain basket itu menghentikan kegiatan mereka usai mendengar keributan kecil dari tepi lapangan. Menyadari ada yang tak beres, Tristan segera berlari mendekati Key yang terlihat kesakitan seraya memegangi kepalanya.
"Key, lo kenapa?" Tristan langsung berjongkok untuk memastikan. Ia menatap wajah Key yang memerah, pertanda kalau gadis itu benar-benar kesakitan.
"Kayaknya ada orang yang sengaja ngelempar botol itu ke dia. Gue gak tahu motifnya apa, tapi kayaknya emang sengaja." Adel berujar dan sesekali ia melihat keadaan Key. Gadis itu ikut mengusap kepala Key yang terkena hantaman botol air mineral tadi.
"Botol?" Tristan kemudian menatap ke sebuah botol yang tergeletak tak jauh dari bangku tempat Key dan Adel duduk. Ia kemudian mengambil benda itu dan membuang napasnya kasar saat mengetahui kalau isi dari botol itu masih utuh, bahkan tutupnya pun belum dibuka sama sekali.
Tristan kemudian menatap ke sekitarnya lalu berdiri. Begitu ia hendak pergi, salah satu tangannya ditahan oleh Key, membuat lelaki itu kembali menatapnya.
"Gak usah, dia— mungkin gak sengaja kok." Key menegakkan tubuhnya dan menatap Tristan yang sudah terlihat marah.
"Lo percaya ini cuma kecelakaan? Maksudnya botol ini jatuh dari langit, gitu? Ini bahaya, Key. Setidaknya gue harus tahu apa tujuan dia bikin celaka orang," ujar Tristan, namun Key menggelengkan kepalanya.
"Kepala gue ntar bakal sembuh kok." Key tersenyum tipis, namun baik Tristan maupun Adel, keduanya bisa melihat kalau kedua mata milik Key berkaca-kaca yang artinya kalau gadis itu benar-benar kesakitan.
"Key, kita balik ke kelas aja, ya. Atau mungkin lo ke UKS aja, gue khawatir. Lo ngerasa pusing gak?" tanya Adel.
"Enggak kok, ntar juga gue baikan. Gue ke kelas aja, Del. Oh, iya bentar lagi bel. Tris, lo langsung ke kelas aja. Jangan sampe telat masuk kelas." Key berdiri dari posisinya dengan dibantu Adel.
"Tapi—"
"Tristan." Key menekankan ucapannya dan menatap lelaki itu. Ia bukannya tak marah dengan orang yang melempar botol itu, hanya saja melihat raut wajah Tristan, ia khawatir kalau lelaki akan menyebabkan kerusuhan.
Key kemudian melepaskan tangan Adel darinya dan menarik salah satu lengan baju Tristan dan menarik lelaki itu agar ikut kembali ke kelas bersamanya.
Tristan yang tak bisa berbuat apa-apa itu hanya menurut saja karena tak ingin membuat mood Keanna semakin rusak karenanya. Sementara Adel yang berjalan di belakang mereka berdua juga tak bisa berbuat banyak. Gadis itu sesekali menatap ke sekitarnya.
Siapapun yang melakukan hal itu, Adel tak akan memaafkannya dengan mudah.
"Kepala lo— beneran gak pusing, kan?" tanya Tristan. Lelaki itu menatap Key dan masih membiarkan gadis itu menarik lengan bajunya.
"Enggak kok, buktinya gue masih sanggup jalan kaki." Key membuang napasnya kasar. Salah satu tangannya sesekali masih memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Walau hanya botol air, ia merasa kalau kepalanya seperti hendak terbelah menjadi dua bagian. Entah karena botol itu masih penuh atau memang orang yang melemparkannya benar-benar menggunakan kebencian.
Tapi kenapa harus benci? Key sama sekali tak merasa memiliki dengan orang lain di sekolahnya. Ia hanya bermasalah dengan Ravano dan itu pun sudah selesai. Mereka kini bisa berdamai dengan kondisi masing-masing. Lagi pula Key juga tak begitu akrab dengan murid-murid dari kelas lain.
Tristan menatap botol yang berada di tangannya lalu dengan kasar lelaki itu melemparnya ke dalam sebuah tempat sampah yang ia lewati.
"Lupain kejadian hari ini dan jangan ngelakuin apapun, apalagi kalo sampe bikin rusuh. Gue gak mau lo dapet masalah, apalagi lo masih belom lama sekolah di sini," ujar Key yang seolah mengerti dengan isi hati Tristan.
"Ngelupain lo bilang? Key, yang tadi tuh gak bisa dibiarin gitu aja—"
"Bisa. Lo gak usah punya pikiran aneh. Mungkin aja orang itu gak niat ngelempar botol itu ke gue atau apalah terserah, pokoknya gue gak mau lo terlibat masalah di sini," tegas Key tanpa menatap Tristan di belakangnya sama sekali.
"Lo kenapa seyakin itu sih?" ujar Tristan.
"Gue baru aja hidup tenang, Tris. Dan itu adalah keinginan gue sejak lama. Gue males kalo sampe terlibat masalah lagi. Cukup masalah kemarin yang bikin gue kewalahan dan sekarang gue gak mau lagi." Key membuang napasnya.
—tbc