Keanna hanya terdiam di tempatnya begitu melihat Ravano. Gadis itu membuang pandangannya dan kembali melangkah. Bisa dilihatnya Ravano tersenyum, seperti biasanya. Tidak peduli bagaimana reaksi Key terhadapnya, lelaki itu selalu berusaha menunjukkan senyuman terbaiknya.
Mereka berjalan menyusuri koridor tanpa sepatah kata pun. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Ravano ingin sekali mengajak Key bicara dan mengusir suasana canggung di antara mereka, tapi dia tidak mau membuat Key merasa tidak nyaman dan malah membuatnya kesal lagi.
Tepat beberapa meter di belakang mereka, Kinn tampak memperhatikan kedua orang itu.
"Mereka belom juga baikan, ya?" Lelaki itu membuang pandangannya. Dia sering beranggapan kalau hubungan Ravano dan Key yang sekarang lebih mengerikan dibanding mantan pacar yang bermusuhan.
Lagi pula Ravano dan Key sebelumnya belum pacaran, kan?
"Mau sampai kapan mereka kayak gitu? Apalagi mereka sekarang serumah, pasti ketemu tiap waktu lah." Kinn merogoh saku celananya dan mengambil ponsel.
Di depan sana, Ravano merasa kalau ponselnya bergetar. Lelaki itu langsung mengambil ponselnya yang berada di saku celana. Keningnya berkerut.
From : Kinn
Kalian berdua gak enak banget dilihat. Sariawan, ya?
"Apa-apaan nih?" Ravano baru hendak menoleh ke belakang sebelum seseorang berjalan mendahuluinya. Kedua mata Ravano mengerjap. Lelaki itu menggeram pelan. Dia bahkan tidak sadar kalau Kinn ada di belakangnya.
"Kenapa?" tanya Key begitu menyadari Ravano tiba-tiba berhenti.
"Enggak kok." Ravano tersenyum tipis dan kembali berjalan menuju parkiran, sementara Key menunggunya di gerbang.
Gadis itu berkali-kali membuang napas. Bukan ini yang dia mau. Dia dan Ravano bahkan tidak bisa mengobrol dan tertawa bersama seperti biasanya.
Mungkin Adel benar, kalau Key yang terlalu egois. Dia tidak pernah mau menerima keadaannya yang sekarang dan selalu menyalahkan semua orang yang ada di sekitarnya.
Tidak lama kemudian motor Ravano berhenti di depannya. Tanpa diperintah, Key langsung naik. Tujuan Ravano sejak awal memang untuk mengajaknya pulang bersama. Selain itu, Karin selalu meminta Ravano agar menjaganya meskipun Key bukan anak kandungnya.
Apa gue bisa?
Ravano merasa pegangan Key di kedua sisi seragamnya menguat. Lelaki itu melirik Key lewat kaca spion. Gadis itu terlihat melamun.
"Ada apa?"
Key mengerjap dan mengendurkan pegangannya. "E-enggak."
"Mau pergi dulu? Kita bisa pergi beli makanan kalo lo laper," tawar Ravano.
"Gak perlu." Key menghela napasnya lalu kembali berucap, "antar gue ke minimarket. Gue mau beli camilan."
Ravano tersenyum. "Siap, Tuan Putri."
***
"Irina suka rasa apa?" tanya Key sembari mengangkat dua kemasan snack berukuran besar.
Ravano tampak berpikir. "Asalkan bukan yang pedes, dia pasti suka. Tapi setahu gue Irina paling suka rasa keju."
"Oke." Key meletakkan kembali salah satu snack yang dipegangnya dan menyimpan satunya lagi di keranjang yang dibawa Ravano.
Tanpa Key sadari, Ravano terus menerus memperhatikannya. Setelah sekian lama, akhirnya Key secara perlahan mau bicara dengannya. Gadis itu mungkin belum terbiasa, namun Ravano yakin kalau mereka berdua pasti bisa melewatinya.
Key meletakkan satu per satu bungkus camilan ke dalam keranjang hingga hampir penuh.
"Gue rasa lo ngambil kebanyakan. Kita naik motor, Key. Nanti susah bawanya," ucap Ravano. Namun Key tampak tak acuh. Gadis itu kini tengah memilih s**u kotak.
"Gue naik taksi," ucapnya. Namun di detik berikutnya Key langsung melirik Ravano begitu menyadari lelaki itu menggeram pelan. Akhirnya Key menyimpan kembali semua s**u kotak yang tadi diambilnya, membuat Ravano tersenyum tipis.
"Segitu aja. Udah gak kebanyakan, kan?"
Ravano mengangguk. Tepat ketika mereka hendak ke kasir, mereka malah bertemu seseorang di sana. Ravano melirik Key yang tampak langsung bad mood.
"Kalian berdua lagi beli stok camilan, ya? Wah, banyak banget. Buat nonton bareng, ya?" Silvi menyeringai tipis begitu melihat ekspresi masam Keanna.
"Maaf, kita duluan." Ravano langsung buka suara sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Apalagi wajah Key semakin tidak bersahabat. Sejak dulu, Key memang tidak pernah menyukai kakak kelasnya itu. Terlebih saat tahu kalau Silvi terlihat berusaha mendekati Ravano.
Tiba-tiba Silvi mengambil sebatang cokelat yang berada di dekatnya. "Nih, buat lo." Dia memberikannya pada Ravano. "Nanti biar gue aja yang bayar." Gadis itu tersenyum manis pada Ravano.
Key menatap cokelat itu sengit. "Ravano alergi sama almond."
Senyuman Silvi memudar. Dia langsung menatap cokelat di tangannya.
Chunky Bar Almond
Silvi mendengus. Dia lalu menatap Ravano. "Lo alergi almond?" Lelaki itu mengangguk.
Tidak kehabisan akal, Silvi mengambil yang lain. Kali ini dia mengambil sebungkus camilan.
"Ravano gak suka rasa itu. Dia sukanya rasa rumput laut," ucap Key dengan tangan yang sudah bersidekap. Di sebelahnya, Ravano tampak berusaha untuk tidak tertawa. Key yang sekarang ini terlihat seperti Key yang dulu dikenalnya.
Silvi semakin geram. Kenapa Key harus ikut campur?
"Udah sore. Gue sama Ravano harus pulang." Key dan Ravano langsung berjalan melewati Silvi, membuat gadis itu menatap punggung Key kesal.
Ravano meletakkan keranjang yang dibawanya di atas meja kasir. Dia menatap Key yang masih terlihat bete. Lelaki itu terkekeh dan secara reflek mengusap puncak kepala gadis yang kini berstatus sebagai adik tirinya.
"Lo cemburu?"
"Gak." Key menatap lurus ke arah kasir yang tengah menghitung satu per satu barang belanjaannya, membuat si kasir salah tingkah karena merasa ditatap begitu oleh pelanggan. "Gue gak suka aja sama sikapnya. Centil, bikin mual."
Senyum Ravano kian melebar. Dilihatnya Key langsung pergi meninggalkannya. Di detik berikutnya Ravano mengerjap dan langsung menatap belanjaan Key tadi.
"Ini gue yang bayar?"
***
Suasana rumah terlihat sepi begitu Key membuka pintu. Dilihatnya Irina tengah bermain sendirian di depan TV yang menyala. Menyadari kedua kakaknya sudah pulang, Irina langsung bangkit dan memeluk Key erat. Key tersenyum tipis dan mengusap puncak kepala Irina yang hanya sebatas perutnya.
"Kakak beli camilan buat kamu. Dimakan, ya?"
Kedua mata Irina langsung berbinar mendengarnya. Gadis itu langsung menatap kresek besar yang dibawa Ravano.
"Wah ... Banyak banget!" serunya senang. Dia langsung mengeluarkan satu per satu makanan yang dibeli kakaknya itu.
"Mama ke mana?" tanya Ravano.
"Mama di kamar, lagi tidur." Irina memberikan sebungkus camilan rasa keju pada Ravano. Mengerti maksud Irina, Ravano segera membantunya membukakan bungkus camilan kesukaan adiknya itu.
Ravano tersenyum dan mengusap puncak kepala Irina. Dia lalu menatap Key yang sudah berjalan menaiki tangga. Lelaki itu menghela napasnya dan langsung menyusul Key.
"Key," panggilnya seraya menahan pergelangan tangan gadis itu. Key menghentikan langkahnya dan beralih menatap Ravano.
"Makasih," ucap Ravano pelan.
"Hm." Key langsung melepaskan tangannya dan kembali berjalan.
Ravano menatap punggung Key yang menjauh. Dia lalu menatap Irina yang kini tengah menikmati camilan pemberian Key.
Key yang sekarang, adalah Key yang selalu bersikap dingin padanya.
- To be continued