35. Cincin

1253 Kata
Kening Tristan berkerut saat Ravano membawanya ke taman sekolah. Apa Ravano akan menghajarnya di sana? Pikiran Tristan mendadak tidak keruan, apalagi sedari tadi wajah Ravano tidak menunjukkan ekspresi sama sekali. Lagi pula kenapa Ravano harus menghajarnya? Apa dia marah soal kemarin? Langkah Tristan berhenti begitu Ravano membalikkan badannya. "Jadi? Hal penting apa yang mau lo omongin sampe harus ngejauh gini?" Tristan bertanya. Namun Ravano hanya mengangkat salah satu sudut bibirnya. Dia lalu merogoh salah satu kantung celananya dan mengeluarkan sesuatu. Ravano meraih salah satu telapak tangan Tristan dan meletakkan benda itu di sana. Tristan mengernyit, berusaha mencari jawaban. Dia lalu menatap Ravano. "Ini ... cincin apa?" Pikirannya semakin dibuat tidak keruan. Kenapa Ravano memberinya sebuah cincin? Kedua mata Tristan mengerjap. Dia lantas menatap Ravano yang masih memasang tampang datar. Jangan bilang Ravano sama Keanna udah ... Enggak! Mereka sekarang saudara, 'kan? "Itu cincin gue." "Apa?" Tristan mengamati cincin itu baik-baik. "Terus? Kenapa lo kasih ke gue?" Ravano tidak langsung menjawab. Dia terdiam selama beberapa saat, diakhiri sebuah helaan napas sebelum akhirnya berkata, "Keanna punya satu." "M-maksudnya?" "Gue minta lo jaga baik-baik cincin itu, sama kayak lo jaga Keanna. Tunjukkin cincin itu ke dia nanti. Tugas gue selesai sekarang. Harus lo inget, kalo sampe gue lihat Keanna kecewa gara-gara lo, jangan harap lo bisa lagi ketemu sama dia. Lo bikin Keanna kecewa, sama aja dengan lo bikin kecewa gue." Ravano lalu berjalan ke samping Tristan. "Gue titip Keanna sama lo," ucapnya tepat di sebelah telinga Tristan. Lelaki itu menepuk bahu Tristan pelan sebelum akhirnya pergi dari sana. Tristan terdiam. Dia menatap cincin yang berada di tangannya. Perlahan kedua sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan ke atas. Digenggamnya cincin itu kuat sebelum akhirnya berbalik dan menatap punggung Ravano yang semakin menjauh. Ravano melambaikan tangannya dengan posisi memunggungi, membuat Tristan tersenyum lebar. *** "Lo yakin mereka gak bakalan berantem?" tanya Adel. Dua menatap Key yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk minumannya. Key menatap minumannya tanpa fokus. Bagaimana jika Ravano memukul Tristan dan membuat keributan? Mereka berdua masih belum benar-benar akrab, apalagi setelah kejadian kemarin. Gadis seketika dilanda perasaan khawatir, apalagi Tristan belum juga kembali setelah hampir lima belas menit. "Key—" "Ah, gue jadi gak tenang!" Key berdiri dari posisinya. Dia baru saja hendak pergi sebelum melihat Tristan yang berjalan ke arahnya. Raut wajah lelaki itu terlihat berbeda dari sebelumnya, membuat Key mengerutkan kening. Dia lantas menatap Adel, namun gadis itu hanya mengangkat bahu. Netranya bertumbuk dengan Tristan. Wajah babak belur lelaki itu tampak begitu cerah. Key hendak bertanya namun Tristan secara tiba-tiba memeluknya erat. Adel seketika dibuat tercengang, beberapa orang yang ada di sana menatap ke arah mereka. Hei, ini di kantin! *** Ravano menoleh begitu seseorang merangkul bahunya. Lelaki itu lalu kembali meluruskan pandangannya ke depan, tepat ke arah dua orang murid yang tengah mengamati sebuah tanaman di depan lab Biologi. Sesekali mereka tertawa. "Are u okay?" tanya Kinn sok Inggris. Pertanyaannya tidak langsung dijawab, karena Ravano kembali menatap Tristan dan Key di depan sana. Key terlihat menyenggol lengan Tristan yang tengah menulis hingga keduanya tertawa pelan. Seorang guru menegur mereka hingga keduanya kembali serius. Kedua mata Kinn berkedip dua kali begitu Ravano pergi. Dia langsung mengejar Ravano. "Lo gak apa-apa, Rav?" tanyanya. Salah satu sudut bibir Ravano terangkat. "Gue justru ngerasa lebih baik sekarang." Bibir Kinn membentuk bulatan kecil. "Serius? Lo gak lagi—" Ucapan Kinn terhenti begitu Ravano merangkul bahunya. "Tugas gue beres sekarang. Gue cuma harus ngawasin, kan?" Ravano mengedipkan salah satu matanya. Kinn terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya lelaki itu mengeluarkan ekspresi hendak muntah. Dia lantas mendorong tubuh Ravano menjauh. "Jijik, woy! Oh, tidaakkk~ gue ngerasa homo." Kinn mendramatisasi. "Gue tahu lo itu ganteng, Rav. Meskipun gantengan gue sih, tapi gue gak akan pernah jatuh cinta sama lo. Lo bukan tipe gue sih." Kinn mengamati penampilan Ravano dari atas hingga bawah. "Lo lebih jijik, Kinn!" Ravano menendang pelan pinggang Kinn hingga temannya itu hampir tersungkur. Ravano tergelak dibuatnya. Mendengar keributan kecil di salah satu koridor, Key lantas mencari sumber suara itu dan mendapati Ravano dan Kinn yang kini tengah melakukan adegan perkelahian layaknya di film-film. Kedua mata Key berkedip melihat Ravano yang tertawa lepas. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, lelaki itu kembali terlihat bahagia. Key lalu menatap Tristan yang tengah serius menulis. Bibir Key perlahan tersenyum. *** "Gue titip Keanna sama lo." Tristan tersenyum seraya menatap sebuah cincin yang berada di tangannya. Dia lalu menatap Key yang tengah membereskan buku sembari mengobrol dengan Adel. Gue bakalan jaga Keanna, bahkan tanpa lo suruh sekalipun, Rav. Tristan membatin. Dia menggenggam cincin di tangannya sebelum akhirnya memasukkan benda itu ke dalam saku. Tristan beranjak dari tempatnya dan menghampiri meja Key. Gadis itu mendongak begitu melihatnya. "Ekhem! Kalo mau pelukan, tahan dulu. Tolong hargai gue yang masih jomlo." Adel berujar hingga Key dan Tristan tergelak. Key memukul lengan Adel dan menarik sahabatnya itu agar keluar kelas bersamanya. "Eh, besok kan libur. Kali-kali jalan bareng dong," ucap Adel. Tristan reflek menarik bahu Key hingga gadis itu menjauh dari Adel. "Gue sama Key emang mau jal—" "Maksudnya kita bertiga, woy!" Adel menarik kembali Key hingga rangkulan Tristan terlepas. Sementara Key hanya tertawa pelan. Adel memang seperti itu. Tidak cukup sering adu mulut dengan Kinn, kini Tristan masuk ke dalam daftar 'musuhnya'. "Loh, kok bertiga?" Tristan menunjukkan tampang protes. "Ya iyalah bertiga. Gue, Key, sama lo." Adel menjulurkan lidahnya hingga Tristan mencebik, membuat Adel tertawa seketika. "Eh, Ravano sama Kinn diajak juga kali ya, makin banyak orang makin seru." Key menambahkan. "Udah, woy! Sekalian aja ajakin satu RT!" Key dan Adel tertawa keras mendengar ucapan Tristan. Tawa mereka memelan begitu mencapai dasar tangga. Mereka bertemu dengan Ravano dan Kinn. Adel langsung meloncat ke arah kedua lelaki itu. "Kebetulan banget nih. Besok jalan bareng yuk! Kan udah lama banget tuh." Adel merangkul bahu Kinn. Namun lelaki itu langsung mendorong tubuh Adel menjauh hingga Adel hampir menabrak dinding koridor. "Gak usah sok ramah lo, Net! Malah merinding gue." Kinn menyilangkan kedua tangannya di d**a. "Gue juga gak tertarik jalan sama lo. Mendingan sama Ravano!" Ravano yang semula tampak tenang itu sontak membulatkan kedua matanya, "Kok gue?" "Yeeeee~ siapa juga yang ngajak lo! Gue ngajak lo sama Ravano. Gue pengin kita berlima besok jalan bareng. Ayolah, lo semua apa pada gak capek akhir-akhir ini?" Adel menatap teman-temannya. Merasa ada yang aneh dengan kalimat Adel, Key langsung memukul lengan sahabatnya itu hingga tertawa. Adel jelas sedang menyindirnya dan Ravano. Mereka berlima terdiam sejenak begitu seseorang mendekat. Key menatap Silvi dan Ravano bergantian. Dia mengira kalau Silvi akan melakukan sesuatu, namun perkiraannya salah. Gadis itu justru hanya melewati mereka, bahkan tidak menoleh sama sekali. Kinn sampai terbengong-bengong. "Dapet wangsit apaan tuh Nenek Lampir?" Kinn menatap Silvi yang menjauh. "Sikapnya emang agak aneh semenjak kemaren. Tadi aja pas di kantin dia adem-adem aja tumben. Biasanya ngajak berantem," ungkap Adel. Key menatap punggung Silvi. Apa mungkin memang gara-gara ucapannya dan Tristan kemarin? Tapi gadis itu bahkan masih bisa membuat emosinya naik saat pulang sekolah, tepat sebelum murid-murid dari SMA Panca datang. Tunggu! Key berkedip dua kali. Mungkinkah .... "Dia juga takut." Silvi takut, karena dia meninggalkan Key. Dia takut terjadi sesuatu hingga pada akhirnya harus bertanggung jawab. Akhirnya dia menghubungi Ravano dan memberitahukan apa yang terjadi. Dia tidak ingin terlibat dengan murid-murid Panca. Dia ada di sana bersama Key, bagaimana jika dia juga dicari? Itukah? Hanya itu? Key mengerjap saat seseorang merangkulnya. Dia menoleh dan mendapati Tristan yang menatapnya. "Kenapa?" tanya lelaki itu. Key menggelengkan kepalanya. Dia lalu menatap Ravano, hingga pandangan mereka bertumbuk. Keduanya tersenyum. — To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN