36. Masalah Baru

1224 Kata
Hari sudah semakin gelap dan juga langit sudah mulai berubah semakin mendung dengan gemuruh petir dari kejauhan. Irina membuka pintu rumahnya dan ia menatap ke arah pagar rumah, berharap ia akan melihat seseorang yang datang namun ternyata tidak. Tidak lama kemudian, Key yang baru saja turun dari kamarnya itu seketika melihat Irina yang berdiam diri di ambang pintu dan ia pun segera mendekatinya. "Kenapa, hm?" tanya Key seraya mengusap puncak kepala Irina dengan lembut. Gadis kecil yang berusia tujuh tahun itu pun terlihat sedang cemas dan ia membuang napasnya pelan, sebelum akhirnya ia mendongak dan menatap Key. "Kak Ravano belum pulang, Kak," ujar gadis itu pelan. Salah satu alis Key kemudian naik dan ia mengerutkan dahinya saat mendengar ucapan Irina barusan. "Kak Ravano belom pulang?" Gadis itu membeo. Key kemudian keluar dari sana dan mengecek ke garasi dan ia pun tak melihat motor Ravano di sana, yang artinya kalau lelaki itu memang belum pulang. "Ya udah, nanti biar Kak Key yang telepon Kak Ravano, ya. Sekarang Irina ayo masuk, udaranya mulai dingin di luar lho, nanti malah masuk angin," bujuk Key pada Irina. Gadis itu kemudian membawa Irina ke dapur dan menyuruh gadis itu duduk di salah satu kursi. "Irina mau cokelat panas enggak?" tawar Key kemudian. Irina pun seketika langsung mengangguk dengan antusias, membuat Key ikut tersenyum. "Oke! Kak Key bikinin cokelat panas ya, biar Irina enggak ngerasa dingin," ujarnya. Karin yang sedang memasak itu pun tersenyum melihat kedekatan Key dan Irina. Memang sejak di hari pertama ia dan kedua anaknya pindah ke sana, sikap Key kepada Irina tak pernah berubah dan Karin merasa bersyukur atas hal itu karena Key ternyata masih memikirkan Irina di saat dirinya bahkan sedang mengalami situasi yang begitu menyakitkan untuknya. "Oh, iya, Key. Ravano udah pulang belum? Mama kok kayaknya enggak ngeliat dia ya, sejak tadi. Dia lagi tidur?" tanya Karin. "Ravano belom pulang, Ma." Kening Karin seketika mengerut. "Belum pulang? Loh, tapi kan ini sudah mau malam. Ravano enggak ada bilang ke kamu kalau dia mau ada urusan?" tanyanya pada Key. Key menggelengkan kepalanya pelan. "Nanti aku akan nyoba nelepon Ravano. Sebenernya enggak ada tugas kelompok sih, jadi kayaknya gak mungkin juga kalau Ravano pergi buat ngerjain tugas kelompok," ujarnya seraya menuangkan air panas ke dalam cangkir yang sudah berisi cokelat itu. Ia kemudian mengaduknya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia memberikannya kepada Irina. "Yeyyy~ cokelat panas buatan Kak Key! Makasih, Kak!" ujar Irina dengan begitu senang. Key terkikih pelan dan gadis itu kemudian mengusap puncak kepala Irina dengan tangannya sebelum ia kembali ke kamarnya untuk menghubungi Ravano yang masih juga belum ada tanda-tanda pulang. Key segera mencari kontak Ravano dan ia segera meneleponnya. Padahal semuanya sudah benar-benar hampir membaik tapi perasaannya mendadak jadi tak enak dan semoga saja itu hanya pikirannya saja. "Halo?" Suara Ravano terdengar di seberang sana. "Rav, lo di mana? Ini udah malem kenapa lo belum pulang?" ujar Key. "Gue lagi sama temen-temen," jawab Ravano. Kening Isla mengerut. "Temen? Temen yang mana?" tanyanya. "Lo gak kenal sama mereka. Udahlah, gue bentar lagi juga pulang kok." "Lo lagi ngapain di sana?" Key kembali bertanya. "Ya nongkrong aja, sekali-kali gitu." Jawaban Ravano terdengar begitu enteng dan itu membuat Key mulai merasa kesal karena lelaki itu bertindak seolah-olah kalau dirinya sedang tak berbuat salah. "Rav, lo boleh aja nongkrong tapi lo juga harusnya lihat waktu dong! Ini udah malem dan mau hujan, harusnya lo langsung pulang karena Irina sama Mama tuh khawatir sama lo!" "Iya, bentar lagi gue pulang," jawab Ravano. Key sempat terdiam selama beberapa saat begitu ia mendengar ada yang tidak beres di seberang sana. Gadis itu kemudian berujar, "Rav, lo lagi ngerokok?" tanyanya kemudian. Ravano tak menjawab pertanyaan Key yang barusan, membuat Key semakin dilanda perasaan curiga. Meskipun ia dan juga Ravano selama beberapa bulan terakhir tak memiliki hubungan yang bagus, namun Key selama ini mengenal Ravano dengan begitu baik. Yang ia tahu, Ravano adalah lelaki yang tidak suka merokok dan ia juga jarang sekali pergi nongkrong apalagi jika tidak ada kepentingan yang jelas sama sekali. "Rav, pulang sekarang," ujar Key dengan nada bicara rendah. Di seberang sana, Ravano yang mendengar itu pun langsung bisa menebak kalau Key saat ini sudah mulai marah padanya. Lelaki itu kemudian berdeham pelan. "Iya, bentar lagi," jawabnya. "Gue bilang pulang sekarang, Ravano! Atau gue sendiri yang nyusul lo ke sana!!" tegas Key dengan salah satu tangan yang sudah mengepal di samping tubuhnya. Ia benar-benar akan marah jika Ravano memang tengah merokok saat ini. Dan itu bukanlah Ravano yang dia kenal, bahkan seorang berandalan seperti Tristan saja tidak merokok dan itu menjadi sedikit nilai plus untuknya. "Hm." Ravano hanya bergumam pelan dan kemudian lelaki itu memutuskan sambungan telepon mereka secara sepihak, membuat Key mendengkus setelahnya. Gadis itu kemudian berjalan keluar dari kamarnya dan begitu ia menuruni satu per satu anak tangga, ia melihat kalau papanya baru saja pulang. "Gimana, Key? Apa Ravano ngejawab teleponnya?" tanya Karin yang berada di sana. Key mengangguk. "Hm. Katanya dia bentar lagi pulang," ujarnya. Ia lalu menatap Irina yang sedang menonton film animasi yang sedang ditayangkan di TV. "Loh? Ravano ke mana emang? Apa dia belum pulang?" tanya Handoko. "Iya. Padahal ini udah malam dan juga mau hujan. Ravano juga gak bilang apa-apa sama Key di sekolah kalau dia mau ada urusan sama temannya," ujar Karin. "Paling sekarang dia lagi di jalan." Handoko lalu berjalan mendekati Irina yang tengah sibuk menonton TV dengan sebungkus snack yang ada di tangannya. Key membuang napasnya pelan dan gadis itu keluar dari rumahnya dan memilih untuk menunggu Ravano di depan rumah. Hingga pada akhirnya hujan pun mulai turun secara perlahan dan bersamaan dengan itu, Key melihat ada motor yang memasuki halaman rumahnya hingga ke dalam garasi. Gadis itu masih menunggu di sana hingga Ravano benar-benar datang ke arahnya. Namun lelaki itu bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun pada Key dan langsung berjalan melewati gadis itu. Namun Key dengan cepat menarik salah satu bahu Ravano hingga lelaki itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Key. "Lo habis ngerokok?" tanya gadis itu. Ia mengendus seragam milik Ravano untuk memastikan indra penciumannya dan ia benar-benar mencium adanya bau rokok dari sana. Key membuang napasnya kasar dan menatap Ravano tajam. "Kenapa lo ngelakuin ini?" tanyanya. "Berisik. Gue lagi gak mood." Ravano menjawab pelan. Ia kembali hendak pergi namun kini Key menarik kembali bahunya namun dengan gerakan yang lebih kasar. "Jawab gue, Rav!" Key mulai meninggikan suaranya, membuat orang-orang yang ada di dalam itu sampai menoleh ke arah pintu. "Kayaknya aku denger suara Key. Apa Ravano udah pulang?" ujar Handoko. Mendengar Key yang berujar dengan nyaring membuatnya agak curiga kalau kedua anak muda itu kembali bertengkar. Handoko baru saja berdiri hendak menghampiri mereka namun Karin dengan segera menahannya. "Mas diam saja di sini, biar aku yang melihat keluar. Tolong jaga saja Irina agar dia tidak keluar." Karin berujar dan setelahnya dia pun berjalan ke arah pintu. "Iya, gue emang ngerokok terus kenapa?! Gue cuma ngelakuin apa yang gue mau!!" Napas Ravano tersengal. "Ini bukan kayak diri lo, Ravano! Lo gak pernah ngerokok—" "Sebaiknya lo tutup mulut karena lo bahkan gak tahu soal apapun!" tegas Ravano. Dan di detik berikutnya pintu rumah itu dibuka oleh seseorang dan menampakkan Karin di baliknya. Wanita itu kembali menemukan kalau dua anak muda itu kembali terlibat sebuah pertikaian, yang artinya masalah baru pasti datang lagi. "Ada apa ini?" Karin menatap Ravano dan Keanna bergantian. —TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN