Key mendudukkan tubuhnya di permukaan pasir dan memeluk kedua lututnya. Kedua matanya terpejam menikmati embusan angin yang menerpa wajahnya hingga helaian rambutnya bergerak. Rasanya sudah cukup lama sejak terakhir kali ia merasakan hal seperti ini, di mana ia benar-benar merasa seperti sudah terbebas dari sebuah sangkar yang selama ini mengurungnya.
Gadis itu alu membuka mata begitu merasa ada sesuatu yanh mengelus kepalanya dengan gerakan lembut. Key kemudian menolehkan kepalanya dan ia mendapati Tristan yang entah kapan sudah duduk di sebelahnya.
"Mikirin apa?" tanya lelaki itu seraya menatap Key.
Key tersenyum tipis, lalu gadis itu menengadahkan kepalanya ke atas, tepat ke arah langit yang berwarna biru begitu cerah. Dia juga menatap awan-awan yang bergerak pelan karena sapuan angin di atas sana.
"Nggak ada," jawabnya. Dia lalu menatap Tristan. "Ngomong-ngomong Tris .... "
"Hm?"
"Lo sama Ravano ... beneran udah gak apa-apa? Maksud gue ... kalian udah baikan?"
Salah satu alis Tristan naik, "Emangnya gue sama Ravano musuhan, ya?" Dia tertawa pelan dan menarik salah satu pipi Key pelan.
"Ya enggak gitu sih. Lo kan tahu sendiri Ravano orangnya gimana. Lo juga pernah dipukul sama dia, kan? Kenapa waktu itu lo gak bales?"
"Lo pengin gue mukul Ravano lagi?" Tristan tergelak. "Key, gue kan udah bilang sama lo. Gue emang serius sama ucapan gue dan gue berniat bantu lo supaya bisa move on. Tapi gue gak ada niatan sama sekali jauhin lo sama Ravano. Kalian kan saudara, kalian harus saling dukung, saling ngebahagiain. Lo boleh ngenang masa lalu, tapi jangan kelamaan. Perasaan yang dulu bisa muncul kapan aja." Tristan menarik pelan hidung Key.
"Wajar sih waktu itu Ravano marah. Secara kan gue anak baru dan gue murid bermasalah, terus tiba-tiba gue ngomong kalo gue sayang sama lo. Dia mungkin cemburu, tapi di sisi lainnya dia berusaha buat lindungin lo. Dia sendiri yang bilang kalo gue itu salah satu sumber ancaman buat lo. Dan terbukti, 'kan? Anak-anak Panca bener-bener nyari gue dan lo lagi-lagi kena dampaknya," lanjutnya.
"Terus kemarin?" Key kembali bertanya. Tristan tiba-tiba merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu dan Key tampak terkejut melihatnya.
"I-ini kan .... " Gadis itu mengambil cincin yang ada di tangan Tristan. Dia mengingatnya baik-baik, dan dia masih sangat ingat. "Ini cincin Ravano. Lo dapet dari mana?" ucapnya kemudian dan menatap Tristan.
"Dia kemarin kasih gue ini."
"Apa?" Key menatap Tristan tidak percaya. Dia mengambil sesuatu dari tas selempang yang dikenakannya dan mengeluarkan dompet, mengambil sesuatu dari salah satu slot. Dia lalu mendekatkan cincin miliknya dengan cincin dari Tristan, memastikan kalau benda itu benar-benar milik Ravano. Dia terkejut karena itu memang milik Ravano. Lantas kenapa dia memberikannya pada Tristan.
"Dia pengin gue jaga cincin itu, sama kayak gue jaga lo," ucap Tristan seolah paham dengan raut wajah Key. Gadis itu lalu menatapnya. Apa dia tidak salah dengar? Itu artinya ....
Key mengalihkan pandangannya pada teman-temannya yang tengah sibuk bermain voli dengan beberapa wisatawan lain yang ada di sana. Ravano dan Kinn melakukan tos saat mereka mencetak poin, sementara Adel bertugas menyemangati dengan cara berteriak. Kinn sering melayangkan protes pada Adel saat suara gadis itu cempreng, membuatnya melemparkan pasir-pasir di dekatnya hingga Adel marah-marah. Tingkah keduanya membuat Ravano tertawa.
Ravano kini benar-benar sudah melepaskannya. Kedua sudut bibir Key perlahan membentuk seulas senyuman. Dia kembali menatap cincin di tangannya.
Key mengerjap saat Tristan menangkap sesuatu yang hampir mengenai kepalanya. Dia mendongak dan melihat sebuah bola yang berada di tangan Tristan.
"Hati-hati dong! Lo bisa maen gak sih? Maen bekel aja sana lu pada!" semprot Tristan seraya menunjukkan tampang marah dengan kedua alis bertaut.
"Pacaran mulu lo! Maen istana-istanaan aja lo!" teriak Kinn hingga mengundang gelak tawa.
Key ikut tertawa. Dia dengan segera menahan Tristan yang hendak berdiri dan meletakkan salah satu cincin ke genggaman lelaki itu.
"Sekarang cincin ini punya lo," ucap Key. Perlahan Tristan tersenyum, lalu segera memakai cincin itu di jari tengahnya. Tangannya lalu mengusap puncak kepala Key, sebelum akhirnya bangkit dan berlari menuju teman-temannya.
Key menghela napasnya. Pandangannya bertumbuk dengan kedua mata milik Ravano. Mereka tersenyum.
Ternyata benar. Bahagia itu memang tidak harus menjadi sepasang kekasih. Menjadi sepasang saudara pun justru bisa lebih bahagia. Di luaran sana, banyak pasangan kekasih yang berpisah hanya karena masalah sepele, hingga timbul kebencian di antara keduanya.
Key kini bersyukur. Tuhan memang mengirimkan Ravano untuknya. Semuanya memang terasa sulit pada awalnya, namun sekarang Key paham. Perpisahannya dengan Ravano tidak lain adalah cara Tuhan mempertemukannya dengan kebahagiaan yang baru.
***
Ravano menatap pantulan dirinya di cermin. Lelaki itu terlihat tampan dengan kemeja berwarna putih. Tidak lama kemudian pintu kamarnya terbuka dan menampakkan sosok Key di baliknya. Gadis itu memakai dress selutut berwarna putih dengan hiasan bunga di pinggang. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai indah.
Dengan langkah lebar dia segera berjalan mendekati Ravano dan menarik tangan lelaki itu kemudian berjalan berdampingan dengannya.
"Lo udah ganteng, gak usah ngaca mulu," ucap Key. Ravano tertawa pelan dan mensejajarkan langkahnya dengan Key. Mereka berdua berjalan menuju ke halaman rumah. Handoko dan Karin tampak sudah duduk di sebuah bangku. Handoko memakai setelan jas hitam putih, sementara Karin mengenakan dress. Irina langsung tersenyum lebar begitu melihat kedua kakaknya datang. Gadis kecil itu memakai dress yang sama dengan Key. Rambutnya digulung dan dihiasi oleh sebuah flower crown berwarna putih.
"Sudah kumpul semua?" tanya seseorang di depan mereka. Dia terlihat mulai membidik fokus kameranya.
"Sudah," ucap Karin. Dia tersenyum menatap ketiga anaknya yang terlihat bahagia. Lelaki yang bertugas mengambil gambar itu segera menyuruh mereka bersiap-siap. Key dan Ravano berdiri di belakang Handoko dan Karin, sementara Irina duduk di bangku tepat di tengah-tengah. Mereka tersenyum ke arah kamera.
"Oke. Satu ... dua ... tiga!" Sang fotografer tersenyum melihat hasilnya.
"Sekarang pake timer. Ayo, sini!" Karin memberi kode dengan tangannya agar lelaki itu bergabung.
Irina langsung terlihat antusias. "Kak Tristan sini!"
Tristan tertawa pelan dan segera memasang timer. Dia merapikan lengan kemeja putihnya dan berjalan ke belakang Handoko dan Karin, tepat ke sebelah Key hingga gadis itu kini berada di tengah-tengah. Key menatap Ravano dan Tristan bergantian. Dia tersenyum, lalu melingkarkan tangannya di lengan kedua lelaki itu.
Mereka tersenyum lebar ke arah kamera.
"Satu ... dua ... tiga!"
Sebuah momen yang bahagia itu pada akhirnya berhasil diabadikan, dan semoga saja kebahagiaan itu akan terus berlanjut seterusnya.
— SELESAI —