Modus Buaya Kelas A

2370 Kata
Dengan semangat dalam d**a bercampur sedikit kekesalan, Vanya meminta sang sopir taksi untuk mengantarkannya ke lokasi yang telah Oki kirimkan. Sebuah klub malam yang letaknya searah dengan laju taksi yang sejak tadi dikemudikan sang sopir. Entah kebetulan atau memang takdir membawa langkah Vanya untuk memasuki dunia malam itu, yang jelas Vanya ingin malam ini membuang segala rasa sesak dalam d**a. Atas keputusan beratnya melanjutkan kuliah, ia ingin bersenang-senang menikmati alunan musik dj tanpa mabuk-mabukan. Sesampainya di tempat tujuan, Vanya langsung membayar taksi tersebut dan turun. Saat ia masih berada di luar klub, Vanya merasa beberapa pria bertubuh kekar dan berbaju serba hitam itu terus memandangnya dengan tatapan tajam. Vanya tidak mengerti, apa ada yang salah dengannya? Sehingga tatapan mereka tak beralih sedetikpun darinya. Masih dengan posisi yang berdiri di depan klub yang cukup besar itu. Vanya termenung. Ia kemudian kepikiran dengan penampilannya. Vanya rasa bajunya terlampaui sopan untuk mengunjungi tempat ini. Bagaimana tidak? Karena aksi kabur-kaburannya tadi, Vanya hanya mengenakan baju seadanya. Tidak ada waktu untuk berganti baju. Kaos hitam polos panjang yang ia padukan dengan rok plisket putih tulang semata kaki. Hah..tinggal menambah jilbab—penampilannya persis anak pondok! Daripada ditatap aneh oleh para pria berbaju hitam yang Vanya duga penjaga keamanan tempat ini, lebih baik Vanya menepi. Mencari tempat yang aman untuk merubah penampilannya sekilat mungkin. Karena Vanya khawatir tanpa sepengetahuannya Oki pergi ke hotel untuk bersenang-senang dengan wanita yang telah dipilihnya untuk menghabiskan malam ini. Setelah menemukan tempat yang cukup aman, karena cahaya juga remang-remang dan sedikit masuk ke dalam gang. Yang artinya tidak akan diperhatikan oleh pengguna jalan, mengingat klub ini berada di pinggir jalan raya karena memang bukan klub biasa. Vanya menyebutnya, sebuah klub mewah kelas A. Entah benar atau tidak penggolongannya itu, yang jelas intinya begitu. Dirasa memang benar-benar aman dan tidak ada yang melihat. Vanya segera menaikkan dan melipat rapih rok plisketnya menjadi rok pendek di atas lutut. Mengubah penampilan seperti ini cukup mudah dilakukannya. Ia pandai soal fashion, selama ini saja pekerjaannya berjualan baju. Untuk lengan panjang kaos yang ia kenakan, hanya ia tarik sedikit sampai siku. Supaya tidak terlihat membosankan. ”Perfect!” Vanya berkaca pada jendela rumah yang sepertinya penghuninya telah terlelap. Karena lampu di sini remang-remang. Tapi di depan sana, Vanya dapat dengan jelas melihat penampilannya sendiri. Errr..seksi! Vanya tersenyum miring, ia sangat puas dengan ide cemerlang dan gerakan cekatan tangannya. Selesai dengan baju, tangan Vanya beralih pada rambut. Jika sebelumnya Vanya hanya menggerai rambutnya. Kini Vanya memutuskan untuk menguncir rambutnya menjadi satu—kuncir kuda, yang memperlihatkan dengan jelas leher jenjangnya. Hal ini tentu saja juga termasuk ke dalam kiat-kiat supaya terlihat seksi. “Selesai! Klub..i’m coming,” kata Vanya yang kemudian bergegas karena takut Oki keburu pergi meninggalkan klub untuk check-in hotel. Terbukti saat Vanya mengubah penampilannya, para penjaga klub terperangah dan meloloskan Vanya masuk begitu saja. Mereka bahkan hampir tidak percaya, bila gadis ini merupakan gadis yang tadi turun dari taksi, dan berhasil mencuri perhatian. Karena penampilannya yang seperti anak pondok. Haha! Musik dj langsung menyambut kedatangan Vanya. Dengan semangat empat-lima Vanya bergegas mempercepat langkah kakinya. Pertama-tama, ia akan memesan minuman dingin tanpa kandungan alkohol di bartender. Lalu setelahnya, barulah Vanya merogoh ponsel dan mencoba menghubungi Oki. Saat panggilannya pada Oki masih memperdengarkan dering telepon. Seorang pria tiba-tiba menubruknya dan membuat ponselnya jatuh ke lantai. Vanya mencoba untuk tidak emosi, karena ia tahu betul apa yang saat ini membuat pria itu menabraknya sembarangan—mabuk berat. Tak banyak bicara, Vanya berupaya menunduk untuk mengambil ponselnya yang jatuh. Namun tiba-tiba Vanya mendengar seseorang bersiul. Sial! Roknya pasti terangkat tinggi sehingga membuat pria itu merasa bahagia karena disuguhi pemandangan indah. Buru-buru..Vanya enyah dari area bartender. Ia merasa di sana bukanlah tempat yang aman untuk menghubungi Oki. Lagipula kenapa Oki lama sekali mengangkat panggilan suaranya!? Menyebalkan! Vanya memilih duduk di sebuah sofa yang terletak paling ujung. Berharap dalam hatinya, tidak akan ada yang menganggunya karena Vanya sangat cemas tidak ada yang menjaganya. Oki belum bisa dihubungi. Sedangkan Vanya merasa, ia tengah terjebak di sarang pria-pria b******n yang haus akan tubuh wanita. Mata Vanya bahkan sudah ternodai karena pemandangan yang tak jauh dari tempatnya duduk memperlihatkan seorang pria yang terus mencumbu leher wanita berpakaian minim. Err..tontonan 21+ secara live. Film 21+ saja Vanya belum pernah menontonnya, apalagi tontonan live seperti ini. Berkali-kali Vanya menghubungi Oki. Tapi berkali-kali pula suara yang didapatinya hanya nada dering. Itu artinya, ponsel Oki tidak mati. Jadi..bagaimana sekarang? Bersamaan dengan kekesalannya itu, seorang pria mengantarkan minuman padanya. Tanpa berpikir panjang, Vanya segera meneguk minuman tersebut. Vanya merasa aneh pada indra perasanya. Mengapa rasa air putih dingin ini tidak biasa? Tapi Vanya mencoba berpikir positif. Mungkin pria yang meraciknya tadi menambahkan perasan lemon di dalam air putih dingin dan di atas gelas tersebut terdapat hiasan daun mint. Mungkin karena itu juga rasa air putih berubah. Tak apa, not bad. Justru segar. Vanya suka. Beberapa menit masih mencoba mengirim pesan pada Oki—karena Oki tidak mengangkat panggilan suaranya berkali-kali—hal yang ditakutkan Vanya terjadi. Pria yang tadi menabraknya dalam keadaan mabuk, tiba-tiba menghampirinya. Dengan santainya pria itu duduk di sofa yang berada tepat di depannya. Hah..apa maksudnya? Mencoba abai dengan pria itu walau sepertinya ia sudah mencuci mukanya, karena masih ada sisa titik-titik air di wajahnya. Mungkin untuk meraih kembali kesadarannya, walau Vanya yakin tak mungkin sepenuhnya. Sudahlah. Untuk apa juga Vanya memperhatikan pria asing yang tiba-tiba duduk di hadapannya itu? Lagipula dia adalah pria b******n, karena tadi sempat bersiul saat rok belakangnya terangkat. Ketika Vanya menyibukkan diri dengan ponsel di tangannya sembari menunggu balasan pesan Oki. Tiba-tiba terdengar bunyi kamera yang mengambil gambar. Sontak Vanya mendongak dan menatap tajam pria di hadapannya. Siapa lagi pelakunya jika bukan pria ini? Tampan, sih. Tapi minus akhlak! Semakin kurang ajar saja pria ini padanya. Kali ini Vanya tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak bersuara. Sudah cukup kesabarannya sejak tadi. “Anda jangan kurang ajar, ya. Seenaknya mengambil foto orang asing. Itu termasuk ke dalam tindakan yang tidak menyenangkan! Anda bisa terkena—” Teguran Vanya terpotong karena tiba-tiba pria di hadapannya itu menunjukkan layar ponselnya pada Vanya. “Untuk saya tanyakan pada rekan saya. Apakah benar kamu sahabat wanitanya..” Dapat dengan jelas Vanya melihat tampilan layar ponsel pria asing tersebut adalah room chat dengan kontak bernama ‘Oktira Sailendra’. Tidak salah lagi, pria kurang ajar ini adalah rekan Bang Okinya! Kini Vanya sedikit tahu, alasan mengapa Oki mengabaikan panggilan suara dan pesan beruntunnya. Sudah pasti pria itu saat ini terbang ke awang-awang karena kegiatan panasnya di hotel. Sial! Vanya telat menyusul Oki dan malah terjebak di sini, bertemu pria kurang ajar yang mengaku rekan Oki pula! Astaga.. Meminum lagi minuman yang dipesannya, Vanya kemudian mencoba bangkit dari duduknya. Ia bermaksud untuk membayar minuman yang dipesannya. Kemudian enyah dari sini, karena merasa tak aman seorang diri di tempat seperti ini. Namun, entah mengapa rasanya bumi ini berputar? Kepala Vanya begitu pusing sampai ia berpegangan dengan pinggiran sofa. “Kenapa kamu membuat gerakan terburu-buru? Pusing ‘kan jadinya..” tegur pria asing yang mengaku rekan Oki. Cih, sok memberi perhatian.. Padahal Vanya tahu ini adalah sebagian dari modusnya untuk menjerat wanita agar nanti mau ia ajak untuk check in. Dengan seenak jidatnya, pria itu juga memegangi bahu Vanya. Vanya dengan tenaga yang tersisa berusaha melepaskan tangan pria itu dari bahunya. Jijik! Perasaan takut akan dimacam-macami menggerogoti diri Vanya dan memaksa Vanya untuk meninggalkan tempat ini apapun yang terjadi. Meskipun ia harus merangkak-rangkak, ia pastikan secepatnya akan enyah dari tempat ini! Sadar dengan penolakan Vanya, pria itu tidak menyerah begitu saja. Apalagi sahabat wanita Oki ini ternyata sangat cantik dan terlihat masih muda. Dimana Oki bisa mendapatkan sahabat wanita secantik ini? Jangan-jangan selama ini mereka merupakan friend with benefits? Pikirannya terus menerka-nerka karena belum mengenal baik dunia Oki dengan sahabat wanitanya ini. Tapi satu hal yang membuatnya enggan meloloskan gadis cantik yang telah ia tandai ini, yakni membayangkan malam panas dengan yang belum berpengalaman, membuat liurnya hampir menetes. Ahh..pasti menyenangkan. “Nama saya, Jayden. Kamu bisa memanggil saya Eyden. Supaya lebih akrab.” “Maaf. Tapi saya tidak berminat untuk akrab dengan kamu. Menjauh dari tubuh saya. Saya tahu apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh otak picikmu.” Dengan keberanian tingkat tinggi, Vanya menolak mentah-mentah ajakan berkenalan dan pengakraban diri itu. Ia terlanjur unrespect dengan pria ini karena kejadian di bartender tadi. Kurang ajar memang! Di luar dugaan, padahal Vanya sudah mempersiapkan dirinya bilamana pria ini akan memaksakan kehendaknya. Pria bernama Jayden itu langsung mundur beberapa langkah dan mengangkat dua tangannya. Senyum miring menghiasi wajah tampannya. Memberikan kesan badboy yang cukup memikat. Tapi secepat mungkin Vanya mengenyahkan perasaannya. Jangan sampai terpikat! Pria ini tidak menarik sama sekali! Ia b******n! Pak Lian lebih menarik. Titik. “Baiklah. Sepertinya kamu masih dendam dengan kejadian di bartender tadi. Maafkan saya atas kejahilan saya. Itu murni kejahilan saya,” aku Jayden dengan mengedipkan sebelah matanya. Tapi Vanya sama sekali tidak luluh. Ia tetap berusaha berdiri tegap dan berniat melangkahkan kaki guna membayar minumannya. Lagi-lagi niatnya untuk pergi terhenti karena Jayden secepat kilat menghalangi langkahnya. Kali ini tanpa kontak fisik. Hanya saya, tubuhnya yang tinggi itu menghalangi laju tubuh Vanya. Dengan kondisi kepala yang berdenyut-denyut, Vanya berusaha mendongak dan menatap Jayden dengan tatapan memohon. Sungguh..Vanya ingin sekali keluar dari sini. Kini Vanya merasa menyesal karena memaksakan kehendaknya menyusul Oki. Di sini bukan kesenangan yang didapatnya, justru kekhawatiran akan keselamatannya sendiri yang notabenenya merupakan gadis lugu dan awam mengenai hal-hal berbau bebas. “Saya ingin pulang. Saya mohon, menyingkirlah..” pinta Vanya. Entah mengapa mata Vanya terasa panas? Tiba-tiba lelehan bening keluar begitu saja dari wajahnya. Hal tersebut sontak membuat Jayden merasa sadar sepenuhnya. Padahal tadi ia masih menggapai kesadaran setengahnya. Jayden panik, karena gadis cantik di hadapannya ini yang tiba-tiba menangis dalam diam seusai memohon untuk dilepaskan. Sepertinya memang gadis ini bukanlah gadis liar seperti yang ia pikirkan. Pantas saja Oki memintanya untuk tidak macam-macam dengan sahabat wanitanya ini. Oki bahkan mengancam tidak segan-segan akan menyunatnya tiga kali bila sampai macam-macam pada gadis ini. Gadis cantik yang Oki kenalkan bernama Vanya. Tapi Jayden belum puas sebelum ia mendengar gadis di hadapannya ini mengenalkan dirinya sendiri. Akhirnya, Jayden membuang segala pikiran liarnya. Ia berusaha menempatkan dirinya sebagaimana yang Oki perintahkan—menjaga Vanya. Jayden dengan ragu-ragu mencoba menghapus lelehan air mata Vanya. “Ck! Jangan menangis. Nanti saya disunat Oki tiga kali! Kamu ini..cengeng,” cibir Jayden di akhir kalimat penenangnya, sebenarnya hanya semata-mata untuk mencairkan suasana tegang diantara keduanya. Sudah cukup. Jayden tak ingin terlihat semakin kurang ajar di mata Vanya. Alasannya? Entahlah..Jayden hanya mengikuti kata hatinya setelah menepis pikiran kotornya. Setelah termenung dengan perasaan takut dan membiarkan Jayden menyeka air matanya, Vanya menepis tangan besar nan lembut itu. Meskipun Jayden tiba-tiba menunjukkan siis lembutnya, bukan berarti Vanya kesenangan dan hilang waspada. Ia tetap waspada dengan buaya jadi-jadian ini! Kepalanya masih pusing. Vanya mulai paham, sepertinya minuman itu tercampur alkohol. Entahlah, sementara saat ini dugaannya hanya itu. Melihat Vanya melirik minumannya yang sisa sedikit itu, Jayden menghela napasnya. Ia merasa akan lebih b******n bila tidak mengakui perbuatan kejinya. Maka dari itu, Jayden putuskan untuk mengaku sebelum Vanya semakin benci padanya. “Sekali lagi, maafkan saya. S—saya mengganti pesanan kamu.” Jayden sedikit gugup. Tapi ia juga penasaran dengan reaksi Vanya. Jika Jayden mengira Vanya akan mengamuk padanya, maka perkiraan itu salah besar. Karena Vanya langsung melangkahkan kaki saat Jayden lengah. Ia hendak membayar minumannya, tapi Jayden lebih dulu berkata, “Sudah saya bayar.” Sudah Vanya duga. Merasa sudah muak berdekatan dengan pria bau alkohol ini. Vanya segera menunduk sopan dan mengucapkan kata yang memang pantas untuk ia berikan pada seseorang yang telah membayar minumannya, “Terima kasih.” Dengan alasan yang sebenarnya yakni, sudah malas meladeni pria kurang ajar ini. Sekalipun pria ini rekan Oki, tapi Vanya tidak wajib bersikap baik kepadanya. Apalagi setelah Vanya tahu bagaimana sikap dan pandangan hausnya akan tubuh Vanya. Kini Vanya melanjutkan langkahnya untuk keluar dari klub. Meski sedikit sempoyongan, Vanya usahakan untuk mempercepat langkah kakinya. Setidaknya ia harus keluar dari tempat ini. Ia harus menyelamatkan dirinya sebelum diterkam oleh buaya buas yang mengaku rekan Oki. Sumpah. Setelah ini, ia pastikan akan mengamuk pada Oki. Bisa-bisanya Oki menitipkannya pada pria kurang ajar seperti itu! Vanya marah dan kecewa. Oki yang dianggapnya selalu bertanggung jawab, mengapa sekarang berubah? “Kamu hendak kemana? Naik apa?” Ternyata Jayden tidak menyerah setelah Vanya memutus perdebatan dengan mengucap ‘terima kasih’. Rupanya pria ini sejak tadi terus mengikuti langkah kakinya yang keluar dari klub. Namun Vanya merasa pasokan udara sudah lebih nikmat untuk dihirup. Ia sedikit lega saat ia kini sudah berada di pinggir jalan raya. Vanya dapat kapan saja berteriak bila Jayden macam-macam. “Pulang.” “Saya antar!” “Terima kasih. Tapi taksi lebih aman.” “Kamu tidak percaya pada saya?” “Dari sikap saya, seharusnya kamu tahu jawabannya.” “Maaf atas tindakan-tindakan saya yang kurang ajar tadi. Saya benar-benar sudah salah menilai kamu.” Vanya menghentikan langkah kakinya. Ia berbalik dan menatap tajam Jayden. Rasa penasaran dalam dirinya tiba-tiba bangkit karena kalimat terakhir Jayden barusan. “Memangnya penilaianmu pada saya seperti apa?” “S—saya pikir kamu dan Oki..k—kamu dan Oki—” Vanya tersenyum miring karena ia tahu maksud dari perkataan terbata-bata Jayden. Tanpa menunggu kelanjutan kalimat Jayden. Vanya memotong dan menunjuk-nunjuk wajah Jayden, “Pikiranmu kotor!” “Bang Oki itu bukan sekadar sahabat pria saya. Tapi lebih dari sahabat, saya sudah menganggapnya seperti Abang saya sendiri! Kamu pasti tidak pernah mempunyai hubungan persahabatan dengan lawan jenis, ya? Makanya pikiranmu kotor sekali.” Vanya memberikan penjelasan dan sengaja mengolok Jayden. Ia sudah geram sekali. Selain tindakan dan tatapannya yang tidak mengenakkan, ternyata pikirannya juga! Paket komplit pria b******n! Sudah cukup membuang waktu berharga dalam menikmati kebebasannya malam ini. Vanya dengan tegas memberikan peringatan, “Sekarang saya minta, berhenti mengikuti saya.” Walau nada bicaranya sudah tak lagi meninggi, tapi sarat akan penekanan. Jayden dapat merasakannya. “Sepertinya permintaanmu yang ini tidak bisa saya kabulkan. Saya akan tetap mengantar kamu pulang. Suka atau tidak suka. Karena ini perintah Oki. Ayo kita pulang..” “KAMU TULI!? SAYA TIDAK MAU KAMU ANTAR PULANG!!” “Ayo..” Jayden tetap memaksa. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN