16 - Semu

2127 Kata
Naga menghentikan langkahnya saat mereka tiba di hadapan pria dan wanita paruh baya. "Wah, ini istri Pak Naga?" sapa si laki-laki. "Iya, Pak. Selamat sore, maaf agak sedikit terlambat," ujar Naga. Naga melirik Almira, membuat gadis itu segera tersadar dengan kode yang Naga berikan. "Selamat sore. Ini bunga untuk Anda," Almira menyodorkan buket mawar yang ja bawa pada wanita paruh baya di samping laki-laki itu. "Terima kasih," ujarnya dengan nada dingin. "Mari, silakan duduk Pak Naga dan..." "Almira, Pak," sambung Almira. "Ah iya, Bu Almira. Mari mari silakan!" Naga dan Almira pun segera duduk bersebelahan. "Jadi bagaimana kalau kita memesan dulu, baru mulai mengobrol?" tawar si paruh baya yang belum sempat Almira ketahui namanya. "Boleh, Pak," jawab Naga. Pria paruh baya itu segera mengangkat tangannya, membuat seorang server datang kemudian mereka menyebutkan pesanan masing-masing. "Oh iya, kami belum memperkenalkan diri pada Bu Almira. Perkenalkan, saya Yudhistira, dan ini istri saya Mega," ucap lelaki paruh baya yang ternyata bernama Yudhistira itu. "Ah iya. Salam kenal, Pak, Bu," balas Almira. Almira menatap wanita dingin di hadapannya. Astaga, setelah satu minggu hidup bersama pria dingin, kini ia pun harus kembali dipertemukan dengan spesies yang sama di hadapannya. Yudhistira dan Naga mulai mengobrol hal-hal yang tidak terlalu Almira kuasai. Jadi ia memilih diam sambil sesekali menyahuti singkat. Namun, yang membuat Almira tidak nyaman adalah kehadiran Mega yang sejak tadi memandanginya dengan kurang kurang mengenakkan. Setelah pesanan datang, Almira memilih menyibukkan diri dengan hidangan di hadapannya. "Ma, ajak Bu Almira mengobrol, dong!" bisik Yudhistira, namun masih dapat Naga dan Almira dengar. Naga melirik ke arah Almira. Namun Almira berpura-pura tidak melilat. Merasa risik karena dieprhatikan saat makan, Almira pun pamit ke toilet sebentar. Namun, baru saja Almira berdiri, ia ditabrak oleh seorang server yang membawa beberapa makanan di mampannya. Dan sialnya lagi, makanan it tumpah mengenai lengan Almira. Almira meringis. Berusaha tidak merintih agar tidak membuat kehebohan. Naga segera bangkit dan menghampiri Almira. "Sial! Makanan panas. Apa sangat sakit?" "Tidak. Ini-" "Kamu punya mata tidak sih, hah?" Almira tersentak saat mendengar Naga berteriak gahar pada pegawai yang tidak sengaja menumpahkan makanan di lengannya itu. "Maaf, Pak. Saya-" "Panggil manajer kamu sekarang! Orang ceroboh seperti kamu tidak layak bekerja di sini," sentak Naga. Almira terkejut bukan main. Ini hanya masalah kecil. Tapi kenapa Naga harus bersikap mengerikan seperti ini? "Saya mohon jangan, Pak. Saya benar-benar minta maaf. Saya-" "Naga, aku tidak apa-apa. Ini bukan masalah besar yang sampai bisa membuat seseorang keluar dari pekerjaannya," Almira berusaha membela pegawai itu. "Kamu selalu bicara seperti itu. Saat kamu mendapat luka, kamu pasti akan bilang tidak apa-apa, seakan kamu punya banyak nyawa yang ingin kamu hambur-hamburkan," kesal Naga. "Bukan begitu. Hanya saja ini benar-benar cuma luka kecil. Aku tinggal mencucinya dan masalah akan selesai," balas Almira. Padahal ia yakin tangannya pasti akan melepuh setelah ini. Tapi ia tidak bisa membiarkan orang lain kehilangan pekerjaannya karena dirinya. "Pak Naga, bagaimana kalau Bapak membawa Bu Almira ke dokter dulu biar bisa segera mendapat penanganan?" usul Yudhistira. "Eh tidak perlu. Ini benar-benar cuma luka kecil. Saya bisa pulang sendiri dengan taksi, karena biar bagaimana pun kalian masih harus melsnjutkan membicaraan tengang bisnis kalian," tolak Almira. "Dasar keras kepala," geram Naga. "Soal pekerjaan kan bisa lain waktu. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan kita semua," ujar Yudhistira. "Tapi-" "Ayo pulang!" potong Naga. "Pak, Bu, kami pamit pulang dulu, ya. Mohon maaf atas ketidak nyamanannya." "Tidak masalah, Pak. Kita bisa atur ulang pertemuan ini di lain kesempatan," balas Yudhistira. Setelah itu, Naga pun segera membawa istrinya itu untuk keluar. Sampainya di mobil, Almira segera mengambil tisu basah dari dalam tasnya. Ia hendak membersihkan tangannya yang tersiram kuah panas dengan tisu itu. Namun gerakannya kalah cepat dengan Naga yang sudah lebih dulu berhasil merebutnya dan membuangnya ke jok belakang. "Apa yang-" "Kamu bodoh atau apa? Kalau dia terkena benda yang dingin, justru bisa semakin parah, bodoh!" omel Naga. Ia segera mengambil beberapa tisu kering dan mengusapnya pelan ke lengan Almira. "Lihat! Tanganmu melepuh. Dan kamu bilang ini hanya luka kecil? Kamu nggak lupa kan, kalau bulan depan kita akan ke Paris?" Naga masih saja terus mengomel. "Ini pasti akan hilang dalam dua sampai tiga hari saja. Jadi- aww!" Almira menjerit saat dengan sengaja Naga memencet lukanya. "Kamu sengaja?" kesal Almira. "Iya. Biar kamu sadar jika yang kamu bilang luka kecil itu sepatah ini!" sentak Naga. Selesai membersihkan luka Almira, Naga segera menyalakan mesin mobilnya dan mengendarainya dengan kecepatan sedang. Tapi tunggu! "Ini bukan arah menuju apartemen," bingung Almira. "Kita akan ke rumah sakit dulu dan mencarikan obat untukmu." "Tapi ini kan hanya-" "Almira, kamu tahu kan, aku paling tidak suka pembangkang?" potong Naga yang membuat Almira hanya bisa bungkam. Sampainya di rumah sakit, Naga membawa Almira ke IGD mengingat saat jam seperti ini poli sudah tutup. Almira segera diperiksa, sementara Naga mendampinginya di samping. "Almira?" Almira menoleh ke samping. Ia tersenyum tipis saat melihat Billy menghampirinya. "Apa yang- astaga, tangan kamu kenapa?" tanya Billy. "Hanya luka kecil. Tadi tidak sengaja-" "Cih, terus saja bilang itu luka kecul," celetuk Naga yang membuat Almira menghentikan ucapannya. "Anda dokter, kan? Tolong segera obati dia!" pinta Naga, kembali dengan nada dinginnya. Billy mengangguk. Ia pun segera merawat luka Almira sembari mengobrol ringan dengan teman masa SMA nya itu. "Saya akan buatkan resep obat. Nanti kalian boleh mengambilnya di apotek yang ada di sebelah sana." "Boleh saya tebus sekarang saja?" pinta Naga. Billy mengangguk, kemudian segera minta pulpen dan kertas pada seorang perawat yang ada di dekatnya. "Ini, Pak." "Kamu tunggu di sini hingga aku kembali!" ujar Naga. Dan seperti biasa, Almira hanya bisa mengangguk patuh. Setelah kepergian Naga, Billy membantu Almira untuk bangkit duduk. "Ck. Padahal saat aku maksud semoga kita bisa segera bertemu tuh bukan dalam keadaan yang seperti ini juga," gumam Billy. Almira terkekeh. "Nasib orang, siapa yang tahu, sih?" "Oh iya, Ra, tadi itu pacar kamu?" tanya Billy. "Hmm... lebih tepatnya suami," ralat Almira. "Eh? Kamu sudah menikah? Kapan? Kok aku nggak tahu?" "Memang sedikit dadakan. Aku juga mana tahu kalau kamu sudah ada di Indonesia?" "Baru banget, ya?" tanya Billy lagi. "Tepat satu minggu yang lalu, hehe." Billy terdiam sejenak. "Congrats, ya. Semoga kamu bahagia sama dia!" "Amin. Terima kasih ya, doanya. Semoga kamu juga cepat nyusul." Sementara itu Billy hanya menanggapinya dengan seuntai senyum tipis. Tak lama kemudian, Naga kembali. Ia pun segera membawa Almira pergi dari sana. "Tidak diperban?" tanya Naga saat mereka berada di mobil. "Tidak. Kan sudah aku bilang, ini hanya luka kecil. Kamu khawatir sekali, sih?" balas Almira. Sampainya di apartemen, Naga langsung menyuruh Almira untuk beristirahat. Sementara ia masih harus menyelesaikam beberapa pekerjaannya. Saat hendak memejamkan mata, Almira teringat sesuatu. "Naga, boleh aku bertanya?" "Hmm." "Apa nanti malam kamu juga akan tidur di ruang tamu?" tanya Almira. Naga terdiam sebentar. Tangannya berhenti bergerak saat mendengar pertanyaan Almira. "Memangnya kenapa?" "Tidak. Hanya saja, ini kan apartemen kamu. Kamu juga bekerja lebih berat dibandingkan aku. Kalau memang kamu tidak mau tidur seranjang denganku, bukankah seharusnya yang tidur di sofa itu aku?" "Aku hanya tidak ingin tidur di kasur," jawab Naga. "Kamu berbohong. Kalau kamu mau, tidak apa-apa kok. Biar aku yang-" "Jangan bercanda! Kamu itu perempuan. Apalagi kamu juga sedang sakit," potong Naga. "Tapi ini kan cuma luka kec-" "Jangan membantah, Almira!" tegas Naga. Almira dapat mendengar suara laptop yang baru saja ditutup. Setelah itu, terdengar suara kaki kursi yang bergesekan dengan lantai. Tampak Naga berjalan ke arah Almira, lalu melewatinya begitu saja. "Kamu benar. Sepertinya akan lebih baik kalau aku tidur di kasurku." Almira tersenyum mendengarnya. Almira segera bangkit. Ia bersiap pindah ke ruang tamu hingga sebuah tangan menariknya. "Kamu mau ke mana?" tanya Naga dengan nada datar. "Aku akan pindah ke ruang tamu, supaya kamu bisa lebih nyaman." "Memang kenapa kalau kita tidur bersama?" balas Naga. Almira terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "memangnya kamu tidak keberatan?" "Biasanya pihak wanita kan, yang akan keberatan saat diminta tidur seranjang dengan seorang pria?" balas Naga lagi. "Tapi kan kita sudah sah sebagai suami istri. Jadi aku tidak masalah. Toh sebelumnya-" "Ya sudah. Lalu kenapa kamu mau pindah?" Almira tersenyum. Ia pun segera berbaring kembali di atas kasur. "Ingat, jangan melewati batasmu dan jangan menyentuhku!" tegas Naga. "Ah... sebagai perempuan harusnya aku yang bicara seperti itu," gumam Almira. Namun, Naga tak lagi menyahuti. "Bukankah aku suamimu?" Almira nyaris saja terlonjak saat mendengar kembali suara Naga. "Ya tapi kan kita sudah berjanji untuk tidak melakukan apa-apa sebelum kamu jatuh cinta padaku." "Jika itu tidak akan terjadi, maka kita akan seperti ini selamanya?" tanya Naga. Almira terdiam, kemudian berguling membelakangi suaminya. Setiap membahas pernikahan, rasanya begitu sakit untuk Almira. "Aku mengantuk. Jadi aku mau tidur sekarang," pamit Almira kemudian mencoba memejamkan matanya. Naga menatap ke arah langit-langit kamarnya. Ia sendiri pun tidak tahu ke mana berlabuhnya kisahnya dan Almira nanti. Yang jelas, Naga merasa jika apa yang ia lakukan kini sudah benar. Yang terpenting ia sekarang sudah punya istri yang memang layak menjadi pendampingnya. Masalah cinta, Naga ragu jika ia bisa benar-benar mencintai Almira nantinya. Hingga detik ini, sepertinya perasaan itu benar-benar belum ada. Maka dari itu Naga sangat marah saat tahu Almira mulai tertarik dengannya. Ia tidak mau membuat Almira terluka dan gadis itu pergi begitu saja darinya. *** Pagi menjelang. Saat ini Almira sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Naga. Ia pikir, Naga sudah akan kembali baik padanya mengingat semalam mereka sudah tidur bersama lagi. "Luka di tanganmu sudah kamu obati?" tanya Naga yang baru saja duduk di kursinya. "Sudah. Tadi selepas mandi langsung pakai salep. Dan habis sarapan aku minum antibiotiknya," jawab Almira. "Masih sakit?" "Sedikit." "Pagi ini kamu tetap berangkat sendiri, tidak apa-apa, kan?" Almira mengangguk. "Aku memang lebih suka pulang-pergi sendiri. Jadi kalau nanti aku perlu sesuatu dan harus keluar, aku bisa bawa mobil," jawab Almira sembari tersenyum. "Aku sudah menemukan apartemen baru untuk kita. Aku akan mulai berkemas hari ini. Hari ini kamu tidak akan pulang seseore biasanya, kan?" Ini memang hari Sabtu. Dan tentu saja Naga tidak bekerja. Berbeda dengan butik Almira yang buka setiap hari. "Iya. Aku cuma tinggal ngecek laporan keuangan mingguan dan stok bahan, kok. Paling sehabis makan siang aku sudah pulang," jawab Almira. Keduanya pun segera menyantap makanan mereka bersama. Pukul setengah satu, Almira menepati ucapannya untuk pulang. Ia membawa dua bungkus makanan untuk dirinya dan Naga. Tapi saat ia tiba di apartemen, apartemennya kosong. Naga tidak ada di sana. "Di mana dia? Apa tidak masalah ya kalau aku makan duluan? Aku sudah lapar," gumam Almira. Almira pun memutuskan untuk makan duluan. Namun, hingga ia selesai makan pun Naga masih belum juga menunjukkan batang hidungnya. Sebenarnya ke mana dia? Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Almira sudah selesai berkemas. Bahkan, jika Naga langsung mengajaknya pindah malam ini juga pun Almira sudah siap. Hanya saja, lelaki itu masih belum kembali juga. Beberapa menit kemudian, Almira mendengar pintu unitnya dibuka. Ia pun segera lari keluar dan melihat Naga di sana. "Astaga, kamu ke mana saja, sih? Sampai melewatkan jam makan siang dan malam." "Aku sudah makan di luar." Hanya jawaban singkat itulah yang dapat Almira dengar, sebelum akhirnya Naga masuk ke kamar. Naga mengambil pakaian gantinya kemudian beralih ke kamar mandi. 'Kenapa lagi dia?' Almira merasa, sikap Naga kembali dingin padanya. Bukankah laki-laki itu sangat labil? Dalam sekejap ia bisa berubah jadi baik. Namun hanya dalam satu kedipan mata ia bisa menjadi sosok yang dingin dan misterius seperti ini. Sudah satu minggu Almira tinggal bersamanya. Tapi hingga hari ini Almira masih belum tahu seperti apa watak Naga yang sebenarnya, karena laki-laki itu yang bisa terus berubah layaknya bunglon. Ingat ucapan Naga jika laki-laki itu sudah makan di luar, Almira pun segera ke meja makan untuk membereskannya. Lagi-lagi ia kembali harus menelan kekecewaan karena Naga yang tidak menghargai usahanya. Tapi, sesuai dengan perjanjian, Almira tidak berhak menuntut apapun dari Naga. Ia hanya bisa pasrah hingga Naga bosan dengannya. "Apa mungkin suatu hari dia juga akan menceraikanku?" gumam Almira yang mulai was-was mengingat sikap Naga yang menyebalkan seperti itu. Almira duduk di kursi meja makan sambil menyeruput teh buatannya. Minum teh hangat bisa membuatnya sedikit lebih rileks. Dan ia butuh itu untuk mengusir kejenuhannya akibat sikap dingin Naga selama ini padanya. Padahal ia sudah menikah. Tapi Almira tidak merasa jika dirinya sudah seperti istri yang sesungguhnya. Ternyata semenyebalkan ini ikatan pernikahan di atas kertas? Atau Almira merasa sekesal ini karena ada sesuatu? Perasaan yang terlalu sulit ia kendalikan, misalnya? "Tidak! Jangan sampai kamu suka sama dia, Ra! Kalau dia tahu, dia pasti akan marah dan membuatmu semakin menderita!" Almira menghabiskan tehnya dalam satu tegukan, kemudian meletakkan gelasnya di wastafel. Setelah itu, ia pun masuk kembali ke kamar dan bersiap untuk tidur. Kebetulan, saat itu Naga belum selesai mandi. Jadi Almira bisa langsung tidur tanpa bertegur sapa dengannya. Karena jujur saja, Almira sedang sangat malas berhadapan dengan laki-laki labil yang hanya terus-terusan memberinya harapan semu itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN