BAB 8. Chris Mendadak Jadi WO

1136 Kata
Kening Hendy mengernyit. Dia tampak bingung dengan pertanyaan itu. “Nanggap? Apa itu nanggap?” tanyanya balik. Astri terkekeh pelan. “Oh iya, maaf ya Pak. Bapak kan bule ya, jadi mana paham bahasa orang kampung. Nanggap itu artinya manggil, nyewa. Jadi, maksudnya nyewa hiburan dangdut untuk acara nikahan anak kita,” jelas Astri. “Ohhh.” Hendy mengerucutkan bibirnya. Barulah dia mulai paham sekarang. “Kalau itu saya serahkan pada Bu Astri saja, silakan mau menyewa hiburan apa.” Sontak Bu Astri tertawa kegirangan. Lalu dia menepuk-nepuk lengan Mentari. “Apa sih Bu?” Mentari kebingungan karena baru saja tersadar dari lamunannya. “Pernikahan kamu nanti ada dangdutannya!” seru Astri dengan sangat senang. Mentari menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan berat. Dia kembali tepekur menatap lantai rumah. Tidak tertarik sama sekali dengan rencana pernikahan yang sedang dibicarakan. Begitu juga dengan Arion, dia menyerahkan semuanya pada sang papa. Dia tak ingin semakin pusing dengan pernikahan ini, sebab dia sendiri tak menginginkannya. Sesekali Arion mencuri pandang pada Mentari. Menurut pandangannya, gadis itu juga tak menginginkan pernikahan ini. Arion cukup paham dengan perasaan Mentari. Maka dia berpikir, bahwa idenya untuk menikah hanya selama setahun saja, lalu memberikan kompensasi yang besar. Kemungkinan besar akan langsung diterima oleh gadis itu. Atau mungkin bisa jadi, lebih cepat dari waktu setahun. Enam bulan atau tiga bulan misalnya. Setelah itu Arion akan kembali bebas melajang, begitu pula dengan Mentari. Namun, tiba-tiba ada pikiran buruk menyusup dalam kepalanya. Tapi, bagaimana jika Mentari hamil anakku? Seketika Arion merasa sangat kebingungan. “Bagaimana ini?” celetuk Arion tiba-tiba. Yang membuat semua mata sontak memandangnya penuh tanda tanya. Arion menggigit sedikit bibirnya, dia agak panik, karena baru saja bicara tanpa dia sadar. “Apanya yang bagaimana, Arion?” tanya Hendy dengan kening mengernyit. “Ohh, nggak ada apa-apa. Maaf. Papa lanjutkan saja bahas pernikahannya.” “Sudah selesai,” tukas Hendy. Arion menatap papanya dengan heran. “Apanya yang selesai, Pa?” Hendy tersenyum menyeringai sambil geleng-geleng kepala. “Ya tentu saja pembahasan tentang rencana pernikahan. Sudah selesai! Kamu ini, dari tadi bengong atau gimana sih?” Arion mengangkat kedua bahunya. “Jadi kapan tanggal pernikahannya Pa? Bulan depan? Dua bulan lagi?” “Seminggu lagi,” jawab Hendy dengan santai. Lalu dia kembali melanjutkan obrolannya dengan Astri. Sedangkan Arion dengan Mentari saling bertatapan. Raut wajah mereka adalah cerminan perasaan kaget bercampur pasrah. Setelah dirasa obrolan serius malam ini telah menghasilkan keputusan yang adil untuk kedua belah pihak, maka Hendy dan Arion pamit pulang. Esok harinya, Arion mengajak Chris makan siang di kafe tak jauh dari rumah sakit tempat mereka bertugas. Chris melempar senyum pada pelayan kafe yang mengantarkan buku menu. Tentu saja karena pelayan itu cantik dan masih muda. Lalu Chris melirik penuh arti pada Arion. Arion menaikkan kedua alisnya, raut wajahnya datar saja seperti biasa. “Pesan saja,” katanya. “Mbak, aku pesan sandwich dan ice cappucino.” Lalu Chris memberikan kembali buku menu di tangannya pada si pelayan cantik. “Baik.” Pelayan muda dengan senyuman manis itu segera menulis pesanan Chris pada buku kecil yang selalu dibawanya. “Cappucinonya jangan pakai tambahan gula ya. Karena … lihat kamu saja sudah manis banget rasanya.” Dan gombalan basi Chris itu hanya ditanggapi dengan senyuman tipis oleh mbak pelayan cantik. “Caesar salad satu, dan … jus nanas, tanpa gula,” ucap Arion, lalu mengembalikan buku menu di tangannya. Mbak pelayan cantik tersenyum pada Arion dan mengangguk. “Pesanan anda akan segera diantar,” ucapnya lalu segera beranjak menuju dapur. Chris sibuk memperhatikan sepasang betis ramping pelayan tadi, hingga menghilang dari pandangannya. Lalu dia terkekeh kecil dan pandangannya kini beralih pada Arion di hadapannya. “Ada apa nih tiba-tiba nraktir di kafe? Pasti lo mau nyusahin gue kan?” tebak Chris dengan sangat yakin. “Iya. Kali ini gue minta tolong banget Chris. Tolong urus ini semua ya.” Lalu Arion mengeluarkan selembar kertas yang penuh dengan tulisan tangan tidak rapi, khas tulisan seorang dokter. “Apa ini?” Kening Chris mengernyit. “Baca saja. Waktunya hanya seminggu. Gue sendiri sangat pusing, jadi nggak bisa urus sendiri.” Chris mulai membaca semua tulisan di kertas itu. Kadang dia harus membaca ulang untuk bisa paham kalimat demi kalimat. Tak jarang raut wajahnya tampak sedang berpikir keras. Lalu sesekali melirik pada Arion yang memasang wajah tegang di hadapannya. “I—ini, persiapan pernikahan?” tanya Chris untuk meyakinkan diri sendiri. Arion mengangguk sekali. “Iya, itu persiapan pernikahan pada umumnya. Kalau ada yang kurang, tambahin saja sendiri, gue pasrah. Dan lagi cari WO semepet ini, susah Chris. Makanya lo harus tolong gue, oke? “ Arion menatap penuh harap. Chris mengangguk dengan ragu. “Oke sih, oke. Tapi … ini pernikahan siapa?” “Namanya ada di baliknya,” jawab Arion. Chris segera membalik kertas itu, lalu membaca dua nama di sana. “Cahaya Mentari dan … Arion Melviano Albern?” Sontak kedua mata Chris membelalak. Lalu dia melihat pada Arion dengan penuh tanda tanya. Arion mengangguk, dan itu sudah cukup meyakinkan bagi Chris bahwa dia tidak salah membaca nama. “Hah?! Nggak salah nih?! Lo mau nikah? Seminggu lagi? Gila lo!” cecar Chris dengan tatapan tak percaya. “Oke gue jelasin detailnya. Tapi janji, jangan pernah ceritakan tentang ini pada siapapun! Ok?” Chris mengangguk. “Oke.” Bersamaan dengan Arion yang mulai bercerita pada Chris tentang semua masalah yang tiba-tiba menimpanya, pelayan cantik tadi datang kembali dengan membawakan semua pesanan mereka. Kali ini, Chris tidak menggoda pelayan itu sedikitpun, bahkan meliriknya juga tidak. Sebab cerita dari Arion jauh lebih menarik baginya. Sampai-sampai Chris mendengar cerita itu sambil tertegun mematung. Kedua matanya tak pernah lepas menatap Arion, dan juga mulutnya sedikit menganga. Begitulah, selama seminggu persis, Chris sibuk bukan main. Menyiapkan undangan yang harus terlihat mewah, sesuai dengan permintaan Amanda. Tadinya malah Amanda menginginkan royal wedding untuk sang putra bungsu. Namun Arion langsung menolak, karena dia merasa pernikahan ini tidak membuatnya bahagia. Ditambah lagi dengan Chris yang tak sanggup menyiapkan acara royal wedding hanya dalam waktu seminggu. Kata Chris, sama saja dia diminta membuat candinya Roro Jonggrang, yang harus jadi dalam semalam. Yang jelas, Amanda memaksa Chris untuk menyiapkan segalanya dengan baik, dan yang paling penting harus terkesan mewah. Amanda meminta itu sama sekali bukan karena dia telah merestui pernikahan Arion dan Mentari. Namun hanya tidak ingin merasa malu di depan para kolega serta teman-teman sosialitanya. Dua hari menjelang hari pernikahan, Amanda memanggil seluruh anggota keluarga untuk berkumpul setelah jam makan malam. Dia akan menggelar rapat penting yang berhubungan dengan acara pernikahan Arion. Amanda menatap suami serta kedua anaknya dengan bergantian. Tatapan tajam dan mendominasi khas Amanda selalu berhasil untuk menguasai situas. “Mama mengumpulkan kalian semua di sini, untuk membahas beberapa hal penting terkait dengan acara pernikahan Arion, dua hari lagi.” Semua mata memandang pada Amanda, suasana ruang keluarga hening seketika.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN