Tiga: Penasaran

1286 Kata
Setelah pembicaraan mereka tempo hari, Rayna jadi menjaga jarak sekarang. Entah karena pikiran negatifnya saja, tapi Egi merasa kalau gadis itu menarik dirinya dari lingkungan sekitar. Kalau biasanya cewek itu akan kesana kemari dengan suara berisiknya, tapi beberapa hari ini Rayna hanya diam di kursinya. Sesekali ikut bergosip dengan Nisa, namun selebihnya Rayna menempel dengan Vina. Bukan hanya itu, Rayna juga jadi jarang laporan soal artis Korea pada Egi. Padahal baru-baru ini grup Seventeen baru saja comeback dan dia hanya diam saja. Tak heboh merecokki Egi dengan segala ulasannya tentang comeback tersebut, mengingat Seventeen adalah salah satu grup kesukaan Rayna. "Dri." Egi menyenggol lengan Adrian yang duduk di sebelahnya. Cowok itu baru saja selesai mengerjakan tugas fisikanya dan kini bermain game terang-terangan. Tenang saja, guru fisika mereka tak masalah selama tugas selesai dan ketika mengajar diperhatikan. Belum lagi ia senang bercanda, tipikal guru idaman setiap murid. "Apa?" tanya Adrian malas, jadi melirik buku latihan Egi yang baru terisi beberapa. "Ogah ya gue bantuin." "Gue cuman sisa beberapa soal lagi, ya!" Egi sedikit menaikkan suaranya, kesal sendiri akan tingkah narsis Adrian mentang-mentang cowok itu anak OSN Fisika. "Gue mau nanya dong." "Nanya ke gue mahal, satu pertanyaan 50 ribu," sahut Adrian dengan senyum menyebalkannya. Orang-orang kayak Adrian ini bentuk nyata dari orang yang 'minta disentil pankreas' nya. Terlalu bikin kesal. "Cewek lo, sedekat apa sih sama Rayna?" tanya Egi sembari menunjuk Rayna dan Vina yang kini duduk di dekat dinding. Entah apa yang dilakukan kedua gadis itu, tapi yang pasti mereka bukan mengerjakan soal. Siapa juga yang akan bersemu merah dan salah tingkah gara-gara soal fisika? "Bukannya mereka berdua udah sering cerita ya?" Adrian justru bertanya balik, masih fokus pada permainannya yang semakin memanas. "Wah anjir, songong banget diserang gue." Egi menghela napas, sudah menduga bahwa dia salah orang untuk bertanya. Cowok itu kembali fokus pada soalnya, membiarkan Adrian yang sesekali bergumam heboh bahkan mengumpat. Tak sadar bahwa Pak Eri sudah tersenyum kecil melihat tingkahnya sebelum kembali fokus pada laptopnya. "Lo kenapa nanya itu deh?" tanya Adrian setelah akhirnya dia selesai bermain game. Tepat ketika Egi menuliskan hasil dari soal terakhir yang ia kerjakan. Egi menoleh, mendapati Adrian yang sudah meletakkan ponselnya dengan layar menghadap ke bawah. Fokus pada teman sebangkunya itu. "Lo suka, sama Rayna?" Egi berdecak, memasang wajah kesal yang langsung dibalas cengiran lebar oleh Adrian. "Kenapa sih nggak lo , nggak kakak gue ketika ditanya soal cewek pasti kayak gini," ucap Egi dengan nada tak suka. "Ya soalnya heran aja. Akhirnya ada yang bisa narik perhatian lo selain cewek-cewek Korea yang udah pasti nggak bisa lo gapai itu," ejek Adrian tersenyum miring, langsung menghindar ketika tangan Egi terangkat untuk memukul tengkuknya. "Gue nggak sefanatik itu ya." "Tapi tetep aja itu Korea." "Ya terus kenapa?!" balas Egi jadi sewot sendiri. Heran, kenapa kesukaannya pada Korea selalu dibahas padahal nggak ada hubungannya sama pembicaraan. Apa salahnya memang suka Korea? Heran dia tuh sama jalan pikiran orang-orang. Yang suka lagu barat dipuji-puji, yang suka korea malah dihina nggak cinta tanah air. Dasar. "Lo sebenarnya mau nanya apa sih?" tanya Adrian masih dengan wajah menyebalkannya. "Yang tadi, lo tau kan kalau Rayna sama Vina udah temenan dari SD. Satu kelas, satu grup, dan sekarang sebangku dan satu ekskul." "Terus lo gimana? Lo tau soal Rayna itu gimana? I mean, dia punya masalah yang dia tutupin nggak dari anak kelas?" tanya Egi berharap Adrian bisa menjawab pertanyaannya tanpa bertanya pada Rayna. Sayangnya itu hanya harapan saja. Mau bagaimanapun yang ia ajak bicara adalah Adrian, cowok nyeleneh. Perwujudan nyata dari ganteng tapi b****k, karena cowok itu malah bilang. "Kok lo kepo? Ingat Sana Twice di rumah Gi." s****n emang, nggak tau aja dia kalau Egi lagi suka Rose Blackpink. "Oke-oke. serius sekarang," ujar Adrian setelah puas tertawa akan ekspresi kesal Egi. Senang dia tuh jahilin orang yang lagi penasaran kayak Egi. "Lo sebenarnya salah orang buat nanya Gi. Gue juga nggak terlalu tau soal Rayna walaupun gue pacar sahabatnya. Soalnya ada batas yang nggak bisa gue lewatin di lingkaran persahabatan mereka." Egi menghela napas, sudah menduga hal tersebut. Seingatnya kedua sahabat itu memang menyimpan rapat rahasia masing-masing. Bahkan ketika Adrian dan Vina ketahuan pacaran setelah 3 bulan jadian, itupun bukan dari mulut Rayna. Melainkan dari Nisa. Ia ingat betul Rayna dengan polosnya bilang, "Loh, emang nggak keliatan 2 makhluk itu ngebucin?" "Tapi gue cuman tau satu hal Gi," ucapan Adrian kembali menarik atensi Egi. Raut wajah cowok itu sudah serius, tak ada lagi raut jenaka di wajahnya tergantikan kernyitan di dahinya sendiri. "Vina pernah cerita kalau Rayna tuh pernah jadi korban bully. Tapi gue nggak tau kapan." "Bully?" *** "Lo ngapain?" Tatapan tajam yang diberikan Vina, refleks membuat Egi memundurkan badan. Masih belum terbiasa akan sifat galak Vina yang terbiasa muncul ketika ia sedang belajar. Cewek itu melirik Adrian yang duduk di depannya, tapi sayang pacarnya itu terlalu sibuk dengan es buahnya. "Lo nggak liat kita berdua lagi belajar buat OSN?" Egi menipiskan bibir, entah kenapa capek sendiri menghadapi tingkah pasangan jenius andalan kelasnya itu. Dia belum bertanya apa-apa, dan Vina sudah menatapnya jengkel sedaritadi. Tabiatnya, ketika diganggu saat melakukan sesuatu. "Maaf nih ya Vin. Gue emang nggak sepinter kalian berdua, tapi gue juga nggak sebodoh itu,” dengkus Egi menatap tumpukan kertas di atas meja. "Gue tau ya daritadi kalian tuh bercanda doang bukan belajar." "Tau nih, Gi. Padahal daritadi Vina curhat soal 'Pacar pertama' nya," dengkus Adrian, membuat gerakan tanda seolah mengutip ketika menyebut 'Pacar Pertama'. Egi sudah tau siapa yang dimaksud, siapa lagi kalau bukan Jaehyun NCT. Idola gadis itu. Egi menghela napas, menatap kantin yang sedang ramai di jam istirahat kedua ini. "Vin, Rayna kenapa?" Dahi Vina mengernyit, tak paham akan maksud pemuda itu. Tangannya yang semula sibuk menggaris bawahi materi terhenti, fokus sepenuhnya pada sang lawan bicara. "Kenapa apanya?" Egi berdecak, gatal sendiri untuk membeberkan rasa penasaran yang akhir-akhir ini membuat dia kebingungan. Dilihat dari ucapan Vina, Egi yakin kalau Rayna tak bilang kalau ia melihat gadis itu menangis tempo hari. "Dia udah nggak bahas Korea lagi sama gue, aneh aja gitu," ucap Egi berusaha terdengar cuek, sedikit tersenyum kecil ketika salah satu pedagang kantin –Mang Ical- menaruh sepiring somay pesanannya. "Makasih ya Mang." "Mungkin aja dia bosen, Gi." Adrian menyahut, setelah melahap habis es buahnya. Beralih, mengambil setusuk sosis milik Vina yang langsung dibalas pelototan oleh sang kekasih. "Kan nggak selamanya dia bahas Korea terus kan?" "Masalahnya-" "Lo merasa kehilangan?" potong Vina dengan senyum meledek, dibalas dengusan tak suka dari Egi. Merutuki dalam diam, pasangan yang kini asyik menggodanya itu. "Cie, udah mulai ada rasa nih sama Rayna?" ledek Adrian semakin gencar, lantas tertawa terbahak-bahak seraya bertos ria dengan Vina. Berhasil membuat Egi menunjukkan wajah masamnya. "Sekarang, gue nggak heran kenapa lo berdua pacaran. Selera humornya cocok," sinis Egi kembali fokus pada somaynya. "Soal Rayna kenapa, lo nggak perlu tau Gi," gumam Vina memecah hening yang sempat tercipta tadi. Menyadari ucapan dingin sang kekasih, Adrian jadi melirik jaga-jaga kalau akan terjadi perdebatan antara keduanya kelak. "Lo nggak usah kepo." "Gue cuman nanya dia kenapa? Dan itu salah?!" Egi tertawa kecil, balik menatap Vina datar. "Kenapa gue nggak boleh tau? Karena gue cuman teman sekelas dia? Emang salah kalau jadi peduli?" Vina mengerjap, memutus kontak mata dan kembali fokus pada lembaran materi di tangannya. "Lo nggak perlu tau, cukup gue aja yang tau dia kenapa di sekolah ini," balas Vina tenang. Ia kemudian menatap Egi kembali, dengan seulas senyum kecil. “Kalau gue cerita, memangnya lo yakin bakal berada di pihak Rayna?” Ucapan Vina berhasil membuat Egi kehilangan kata-kata. Pemuda itu melirik Adrian, tapi Adrian hanya mengangkat bahu tak ingin ikut campur. Egi menghela napas, diam-diam memutar otak. Jujur saja. Semenjak melihat Rayna menangis sore itu, Egi tak bisa berhenti memikirkannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN