Ada Maunya

1078 Kata
“Kenapa Vano memintaku untuk membeli skin care?" "Ini sangat aneh sekali?" Saat Ayra bertanya-tanya, seseorang menjawab pertanyaan Ayra “Sepertinya tuan muda ada maunya,” jawab sopir. Ayra melihat ke arah sopir yang telah berdiri di belakangnya. "Maksudnya bagaimana ya, Pak?" tanya Ayra tak mengerti. "Ya, Tuan muda sepertinya ingin kamu melakukan sesuatu untuknya," jawab sopir itu kemudian. “Soalnya baru kali ini Tuan muda mengajak pengasuhnya jalan-jalan dan di minta belanja seperti ini,” ucap sopir. "Oh ya?" tanya Ayra. Sopir itu pun mengangguk. “Mungkin kamu spesial,” ujar Sopir itu kemudian. Ayra mengerutkan keningnya. "Tante!” sertu Vano. Ayra dan sopir itu pun melihat ke arah Vano yang membawa troli sendiri. Ayra yang mendengar ia dipanggill pun akhirnya mendekati Vano. Begitu pula dengan sopirnya yang mengikuti Ayra. Setelah itu ketiganya pun membayar semua belanjaan mereka dengan kartu milik Rangga. Entah berapa uang yang telah digunakan hari itu. Setelah keluar dari supermarket. Vano melihat sopirnya memegang banyak sekali kantong belanja juga paper bag. "Pak Sopir, sepertinya pak sopir simpan dulu semua barang belanjaan itu ke mobil, nanti pak sopir ke tempat biasa nenek beli tas ya,” pinta Vano. Ayra mengerutkan keningnya. "baik tuan muda,” jawab sopir. Setelah itu Supir pun berjalan menjauhi Ayra dan Vano. “tante ayo kita ke lantai lima,” pinta Vano. "Baik, Tuan Muda," jawab Ayra. Sesampainya di lantai lima, Vano berjalan ke atas tas dan diikuti oleh Ayra. Setelah masuk toko. Ayra disambut oleh pelayan toko. Tapi pelayan itu tidak mengikuti Ayra. "Silahkan tante pilih tas-tas yang tante inginkan,” ujar Vano. Ayra langsung mendekati Vano dan bicara dengan pelan. "Untuk apa saya beli tas, Tuan Muda? saya kurang menyukai tas,” ujar Ayra. “Suka tidak suka, mulai sekarang tante biasakan menyukainya,” pinta Vano memaksa. "Em, baiklah,” jawab Ayra menyerah. Ia malam berdebat dengan anak lima tahun itu karena sebenarnya ia sudah lelah dan ingin segera pulang. Selain itu, saat itu Ayra harus tunduk dengan kemauan Vano, demi mempertahankan pekerjaannya. Anak ini sulit sekali ditebak, batin Ayra. Ingin sekali aku bertanya apa maunya, tapi sepertinya aku harus menemukan waktu yang tepat, batin Ayra kemudian. Setelah itu Ayra pu memilih beberapa tas dan tas itu di bayar oleh Vano. Tak lama setelah Ayra membayar, supir pun datang. "Sekarang kita pulang saja pak,” ujar Vano sambil melihat ke jam di pergelangan tangannya. Saat itu jam sudah menunjukan pukul tiga sore. "Baik , Tuan Muda,” jawab Sopir. "Gendong saya, saya capek jalan terus,” ujar Vano. Sopir pun dengan sigap menjawab. "Baik, Tuan Muda,” jawab Sopir. Akhirnya Vano pun digendong. Sementara Ayra memegang tiga paper bag berisi tas. Ayra, Vano dan Sopir pu kini sudah ada di perjalanan pulang. Vano yang sangat lelah pun tertidur. Menyadari hal itu Ayra langsung mengubah posisi Vano hingga anak lima tahun itu tidur dengan posisi nyaman dengan kepala di paha Ayra. Sesampainya di rumah. “Ayra, bagaimana barang belanjaanmu ini?" tanya sopir. "Sepertinya nyonya dan nona Rianita belum ada di rumah, saya simpan ke kamarmu saja bagaimana?" tanya sopir memberikan solusi. "Kalau mereka tahu tuan muda membuat kamu belanja bisa jadi masalah,” ujar sopir dari balik kemudi. "Iya pak, atur-atur aja ya pak, kamar saya tidak dikunci." "Tapi kalau bisa minta Lani untuk memasukan barang-barang saya ke kamar, takutnya timbul fitnah jika masuk ke kamar saya,” ujar Ayra. Sopir pun mengangguk. Lalu bagaimana dengan tuan muda yang tidur?" tanya sopir sambil melihat ke arah Vano yang terlelap tidur dipangkuan Ayra. "Untuk Tuan Muda biar saya yang gendong sampai kamarnya,” ucap Ayra. supir pun mengangguk. Di tempat lain Willy ,masih berada di kantornya, ia menatap hasil lab yang ada di tangannya. "Jantung,” ucap willy pelan. "Penyakit jantung bisa berakibat fatal,” ucap Willy kemudian. Willy pun berpikir untuk tidak mengatakan pada Dona jika ia memiliki penyakit itu. "Sepertinya aku harus merahasiakan ini dari Dona dan siapapun, aku lebih baik berobat saja.” “Tapi bagaimana jika aku kena serangan jantung mendadak?" "Aku tidak mau jika hartaku menjadi milik Dona dan anak-anaknya,” ucap willy kemudian. “Rasanya aku menyesal telah mengusir Ayra dari rumah,” ucap Willy. "Aku sekarang tak tahu dimana keberadaan anak semata wayang yang seharusnya menjadi pewaris tunggal perusahaan dan semua usahaku,” ucap Willy pelan. Sementara itu di rumah Rangga. Ayra telah menidurkan Vano di ranjangnya. Karena merasa gerah, akhirnya Ayra pun keluar dari kamar Vano. "Rasanya gerah sekali. Ingin rasanya segera mandi,” ucap Ayra sambil berjalan menjauhi kamar Vano. Di sisi lain, Rangga baru masuk ke dalam rumah, ia tampaknya jalan dengan langkah panjang dan berjalan menuju ke kamar Vano. Setibanya di kamar Vano, Rangga melihat anaknya itu tidur diatas tempat tidur dan masih mengenakan seragam sekolahnya. “Jam segini masih menggunakan pakaian sekolah?" ucap Rangga pelan. "Sepertinya aku harus menanyakan dari mana saja Vano hari ini pada pengasuhnya,” ucap Rangga. Rangga membuka kancing kemejanya lalu berjalan ke arah telepon yang ada di kamar Vano. dari telepon itu Rangga menghubungi bagian dapur, Tak lama setelah Rangga menghubungi nomor dapur, seseorang mengangkat panggilan itu. "Halo, dengan bagian dapur, ada yang bisa saya bantu?" tanya Lani dari seberang telepon. "Ada Apa ada pengasuh Vano di sana?" tanya Rangga. Lani langsung tersenyum saat tahu yang di seberang telepon ternyata adalah Rangga. "Halo," ucap Rangga kemudian karena tak ada jawaban. "Ada, tapi sepertinya pengasuh tuan muda sedang mandi, Tuan,” jawab Lani. "Ya sudah, tolong panggilkan supir nya Vano dan minta dia untuk segera ke ruangan saya," pinta Rangga. "Baik, Tuan," jawab Lani. Setelah itu panggilan pun berakhir. Lani menutup gagang teleponnya dan meletakkannya ke tempat semula. Setelah itu Lani berjalan ke arah meja yang ada di halaman belakang rumah, tepatnya di dekat bagian dapur dimana sopir Vano sedang ada di sana. "Pak Sopir.” panggil Lani. "Ada apa?" tanya sopir tanpa melihat eka rah Lani. "Itu loh, tuan Rangga meminta kamu menghadap ke ruangannya sekarang,” ujar Lani. "Kamu tidak bercanda kan?" tanya Sopir. Lani menggeleng. "Tidak,” jawab Lani. "Buat apa aku bercanda.” "Cepatlah kesana sebelum tuan Rangga yang tampan itu marah besar padamu. Jangan membuat ia menunggu,” ujar Lani. Sopir yang sedang merokok itu pun langsung mematikan rokoknya dan bergegas ke kamar mandi untuk gosok gigi. Ia tahu jika majikannya tidak suka asap rokok dan akan menegurnya jika nafasnya bau rokok. Sesampainya di ruang kerja Rangga. “Duduk," minta Rangga pada sopir dengan tatapan mata tajam. "Kamu tahu kan maksud saya memanggilmu?" tanya Rangga dengan tatapan mata tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN