Tampan Kan?

1007 Kata
"Ayra, tuan Rangga sudah datang. Kamu diminta menghadap padanya," ujar Minah. "Tuan Rangga?" tanya Ayra. "Iya tuan Rangga ayahnya tuan muda Vano," jawab Minah sambil berjalan mendekati Ayra. "Iya Ayra, cepat kamu temui tuan Rangga. Jangan membuat tuan Rangga menunggumu," ujar Minah mengingatkan. "Iya baik, saya akan segera ke sana," jawab Ayra cepat sambil berdiri dari duduknya. Ayra pun masuk ke rumah dan ia berjalan ke arah ruang televisi di mana Rangga berada bersama Vano. Sementara Minah duduk di tempat Ayra tadi duduk. "Semoga saja tuan Rangga itu adalah orang yang sangat ramah," harap Ayra pelan sambil berjalan. Sesampainya di ruang televisi kedatangan Ayra disadari oleh Vano. "Ayah itu pengasuh baruku," seru Vano sambil menunjuk ke arah Ayra. Rangga yang duduk disamping Vano pun melihat ke arah Ayra. Saat Ayra melihat wajah Rangga, Ayra tertegun. Loh bukan lelaki ini yang menolongku malam itu, batin Ayra mengingat saat ia akan dirampok dan Rangga menolongnya. "Duduklah," pinta Rangga. Ayra pun langsung menyadarkan lamunannya dan ia langsung duduk di kursi single yang ada di sana. Berhadapan dengan Rangga dan Vano. Aku tak menyangka akan bertemu lagi dengan lelaki ini, lelaki yang telah menyelamatkanku, batin Ayra. Sementara itu Vano duduk dipangkuan Rangga. Anak lima tahun itu manja sekali pada Rangga. Rangga adalah sosok lelaki dewasa yang sangat tampan. Rahangnya kokoh, kulitnya putih, hidungnya mancung tapi tatapannya dingin sekali pada Ayra. "Jadi kamu adalah pengasuh baru anakku?" tanya Rangga. "Iya tuan," jawab Ayra. "Oke, kalau begitu kamu harus menjaga Vano dengan sebaik-baiknya." "Vano adalah putra tunggal saya dan saya tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya," ujar Rangga. "Saya juga mau Vano menjadi anak yang cerdas dan saya tidak mau mendengar ada masalah di sekolah karena ulahnya," Ayra pun mengangguk menyanggupi apa yang diminta oleh Rangga walaupun sebenarnya Ayra merasa berat dengan semua amanat yang diberikan Rangga padanya. "Oh iya kamu harus memandikan Vano dengan bersih. Kamar juga harus selalu rapi. Jika kamu bekerja dengan baik, kamu akan mendapatkan bonus. Kamu mengerti?" Tanya Ayra. "Iya saya mengerti tuan," jawab Ayra tanpa melihat ke arah manik mata Rangga. Setelah Rangga memberikan amanat, ia pun berdiri. Menyadari Rangga berdiri, Ayra pun berdiri. "Sekarang kamu boleh Kembali ke tempat kamu semula, saya sudah selesai bicara denganmu," ucap Rangga. Ayra pun mengangguk. Sementara itu Vano yang dari tadi duduk di sofa mulai berdiri dan ia mulai minta digendong oleh Rangga. "Ayah, aku mau ke kamarku. Gendong," pinta Vano manja. Rangga pun menggendong Vano dan meninggalkan ruangan itu. Setelah Rangga menghilang dari pandangannya Ayra tersenyum. Ya ampun, aku tak menyangka bisa bertemu lagi dengannya, batin Ayra masih tak percaya bisa bertemu dengan Rangga kembali. Ayra akhirnya kembali ke halaman belakang rumah. Sementara di tempat lain di rumah Willy. Gina mendatangi kamar Willy dan Dona ibunya. Gina mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya Dona keluar. "Bu, om Willy belum pulang kan?" Tanya Gina pelan. Dona pun menggeleng. "Belum. Memang kenapa?" Tanya Dona. "Aku mau pindah ya ke kamar Ayra," pinta Gina sambil tersenyum. "Tidak bisa Gina sayang. Kamu tidak bisa menempati kamar Ayra, pintu kamar Ayra di kunci oleh Willy," jawab Dona. Mendengar perkataan ibunya, Gina memanyunkan bibirnya. "Menyebalkan." "Padahal aku ingin sekali pindah ke kamar Ayra," ucap Gina kemudian. "Sudahlah, jangan mengambil semua milik Ayra. Jangan sampai Willy curiga. Target kita belum kita dapatkan," ujar Dona pelan. Gina berdecak kesal. "Okelah," jawab Gina dengan wajah kecewa. Gina benar-benar mengincar kamar Ayra yang luas dengan banyak fasilitas. Kamar yang paling bagus di rumah Willy. Menyadari Gina yang ngambek Dona pun langsung berdiri di samping Gina dan menggandeng putrinya itu. "Sudah, jangan ngambek sayang," rayu Dona tapi Gina tetap memanyunkan bibirnya. "Bagaimana kalau kita shopping aja ke mall? Kita makan-makan juga, kamu mau?" Tanya Dona. Mendengar ajakan itu Gina langsung melihat ke arah Dona dan menganggukan kepalanya. "Nah gitu dong!" "Jangan manyun seperti tadi, ibu ga suka sayang," ujar Dona. Gina pun mengangguk senang. Akhirnya Dona dan Gina pun berangkat ke mall saat itu juga. Mereka ke mall hanya berdua tanpa sopir dan yang menyetir adalah Dona. "Oh iya Gina, bagaimana Elang saat melihat foto-foto Ayra di hotel bersama lelaki?" Tanya Dona sambil menyetir. "Marah dong bu!" seru Gina senang. "Oh ya?" tanya Dona. "Iya bu, kan tidak lama setelah aku datang Ayra datang dan berusaha menjelaskan pada Elang. Tapi Elang dan ibunya langsung mengusir Ayra," jelas Gina dengan wajah penuh kemenangan. Dona pun tertawa. "Bagus-bagus," ucap Dona. "Kamu terus dekati Elang. Dia seorang calon dokter, ibu sangat bangga jika punya menanti seorang dokter," ucap Dona. "Tenang bu, aku akan terus mendekati Elang hingga dia menjadi milikku," jawab Gina percaya diri. Dona pun tersenyum. Sementara itu yang terjadi di rumah Rangga. Rangga dan Vano sudah berada di kamar Vano. Rangga duduk bersama anaknya di atas ranjang. "Apa yang merapikan kamarmu ini adalah pengasih barumu?" Tanya Rangga sambil melihat ke sekeliling kamar putranya itu. "Iya ayah, mbak Ayra yang merapikannya,"jawab Vano. Rangga pun mengangguk. "Oh iya, bagaimana tadi sekolah nak? Apa menyenangkan?" Tanya Rangga. "Menyenangkan dong ayah, tadi aku brani maju saat di kelas dan bernyanyi," ucap Vano. "Wah, anak ayah hebat dan percaya diri!" Puji Rangga. Vano pun tersenyum mendapat pujian dari Rangga. "Tidak ada kejadian yang luar biasa kan hari ini?" tanya Rangga lagi. Dengan cepat Vano menggelengkan kepalanya. "Tidak ada," jawab Vano berbohong. Vano tidak menceritakan kepada Rangga perihal ia hampir tertabrak mobil dan diselamatkan oleh Ayra. "Baguslah," ucap Rangga sambil mengusap rambut Vano. Sementara itu di halaman belakang rumah Ayra senyum-senyum mengingat wajah Rangga. "Duh yang sudah menemui tuan Rangga," ejek Lani. Ayra langsung menghentikan senyumnya. "Tampan kan tuan Rangga itu?" goda Lani yang masih duduk di meja yang ada di belakang rumah dekat dapur. "Ah biasa saja," jawab Ayra sambil mendudukan tubuhnya. "Alah mengenal. Awas aja kalau ketahuan terpesona melihat duren itu," ujar Lani. "Duren? Apaan duren?" Tanya Ayra. "Duda keren sayang," jawab Lani sambil nyengir. Lani sudah sangat akrab dengan Ayra meski ia baru bertemu Ayra beberapa jam. "Hem," ucap Ayra. "Oh iya Ayra, aku ingin menanyakan sesuatu padamu," ujar Lani. "Menanyakan apa?" Tanya Ayra. "Kamu orang kaya ya?" Tanya Lani dengan wajah serius.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN