Chapter 11

1133 Kata
Freya kembali ke mansion saat sore. Kegiatannya tak terlalu padat hari ini sehingga ia bisa pulang untuk beristirahat lebih awal. Setelah beristirahat sebentar, Freya berencana untuk balapan. Beberapa hari terakhir ini ia tidak bisa balapan lagi karena terlalu sibuk. Ia merindukan arena balapan. “Bangun…Bangunlah…” sebuah suara membuat Freya menggerakkan tubuhnya.  Matanya masih terpejam, namun kesadarannya perlahan-lahan pulih.  “Bangunlah”  Seketika mata Freya membulat saat menyadari siapa pemilik suara itu. Freya terkesiap kaget dan langsung duduk. Matanya membulat menatap pria yang sedang duduk di tepi ranjangnya. “Makan malamnya sudah siap, ayo…”  Freya masih menganga, tiba-tiba pria yang menggila selama 2 bulan terakhir ini menjadi makin aneh. Keenan membangunkan Freya untuk makan malam. Hal yang menurut Freya sangat aneh, ditambah nada lembut pria itu. Freya segera menarik tangannya saat Keenan menyentuh tangan Freya. Freya meninggalkan Keenan dan masuk ke kamar mandi. Freya membasuh wajahnya dengan air. Bulir-bulir bening itu menetes dari wajahnya. Freya menyeka wajahnya yang basah dengan handuk bersih.  “Apa ini gejala lain dari sindrom patah hati akutnya?” Freya bergidik ngeri. “Setelah bertingkah kekanakan, sekarang dia membuatku takut.” Freya keluar dari kamar mandi dan Keenan langsung menyambutnya dengan senyum. Makin heranlah Freya. Freya berjalan lebih dulu karena merasa ada hawa-hawa aneh dari suaminya. Para pelayan yang melihat pasangan yang keluar bersama itu langsung mengulum senyum sambil menunduk. Mereka makan malam dengan canggung, Keenan berkali-kali hendak menyuapi Freya yang membuat wanita itu semakin terkejut. Freya terus menghindar dari perlakuan aneh Keenan sementara para pelayan sudah kasak-kusuk karena hal itu. Merasa semakin tak nyaman, Freya memberi tatapan tajam pada Keenan. Yang ditatap malah menyengir tanpa dosa. Jadilah Freya semakin kesal. Freya menyelesaikan makan malamnya secepat mungkin. Ia merasa ada yang aneh dengan Keenan. Freya bahkan berpikir untuk memanggil psikiater untuk pria itu. Lebih baik ia bertindak cepat sebelum Keenan benar-benar gila. Freya kembali ke kamarnya setelah makan malam dengan terburu-buru. Freya baru saja meraih ponselnya untuk menghubungi Davina. Freya ingin meminta Davina untuk memanggil dokter untuk Keenan. Namun, niat Freya terhenti saat Keenan ikut-ikutan masuk ke dalam kamarnya. Freya menatap pria itu dengan penuh tanda tanya. Keenan hanya tersenyum dan duduk di samping Freya. Freya semakin tak nyaman terlebih saat Keenan tiba-tiba menggenggam tangannya. Detik itu juga Freya menepis tangan Keenan dengan kasar. Tatapan mata Freya menajam seolah siap mencincang-cincang sekujur tubuh Keenan.  “Maaf” ucap Keenan. “Apa kau menjadikanku pelampiasan huh?” tanya Freya dengan nada tinggi. “Karena aku membawa pergi gadis manismu? Begitu? Inikah bentuk protesmu?”  Kemarahan Freya terlihat jelas dari wajahnya yang memerah.  Keenan menggeleng dengan cepat.  “Tidak, aku tidak memiliki maksud seperti itu.” “Aku akan mentolerirmu sampai disini. Anggap saja sebagai bentuk permintaan maafku mengenai gadis manismu. Lebih dari ini, jangan salahkan aku tentang gadis manismu yang lain. Aku tidak main-main dengan ucapanku. Jadi, perhatikan sikapmu”  Setelah itu Freya masuk ke ruang gantinya. 5 menit kemudian Freya keluar dengan memakai celana jeans selutut serta baju kaos longgar serta topi dan kacamata.  “Mau kemana?”  Keenan berhasil mencekal pergelangan tangan Freya sebelum wanita itu memutar gagang pintu.  “Lepas” Freya berteriak. “…atau kau akan benar-benar mendatangi penjara sambil menangisi cinta pertamamu.” **** “Lama tak berjumpa Baby…”  Tristan menghampiri Freya yang tampak muram setelah keluar dari dalam mobilnya.  “Semakin muram kau malah semakin manis”  Gombalan Tristan membuat Freya mendecih kesal.  “Siapa yang membuatmu seperti ini? Aku akan menghajarnya untukmu”  Freya menatap tajam Tristan agar pria itu diam. Tristan dan Freya sudah saling mengenal sejak lama. Mereka dipertemukan di arena balapan dan menjadi dekat setelah bertahun-tahun menjadi lawan. Tristan tak bisa menutup-nutupi ketertarikannya pada wanita dengan tatapan mata tajam itu. Namun, Freya benar-benar tak bisa ia sentuh sama sekali. Freya bersiap di dalam mobilnya, ia tersenyum miring saat melirik ke samping kirinya. Seorang pria berbadan besar yang entah siapa namanya menantangnya untuk balapan. Bukan Freya namanya jika ia menolak tantangan di arena balapan. Freya tak pernah takut menghadapi siapapun, apalagi hanya seorang anak baru seperti pria dengan mobil balap berwarna hitam itu. Freya menginjak gas dan pertarungan dimulai. Tangannya begitu lincah memainkan stir. Jangan ditanya bagaimana kakinya yang mengatur gas. Keahlian Freya dalam urusan balapan sudah tidak perlu diragukan. Ia sudah masuk ke arena balapan sejak masih remaja. Tepatnya sejak ia berusia 15 tahun. Awalnya Freya tertarik dengan hal-hal ekstrim, namun lambat laun ia menikmati segala hal tentang balapan. Terutama memenangkan balapan, membawa pulang setumpuk uang, mendapatkan mobil balap baru yang memenuhi koleksinya di garasi, dan ia juga memiliki banyak teman. Berpacu dengan kecepatan membuat adrenalinnya semakin tertantang. Freya memang sangat menyukai hal-hal yang menantang. Jika kebanyakan wanita seusianya menghabiskan ratusan hingga jutaan dollar untuk sekedar memenuhi kebutuhan fashion. Berbeda dengan Freya, ia lebih suka dengan hal-hal berbahaya seperti ini. Balapan bisa menjadi salah satu obat stressnya. Saat ia memacu mobilnya ia merasa bebas. Ia merasa tak tertekan dengan semua penderitaan yang bersarang di dalam hatinya.  Suara sorakan dan tepuk tangan bergema saat Freya mengerem mobilnya.  “Freya…Freya…Freya…”  Namanya dielu-elukan saat Freya memenangkan balapan. Freya tersenyum puas memandangi mobil balap berwarna hitam milik pria yang menantangnya tadi berpindah kepemilikan menjadi miliknya. Pria itu mendekati Freya dan menyodorkan kunci mobilnya.  “Kau hebat” puji pria itu. “Aku Ernest…”  Freya menyalami pria itu.  “Aku Freya, akan kupastikan untuk menjaganya” Freya tersenyum manis lalu menunjuk mobil hitam itu. Freya tiba di mansion dengan wajah berbinar.  “Menang lagi Nyonya?” tanya seorang tim kemanan pada Freya.  Freya mengangguk dengan semangat.  “Jemput mobil baruku di tempat biasa, jangan sampai lecet”  Freya menyerahkan kunci mobilnya. Freya melanjutkan memasukkan mobilnya di garasi. Freya menatap mobil-mobilnya satu persatu.  “Aku mencintai kalian semua” ucapnya sambil berteriak.  Freya masuk ke mansion dengan senyum lebar. Mansion sudah sepi karena jam di pergelangan tangan Freya menunjukkan pukul 2 dini hari. Para pelayan sudah beristirahat di jam-jam seperti ini. Freya membuka pintu kamarnya dan mengernyit heran saat mendapati Keenan tertidur di sofa.  “Lagi?” ucap Freya dengan tak percaya.  Freya menatap lekat pria itu. Cukup lama Freya menatap wajah damai Keenan yang sedang tertidur.  “Maaf karena terus mengancammu, aku memang mengerikan” ucap Freya dengan lirih. Freya mengambil selimut dan menyelimuti Keenan. Freya bergerak perlahan agar tak membangunkan pria itu. Setelah menyelimuti Keenan, Freya kembali menatap lekat Keenan.  “Maafkan aku”  Freya memalingkan wajahnya karena ia tiba-tiba menjadi melankolis. Freya bangkit dari duduknya.  “Aku akan menjaga orang-orang yang kau sayangi.” Setelah Freya keluar dari kamarnya, Keenan bangkit dari posisi berbaringnya. Ia tak tidur, ia hanya berpura-pura tertidur saat Freya kembali. Keenan berkali-kali mengusap wajahnya dengan gusar.  “Bisakah kau menjaga satu orang lagi untukku? Karena kupikir aku menyayangi satu orang lagi.” **** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN