Sinar matahari masuk dan menyelinap ke setiap dinding kamar berwarna abu-abu. Seorang gadis merasa terganggu dengan sinar mentari yang menyilaukan kedua matanya. Gadis itu meraba-raba ke belakang tubuh. Ketika tangannya menemukan sebuah selimut, ia langsung menarik selimut itu dan menutupi seluruh tubuh hingga wajah.untuk menghindari sinar cahaya matahari tadi.
Sedang seorang gadis masuk ke dalam kamar, dia adalah Hana. Tatapannya beralih ke ranjang, terlihat Ines yang masih terlelap dengan tidurnya. Hana mengembuskan napas gusar ketika melihat sahabatnya yang belum bangun. Hana mendekat dan hendak menarik selimut yang menutupi tubuh Ines, tetapi saat dia akan menarik, tangan Ines dengan kuat menahan tarikan tersebut.
“Eeghh...” lenguh Ines berat
"Ines ayo bangun!" ajak Hana masih tetap berusaha menarik selimut. Tetapi Ines tidak menjawab, dia malah semakin memperkuat genggamannya untuk menahan agar selimut itu tidak ditarik oleh Hana.
Hana yang melihatnya geram, dia dengan sekuat tenaga menarik selimut itu. Merasakan Hana di belakang tubuhnya sedang menarik selimutnya, membuat Ines pasrah dan mulai melonggarkan selimut itu. Selimut berhasil didapatkan Hana, tetapi itu membuatnya terjatuh ke lantai. Dia sedikit meringis sakit, sedangkan sahabatnya? Ines hanya melirik ke belakang lalu terkekeh geli dan melanjutkan acara tidurnya yang sempat tertunda karena kejadian tarik selimut tadi.
Hana menggeram kesal, dirinya segera berdiri dan berjalan menghampiri jendela kamar. Dengan penuh emosi membuka tirai penutup jendela hingga membuat sinar matahari itu masuk dengan sempurna menyinari seluruh kamar. Menghangatkan kulitnya yang di terpa cahaya, sesaat Hana justru sangat menikmatinya
Hana tersenyum, "Ines, ayo bangun!" perintahnya. Ines membuka matanya dengan terpaksa, dia memelotot tak suka menatap Hana yang membuka jendela kamarnya.
"Iya-iya, aku bangun,Kmau itu pemaksa" balasnya segera bangkit dari tidurnya. Ines menarik badan dan tangannya, pagi ini terasa lebih segar dari biasanya.
Hana berjalan menghampiri Ines, "Lalu, apa yang kau tunggu? Cepat mandi sana!" titahnya segera mendorong dan membantu Ines untuk berdiri tegak.
Ines hanya terkekeh geli, dia menuruti kemauan Hana dan segera pergi keluar kamar untuk ke kamar mandi. Tak lupa dia mengambil handuk dan keperluan mandinya. Hana hanya bisa menggeleng pasrah melihat tingkah laku sahabatnya ini. Segera dia membereskan kamar yang cukup berantakan karena ulah dirinya dengan Ines tadi.
“Ines, Ines... Kenapa sih kamu kalau tidur gocan, dari dulu gak berubah!”
***
Ines berjalan santai ke arah kamar mandi, sesekali dirinya bersenandung riang. Dia merasa jika hari ini adalah hari bahagianya sendiri tidak tahu karena apa.
Saat dirinya melewati ruang tamu, Ines mendengar jika ibu asuhnya di panti asuhan tengah berbicara dengan seseorang. Hatinya tergerak, Ines penasaran dengan siapa Bu Ayumi berbicara. Dia mundur beberapa langkah lalu bersembunyi di balik dinding. Kedua mata perlahan mengintip ke ruang tengah untuk bisa melihat siapa orang yang tengah berbicara dengan Bu Ayumi.
Namun, ia tak mendapati siapapun selain Bu Ayumi yang tengah duduk di sofa dengan posisi membelakanginya. Tetapi suara Bu Ayumi terdengar seperti seseorang yang tengah mengobrol. Ines sungguh penasaran, dirinya terdiam. "Tunggu, apa mungkin sedang telepon kah?" bisiknya bertanya sendiri.
Ines menepuk kepalanya pelan, dia bahkan tidak berpikir jika Bu Ayumi tengah menelpon seseorang. Kedua telinganya dia buka semakin lebar, berusaha untuk mendengarkan apa yang tengah ibu panti itu bicarakan.
"Baiklah, kau akan datang kemari?" tanya wanita itu dengan senang.
Seseorang menjawab pertanyaannya itu dengan tidak jelas. Ines menggerutu kesal, dia ingin tahu apa yang tengah mereka bicarakan tetapi malah hanya mendengar suara Bu Ayumi saja.
"Pasti salah satu dari mereka akan senang mendapatkan keluarga baru," ujar Bu Ayumi sembari tersenyum bahagia.
Ines terdiam, kedua matanya memelotot sempurna. Dirinya begitu terkejut ketika mendengar 'keluarga baru' diucapkan oleh wanita pemilik panti asuhan ini. Dia menutup mulutnya, ingin sekali berteriak sekarang. Ternyata ini alasan di balik kebahagian yang ia rasakan hari ini. Kedua matanya berbinar, harapan yang dia dambakan akan segera terjadi.
"Baiklah, aku akan menunggumu di sini," ucap Bu Ayumi yang langsung mematikan sambungan teleponnya.
Dia menghela napas lega, akhirnya ada keluarga lagi yang mau mengadopsi salah satu anak di panti ini. Dirinya begitu senang, anak-anak yang dia urus sedari kecil setelah remaja bisa mendapatkan keluarga baru. Apalagi keluarga barunya ini sangat baik dan penuh kasih sayang. Jadi dia lega bisa melepaskan salah satu anak panti di sini untuk diurus di keluarga tersebut.
Sama halnya dengan Ines. Dia juga senang bukan main, ingin sekali melompat rasanya. Kesenangan ini tiada tara dan tak ada bandingnya. Seolah seperti seluruh dunia tengah memihaknya kepadanya.
Karena terlalu senang dirinya tak sengaja mendorong sebuah meja hingga membuat patung kayu di sebelahnya terjatuh ke lantai. Beruntungnya patung itu tidak rusak, tetapi mengeluarkan suara yang cukup keras hingga membuat Bu Ayumi terkejut.
"Siapa di sana?" tanya Bu Ayumi menatap ke arah pintu menuju ke koridor rumah. Tetapi tak ada yang menjawab, lantas ia berdiri dan berjalan mendekat ke arah suara.
Ines yang masih bingung harus berbuat apa justru masih terpaku di tempat. "Apa yang harus kulakukan?" gumamnya seraya menggigit kuku jari.
Dia memutuskan untuk kabur saja dari tempat itu, menghindar dari segala pertanyaan yang akan Bu Ayumi lontarkan padanya. Ines hafal betul, tak hanya cercaan pertanyaan, tetapi juga akan mendapat ceramah karena telah menguping orang dewasa berbicara.
Dirinya bergegas pergi ke kamar dengan langkah cepat. Bahkan, tak sengaja dia menutup pintunya cukup kencang hingga membuat Hana terkejut di dalam.
Sesampainya Ayumi di koridor dia tidak menemukan siapa pun di sana kecuali dirinya sendiri. Ia jadi bertanya-tanya siapa orang yang telah menguping pembicaraannya tadi. Ayumi menghela napas pasrah, dia mengedikkan bahu tidak peduli lalu pergi ke ruang tengah dan menikmati secangkir teh yang sebelumnya telah dia sajikan untuk menemaninya membaca majalah.
"Apa yang terjadi Ines?" tanya Hana bingung.
Kedatangan Ines membuyarkan keasyikannya dalam menata kamar. Senandung kecilnya terhenti seketika saat sahabatnya itu muncul tiba-tiba dengan membanting pintu cukup keras. Tentu saja sikap Ines menimbulkan banyak pertanyaan dalam hati Hana.
Ines menatap Hana. Senyuman lebar tercetak jelas di wajah yang tengah berseri-seri saat ini. Berbeda dengan Hana yang terdiam bingung melihat Ines sahabatnya memasang ekspresi seperti itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Hana lagi. Bukannya menjawab Ines malah berlari mendekati Hana dan memeluknya bahagia. "Aku senang Hana, aku senang sekali!" pekik Ines.
Bukan itu saja, Ines mengoyang-goyangkan tubuh Hana senang sambil terus teriak kegirangan. Hana hanya bisa pasrah dan diam tubuhnya diguncangkan seperti itu oleh Ines. Hana segera melepas tangan Ines yang memegang kedua bahunya. "Coba tenang sedikit, apa yang terjadi padamu, Ines?" tanya Hana lagi dan lagi agar Ines bisa bercerita dengan tenang.
Dirinya begitu penasaran dengan sikap Ines yang berbeda jauh dengan saat tadi sebelum dia akan pergi mandi. Dahi Hana berkerut menatap baju yang dikenakan Ines tak berubah.
"Kau belum mandi!?" pekik Hana. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Ines, kenapa kau belum mandi hmm? Lihatlah, matahari sudah semakin tinggi!" sungutnya.
Ines tak mempedulikan ucapan Hana, Ia masih sibuk dengan dunia yang tengah memenuhi pikirannya. Betapa senangnya dia saat memiliki keluarga baru.
Hana menatap datar Ines, "Ines!" panggilnya mengatensi sambil mengibaskan tangan di hadapan sahabatnya yang masih tersenyum dan asyik dengan imajinasinya.
Sungguh Ines tak menghiraukan panggilan Hana yang berulang kali. Dia hanya tersenyum sambil berkomat-kamit tidak jelas mengatakan apa. Hana semakin bingung melihat tingkah laku Ines, tetapi ia tak bisa juga memaksa sahabatnya untuk bicara.
"Kalau begitu aku pergi saja," ucapnya dan berlalu dari hadapan Ines.
Ines yang tersadar segera menahan Hana pergi. "Ok, ok. Aku akan menceritakannya padamu," ucapnya sambil terkekeh.
Hana mengangguk dan tersenyum karena pada akhirnya Ines mau membagi apa yang tengah dia pikirkan sampai melupakan segalanya. "Kau tahu Hana? Kemarin tentang obrolan kita di halaman depan sore itu?" tanya Ines kemudian diangguki oleh Hana.
Senyuman masih tercetak jelas di bibir Ines, dia masih mempertahankan wajahnya yang berseri-seri seperti semula. "Aku tadi mendengar ibu asuh kita, Bu Ayummi tengah berbicara dengan seseorang," ucap Ines serius.
Hana mendelik tak suka, "Ines sudah berapa kali Bu Ayumi bilang jika kita tidak boleh menguping pembicaraan orang lain! Kau ingin mendapat hukuman dari Bu Ayumi?" tanyanya geram.
Ines berdecak kesal, "Bukan itu maksudku," balasnya tidak senang. Perkataan Hana membuat mood-nya menjadi kacau saat ini.
"Lalu apa? Kamu mengulangi kesalahan yang sama lagi. Apa kau tidak bosan dihukum oleh Bu Ayumi lagi?" tanya Hana kemudian.
Memang benar, Ines selalu saja melanggar aturan. Memang kesalahan sepele tetapi itu membuatnya selalu mendapat hukuman dari Bu Ayumi, ibu asuh mereka sendiri.
"Kau ini! Mau mendengarkan perkataanku tidak?" geram Ines karena Hana sedari tadi memotong pembicaraannya sampai mengulur waktu seperti ini.
Hana terdiam, "Iya sudah, apa yang ingin kau katakan?" tanya Hana pasrah. Dia juga penasaran apa hasil dari kegiatan menguping Ines tadi.
Ines tersenyum kembali, "Kau tahu? Bu Ayumi membicarakan sesuatu di telepon, dia mengatakan tentang keluarga baru," balasnya senang ketika mengingat kejadian sebelumnya.
Hana terdiam, dia tak bisa berkata apa-apa. Hanya mulutnya menganga lebar tak percaya dengan info yang dibawa oleh Ines sahabatnya sendiri.
"Ka-kau serius Ines?" tanya Hana memastikan lagi jika yang didengarnya ini tidak salah. Ines hanya menganggukkan kepalanya senang, dan itu berhasil membuat senyuman di bibir Hana terukir.
Hana tersenyum, dia berpikir apakah kebahagiaan seperti ini yang selalu didambakan oleh dia dan teman-teman pantinya yang lain?