Masih belum bisa akur

1540 Kata
Nara menoleh dan menatap wajah Kala yang sedang merengut tidak terima mendengar apa yang gadis itu katakan. "Iya kan Om Kala sendiri yang bilang kalau kita nggak boleh saling cari tau, mencampuri atau banyak berkomentar tentang kehidupan pribadi masing-masing!" ucap Nara mengingatkan kesepakatan yang Kala buat, "tapi itu sih bukan kesepakatan karena Om sendiri yang bikin, aku nggak pernah ya ngucapin kata sepakat." "Kenapa?" tanya Kala dengan suara beratnya, dengan nada datar tapi sambil menatap wajah Nara, Nara tahu jika Kala sedang menyimpan rasa penasaran saat ini. "Karena kita tinggal di satu tempat Om, kalau nggak ngobrol sama aku atau aku nggak ngobrol sama Om Kala, mau ngobrol sama siapa lagi? dan yang mau kita obrolin apa kalau nggak boleh menyangkut tentang kehidupan satu sama lain, masa kita mau ngomongin tetangga orang kita di sini juga nggak punya tetangga," kata Nara panjang lebar dengan gaya ceria seperti biasa dia mengobrol dengan Papa dan Mamanya di rumah, semua keluarga dan teman-temannya tahu jika Nara adalah anak yang ceria tidak pernah sedikit pun waktunya diisi dengan kemurungan. "Lagian siapa bilang Om mau ngobrol?" tanya Kala dengan wajah mengernyit aneh menatap Nara yang langsung menatapnya dengan tatapan terkejut. "Om Kala? bisa-bisanya om kalau ngomong begitu, emang selama ini Om Kala nggak pernah ngobrol, oh iya aku lupa Om tinggal sendirian!" kata Nara sambil menepuk keningnya sendiri, "aku sih nggak tau ya kalau itu udah jadi kebiasaannya Om Kala hidup tanpa berkomunikasi sama orang lain, makanya Om Kala jadi orang angkuh dan dingin kayak gini. kalau aku sih selama ini selalu banyak ngobrol sama siapapun yang ada di dekat aku, makanya aku heran kenapa Papa nitipin aku sama Om Kala, Kenapa Papa nggak nitipin aku di panti sosial aja biar aku banyak temen ngobrol." Kala mendelik mendengar apa yang Nara katakan, lalu masih dengan suara beratnya laki-laki itu menjawab, "Oke kalau kamu mau tinggal di panti sosial Om tinggal telepon aja dinas terkait dan bilang kalau ada tunawisma di sini!" "Om Kala, serius banget sih hidupnya nggak bisa diajak bercanda! nanti aku bilangin sama Papa loh!" kata Nara ringan. "Dasar manja! tukang ngadu!" gerutu Kala dengan suara lirih. "Aku dengar Om!" ucap Nara kesal, Gadis itu menghela napas cepat sambil menatap wajah Kala lalu tersenyum manis, "tapi Om Kala tenang aja bukan cuma hidup aku yang bakalan berubah sejak saat ini tapi hidup Om Kala juga, Om Kala nggak akan selalu sendirian di apartemen ini jadi kalau Om Kala pengen ngobrol Om Kala udah punya temen. Aku." "Om Kan tadi udah bilang siapa yang pengen ngobrol!" sahut Kala cepat membuat Nara mencibirkan bibirnya. "Tadi yang tanya-tanya siapa? yang pengen tau tentang kehidupan pribadi aku siapa? Om Kala tadi penasaran kan makanya tanya sama aku kenapa aku nggak gugurin bayi ini? itu artinya apa kalau Om Kala nggak pengen ngobrol?" Nara memberondong Kala dengan pertanyaan cepat, suara Gadis itu rasanya seperti cicitan burung nuri di telinga Kala yang biasa hidup dalam kesendirian dan keheningan. "Om cuma pengen tau aja kenapa kamu harus merepotkan diri dengan menjaga kehamilan kamu? padahal kalau kamu mau Papa Kamu pasti bisa cari dokter terbaik buat aborsi jadi nggak akan beresiko apapun buat kamu," kata Kala memperjelas pertanyaannya, Nara diam sesaat mendengar apa yang laki-laki itu tanyakan. "Aku juga sebenarnya nggak tau kenapa aku bisa ngelakuin kesalahan ini, Om. saat kita mendapatkan hukuman tapi kita nggak tau kesalahan apa yang kita buat rasanya jauh lebih menyakitkan, aku nggak mau kalau anak ini juga ngerasain hal itu, dia dihukum dengan cara dibunuh sebelum dia dilahirkan sementara dia nggak pernah pengen ada dalam kehidupan ini. nggak ada seorang pun yang meminta pada Tuhan untuk diberikan kehidupan begitu juga anak ini, Mungkin aku bukan orang baik tapi aku juga enggak bisa jadi orang jahat," jawab Nara dengan pandangan menerawang, Kala hanya terdiam menatap wajah cantik gadis itu. "Aku yang udah berbuat salah dan akulah yang harus menerima hukumannya menerima konsekuensi dari segala pilihan aku, anak ini nggak tau apa-apa dia nggak berdosa jadi aku udah janji sama diri aku sendiri kalau aku akan jagain dia, aku nggak akan bikin Dia menderita cuma karena kesalahan aku," sambung Nara, Kala tersenyum tipis mendengar apa yang Gadis itu katakan. "Tapi seandainya keadaannya berbeda gimana? seandainya kamu bukan anak Bryan Maven yang bisa mindahin kamu ke sini untuk menutupi kehamilan kamu, seandainya orang tua kamu nggak membuat rencana untuk mengurus anak itu dan mengakuinya sebagai anak mereka, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Kala, nada bicaranya masih terasa datar tapi tidak terkesan ketus seperti tadi hal itu membuat Nara tersenyum manis padanya. "Mungkin aku juga bakal ngelakuin hal yang sama, Aku bakal pergi dari tempat tinggal aku sebelumnya dan memulai kehidupan baru di suatu tempat. aku bisa kerja untuk membiayai hidup aku Dan anak ini, bukan hanya sekedar untuk menutupi kehamilan aku dan menghindari omongan buruk orang tentang diri aku tapi untuk anak ini, aku nggak akan ngebiarin anak ini mendengar ucapan-ucapan buruk orang tentang dirinya Karena yang buruk adalah perbuatan Aku bukan dirinya," jawab Nara dengan penuh keyakinan, Kala tersenyum tipis tidak menyangka jika gadis manja seperti Nara memiliki sisi dewasa seperti ini. "Tapi hal yang bikin aku bersyukur banget adalah aku punya Papa dan Mama Lily yang sangat menyayangi aku, mendukung aku tanpa sekalipun menghakimi aku atas kesalahan ini," ucap Nara dengan suara lirih bahkan sedikit bergetar karena rasa harunya, Gadis itu lalu tersenyum lebar dan menoleh menatap Kala yang sedari tadi tampak betah menatapnya. "Om Kala sekarang pasti lagi kagum banget sama aku, Om Kala nggak nyangka kan kalau aku punya pikiran sedewasa ini?" tebak Nara sambil menatap wajah Kala yang langsung mengernyit aneh mendapat pertanyaan itu, dalam hati Kala bertanya mengapa Nara bisa membaca pikirannya, "aku dewasa cuma buat anak aku kok, padahal aku sedih banget hidup jauh dari Papa." "Enggak jadi kagum!" kata Kala sembari bangun dari duduknya, "mulai sekarang kamu harus berubah, nggak usah manja. Kamu tinggal di sini sama Om bukan sama Papa kamu!" "Keluar lagi kan nyebelinnya!" gerutu Nara sambil mengalihkan pandangannya dari Kala yang berjalan menuju kamarnya ke layar televisi yang masih menyala. "Tidur Nara udah malam, matiin tv-nya nanti tagihan listrik mahal!" kata Kala dari ambang pintu kamarnya sambil memegangi daun pintu yang akan dia tutup karena dia sudah memasuki kamarnya tersebut. "Ish! selain nyebelin dia juga pelit!" gumam Nara sambil menatap laki-laki itu dari tempat duduknya. "Dengar-dengar ibu hamil juga nggak boleh begadang nggak baik buat kesehatan!" sambung Kala sebelum menutup pintu kamarnya, Nara mengulum senyum mendengar apa yang laki-laki itu katakan merasa walaupun nyebelin dan pelit tapi Kala juga perhatian. Nara langsung mematikan televisi dan kembali ke kamarnya untuk berusaha tidur, seperti apa yang Kala katakan Nara juga tidak ingin melakukan kebiasaan yang bisa mempengaruhi kesehatannya demi sang buah hati. Walaupun tidak diinginkan tapi nyatanya Nara bisa menerima kehamilannya dengan baik. *** "Om Kala pulang jam berapa? terus nanti aku makan siangnya apa? terus kalau aku kesepian gimana? aku ngobrol sama siapa? terus nanti kalau aku—." Nara terdiam tidak lagi melanjutkan pertanyaannya ketika melihat Kala menatapnya dengan tatapan tajam seperti seekor harimau yang siap menerkam mangsanya. "Kita kan udah belanja, isi kulkas sudah banyak, masa ngisi perut kamu sendiri aja kamu nggak bisa? kalau kamu pengen ngobrol kamu bisa telepon Papa kamu, Mama kamu atau teman-teman kamu, kamu juga boleh ngobrol sama Jack," kata Kala dengan begitu tegas. "Om Kala ... masa aku disuruh ngobrol sama Jack? oh aku tau, Jadi selama ini karena nggak punya temen, Om Jack obrolannya sama Jack kalau lagi ada di rumah?" kata Nara dengan nada mengejek sambil menatap seekor ikan mas koki yang berenang-renang di dalam akuarium kecil yang ada di ruang keluarga, Kala mendengus kesal mendengar apa yang gadis itu katakan. Bukan tanpa alasan Nara begitu heboh pagi ini, itu adalah karena Kala berpamitan padanya untuk berangkat bekerja. "Makan sarapan kamu, harusnya Papa kamu bayar Om extra banyak Karena sekarang tugas Om juga banyak. Om harus masak buat ngasih sarapan bayi besar kayak kamu!" kata Kala sambil menggerutu lalu memakan sandwich yang dia buat sebelum Nara keluar dari kamarnya tadi, Nara memiringkan bibirnya kesal lalu memakan makanan yang ada di hadapannya. "Oke nanti aku bilang sama Papa buat bayar Om extra mahal karena udah masak buat aku tapi Om nggak usah jagain aku Aku bukan anak kecil!" kata Nara ketus membuat Kala yang sedang fokus pada makanannya menatap Gadis itu dengan mata memicing tajam. "Enggak usah, apa yang Om punya sekarang udah cukup, Papa kamu juga tau segala kewajibannya!" kata Kala melarang. Nara hanya sekilas meliriknya lalu bergumam, "munafik!" "Kamu ngomong apa?" tanya Kala cepat. "Enggak, nggak ngomong apa-apa. Nanti kalau aku bosan aku mau jalan-jalan ya," ucap Nara mengalihkan perhatian laki-laki yang duduk di depannya. "Oke, tapi jangan jauh-jauh kamu jalan-jalan di sekitar sini aja banyak tempat yang menyenangkan kok. kalau kamu bingung kamu telepon Om aja nanti Om jemput," jawab Kala dengan suara melunak membuat Nara sedikit merasa lebih tenang, Gadis itu lalu menganggukkan kepalanya. Beberapa jam setelah Kala berangkat bekerja Nara yang sendirian di dalam apartemen benar-benar merasa bosan dan kesepian akhirnya gadis cantik itu memutuskan untuk turun dan berjalan-jalan. "Kamu? kamu yang kemarin ketemu di supermarket kan?" tanya seorang laki-laki begitu Nara memasuki lift yang akan membawanya turun dari gedung apartemen tempatnya tinggal sekarang. "Om suaminya Tante Anna? Om juga tinggal di sini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN