Mungkin orang-orang berpikir, alasan Arkan dan Lita begitu buru-buru pergi meninggalkan acara resepsi yang baru saja usai karena memang pengantin baru itu ingin menjalani rutinitas indah nan manis melebihi kemanisan madu, layaknya keinginan pengantin baru pada kebanyakan. Padahal, jangankan tidur bersama, sekadar berpikir mereka bisa romantis saja, Arkana tidak yakin akan terjadi terlebih jika melihat Lita yang begitu emosional. Kini saja, Lita masih memimpin langkah dan sukses membuat Arkana kewalahan menyusul. Lebih-lebih kedua ajudan Arkana yang membantu Lita menentengkan ekor gaunnya dan panjangnya ada lebih dari lima meter. Kedua pria bertubuh tegap dan memakan setelan jas hitam itu sampai berkeringat dan kerap Arkana dapati menahan napas.
Setelah sampai memelankan langkahnya menjadi santai, Arkana yang melepas jas putihnya berkata, “Hati-hati dengan kedua kakimu.”
“Kalau kamu memang peduli padaku, harusnya dari tadi kamu sudah bisa membuat orang-orangmu membawa Lilyn pulang!” Lita masih melangkah cepat di tengah napas yang memburu. Selain itu, sampai detik ini jantungnya juga masih bekerja sangat kencang atas kekesalan yang baru saja ia keluhkan.
“Siapa juga yang peduli kepadamu? Aku khawatir pada sepatu yang kamu pakai karena hanya untuk mendapatkan itu aku harus sampai mengeluarkan uang sebanyak dua ratus lima puluh juta! Itu hanya satu di dunia ini!” sergah Arkana mengomel.
Makin hari, mulut seorang Arkana memang makin pedas sekaligus tajam. Tajamnya sebuah pedang sakti sekalipun seolah kalah. Lita yang langsung terpancing tentu saja tidak tinggal diam. Arkana mungkin berbakat membuat dunia seorang Lita jungkir balik, tapi sampai kapan pun, Lita tidak akan sudi untuk ditindas bahkan sekadar dibentak. Jangan lupa betapa konyol proses pemuda itu mengikatnya dan akhirnya mereka wajib menikah. Karena jika itu sampai terjadi, jika Lita sampai mengingat semua perjalanan menyebalkan hubungan mereka, bisa jadi Lita tak hanya akan mendadak memiliki tanduk, tapi juga sampai bertaring.
Braak ... Plakll!
Lita yang sungguh melepas heels miliknya atau itu sepatu yang Arkana maksud, juga melemparnya. Tak tanggung-tanggung, keduanya ia lemparkan pada pemberinya. Satu berhasil Arkana hindari karena pemuda itu dengan cekatan loncat ke kiri belakang. Namun yang terakhir berhasil mengenai pelipis kanan Arkana.
“Belum genap dua puluh empat jam menikah, kamu sudah KDRT bolak-balik? Setrika saja punya alasan kenapa mereka bolak-balik!” protes Arkana sambil menggunakan tangan kirinya yang tidak menenteng jas, untuk memegangi bekas lemparan Lita dan sudah langsung melukainya.
“Bodo!” balas Lita cuek, tapi ia malah kesleo di langkah pertamanya yang mana karena kenyataan tersebut pula, tubuhnya terbanting dalam posisi meringkuk. Kedua ajudan Arkana nyaris jantungan lantaran mereka merasa kecolongan dan fatalnya tidak bisa menahan Lita agar bos baru mereka itu tidak terluka apalagi sampai terjatuh. Mereka sempat berpikir, kegagalan mereka akan membuat mereka jongkok, sesaat setelah melarang kedua ajudannya untuk tidak boleh menolong Lita.
“Kana ... ini aku beneran sakit, ihhhh!” Lita bahkan tak kuasa menggerakkan tubuhnya. Tak hanya karena efek jatuh barusan, tetapi juga efek jatuh pagi tadi sebelum mereka ijab kabul, selain acara hari ini yang juga membuat Lita kelelahan luar biasa. Bayangkan saja, jadwal resepsi yang awalnya hanya akan berlangsung tiga sampai empat jam, malah sampai lebih dari tujuh jam saking banyaknya tamu undangan yang datang.
“Bodo ...!” ucap Arkana merasa sangat puas karena rasa kesalnya akibat ulah Lita, sudah terbalaskan tanpa harus ia yang melakukan.
“Kana, aku beneran sakit! Lagi pula, andai dari awal aku tahu kamu calon suamiku, pasti aku mikir ulang. Malah kalau bisa memilih, aku maunya nikah sama orang yang jauh lebih dewasa. Mau duda sekalipun asal bukan suami orang, dan dia juga dewasa sekaligus penyayang, aku oke-oke saja! Syukur-syukur yang kayak om Fean.” Lita benar-benar merintih kesakitan karena sekadar membuka mata saja, ia tak bisa saking sakitnya.
Arkana mendengkus dan tak lagi berkomentar terlebih sampai kembali bersikap arogan. Ia berdiri dan melangkah mendekati Lita. Setelah ia kembali jongkok, ia juga sengaja membopong Lita bahkan meski gadis itu menolak ia sentuh apalagi sampai bantu.
“Kamu itu, ... satu-satunya wanita terberisik yang pernah aku kenal!” lirih Arkana sambil terus membopong Lita. Mereka memasuki sebuah kamar VIP yang sudah langsung dibukakan oleh ajudan mereka. Namun hanya sampai di depan pintu karena setelah itu, Arkana meminta keduanya untuk pergi dan istirahat.
“Kana, aku harus menyusul Lilyn.”
“Sudah enggak usah berisik.”
“Enggak usah berisik gimana, maksud kamu? Lilyn adikku, dia mencintai kamu, dan dia sedang ada di club malam. Ya ampun Kana, bagaimana jika dia sampai salah gaul bahkan hamil di luar pernikahan. Aku enggak mempermasalahkan malu dan bla, bla, bla, yang harus ditanggung, aku hanya enggak mau dia sampai trauma bahkan kena mental seperti Dara. Ayolah.”
Karena Lita benar-benar berisik, Arkana nekat melempar tubuh Lita ke tempat tidur ukuran jumbo di hadapan mereka. Lita langsung diam karena ketakutan sekaligus syok. Wanita itu berakhir meringkuk setelah sebelumnya juga sampai agak mental. Jantung Lita benar-benar kacau, bahkan ia merasa sesak napas seperti nyaris jantungan. Namun baru saja, dari belakangnya dan tentu Arkana, ia mendengar dering tanda sambungan telepon. Dan ternyata, Arkana memang menghubungi seseorang. Suara seorang laki-laki.
“Iya, halo Kak Lian.”
Arkana menghubungi Lian, yang tak lain kakak Lita. Lita itu tiga bersaudara. Lian menjadi anak tertua, sedangkan Lita anak kedua layaknya Arkana, sementara Lilyn yang sedang ingin Lita pastikan keadaan sekaligus keselamatannya merupakan bungsunya.
“Meski Lilyn adik kamu, jujur, aku enggak suka bahkan anti karena dia terlalu agresif kepadaku!” keluh Arkana sesaat setelah selesai dengan sambungan teleponnya. Ia meminta Lian untuk menyusul Lilyn di club malam karena ia dan Lita tidak mungkin melakukannya. Arkana mengabarkan dirinya dan Lita kelelahan terlebih Lita yang ia kabarkan langsung tidak enak badan. Terlepas dari semuanya, Arkana juga meyakinkan pada Lian bahwa dua kaki tangannya ada mengawasi Lilyn dari dekat. Hanya saja, Lilyn menolak ajakan kedua kaki tangannya untuk pulang.
“Aku mandi dulu,” ucap Arkana sambil melepas arloji silver yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. “Sekalian mau menenangkan diri setelah aku disamakan dengan pria tua bahkan duda dan itu beneran bikin aku sakit hati.”
Tentu saja, Lita sadar Arkana tengah menyindirnya. Namun, Lita sendiri merasa dijebak bahkan dirugikan. Meski sebenarnya hubungannya dan Arkana kadang bisa sangat baik. Meski sebenarnya Lita juga sangat menyayangi Arkana layaknya rasa sayang kakak kepada adik. Akan tetapi, semua itu bukan menjadi hal yang ingin Lita permasalahkan. Termasuk juga dengan sindiran Arkana walau sebenarnya, Lita juga sudah ingin langsung minta maaf, Lita sadar dirinya sudah keterlaluan.
Kenapa mereka sampai menikah? Kenapa harus Arkana yang menjadi suami Lita sementara Lita tahu betul, sang adik sangat mencintai Lilyn! Kenapa pernikahan mereka sampai ada? Itulah yang terus Lita pikirkan.
Terpikir oleh Lita untuk segera menghubungi Lilyn apalagi baru saja, terdengar suara pintu kamar mandi yang tertutup dari samping kanannya, dan tentu saja itu ulah Arkan. Lita langsung meraih tas tangan yang ada di depan tangan kanannya. Ia membuka benda kecil tak lebih panjang dari satu jengkalnya. Ia mengeluarkan ponselnya dari sana. Dan Lita langsung mengirimi Lilyn pesan.
Kak Lita : Lyn, kamu di mana? Ayo pulang sudah malam. Besok kita ngobrol, ya. Kakak sayang banget ke kamu.
Lilyn : Aku mau ngobrol sekarang. Kamu yang telepon.
Sulit untuk Lita percaya, Lilyn membalas pesannya dengan sangat cepat tak kurang dari satu menit. Tanpa pikir panjang, Lita yang masih meringkuk pun menghubungi Lilyn melalui sambungan telepon. Akan tetapi, di sambungan yang ke dua, telepon yang Lita lakukan malah ditolak.
Lilyn pasti marah banget ke aku! Pikir Lita yang belum apa-apa sudah menangis. Rasanya terlalu menyakitkan harus berebut pasangan dengan adik sendiri. Karena meski Arkana suaminya, dari dulu Lilyn memang sangat mencintai bahkan terobsesi pada Arkana. Sampai detik ini saja, Lita masih sulit percaya dirinya malah mendadak terjebak dalam hubungan antara Arkana dan Lilyn.
Lilyn : Aku benar-benar sakit hati ke kamu, Kak. Aku merasa dipermainkan. Aku merasa dibuang.
Lilyn : Kamu jahat. Kamu bilang, kamu sayang banget ke aku. Tapi nyatanya apa? Kamu nikam aku dari belakang.
Kak Lita : Lilyn, semuanya enggak seperti yang kamu pikirkan.
Lilyn : Oke, aku akan menganggap semua yang kamu katakan sekaligus yakinkan memang benar, asal kamu meninggalkan Arkana sekarang juga. Tolong tinggalkan Arkana jika memang kamu benar-benar menyayangiku!
Lita langsung tercengang. Ia bak dipaksa menelan buah simalakama karena sekadar membiasakan diri bahwa kini Arkana merupakan suaminya saja, dirasanya terlalu sulit. Apalagi mendadak meninggalkan Arkana setelah apa yang terjadi dan hampir semua anggota keluarga mereka terkecuali Lilyn, merasa sangat bahagia atas pernikahannya dan Arkana.
“Pergi dari sekarang memang tidak lebih buruk daripada bertahan,” lirih Lita yang makin berpikir keras. “Namun andai aku benar-benar melakukannya, ... kasihan Arkana. Keluarga kami pun, ... terlalu banyak yang harus dikorbankan.”