"Masih mau nemanin nggak?" tanya Glen mengejutkan Anggi.
"Iya mau!" jawab Anggi seraya berjalan mendekati pemuda itu. Perlahan hubungan keduanya mulai terjalin meski Anggi belum sepenuhnya mempercayai Glen.
Sekelompok gadis tengah asyik memakan batagor pesanan mereka. Seraya duduk beralaskan tikar dekat dengan pedagang kaki lima mereka bercanda gurau. Salah seorang dari mereka menyorot Glen serta Anggi. "Bukannya itu Glen ya?" tanya gadis itu memastikan.
Sontak mereka semua menoleh ke arah Glen yang memesan minuman dingin bersama seorang gadis. "Dia jalan sama siapa?" tanya gadis itu lagi.
"Eh kayaknya gue kenal deh sama tuh cewe. Bukannya dia itu Anggi ya kelas 2-B, itu loh yang ganjen sama pacar orang." Sengaja kalimat terakhir dibuat berbisik takut kedengaran Anggi sebab jarak antara mereka tidaklah jauh.
"Wah jadi gosip baru nih, foto mereka buruan sebelum mereka pergi." Usai mengambil beberapa foto, sekelompok gadis itu diam tak berbicara takut baik Anggi maupun Glen.
"Lina lo wajib masukin nih foto ke akun gosip lo dijamin pasti banyak tuh yang ngelike!"
"Hm, bener juga kirim dong sama gue. Jangan lupa bagi-bagi ke grup dong, biar semua tahu." Perkataan Lina disambut dengan tawa beda dengan seorang gadis. Matanya melihat lurus kepada Anggi. Dia bergegas berdiri ingin mengejar keduanya.
"Eh Ita, lo mau ke mana?"
Gadis bernama Ita itu berbalik, memberikan senyuman manis kepada teman-temannya. "Bentar ya ada urusan sedikit."
"Ih si Ita giliran Glen aja langsung gas padahal banyak kali cowok yang suka sama dia," komentar Cia, teman sekaligus anggota osis sekolah.
"Ya iyalah, masa iya dia ngerelain cowok yang dia kejar punya gebetan liat aja pasti Anggi bakal dapat masalah deh." Lili membalas santai.
"Lo kok enteng banget kaya gitu? Ita nggak mungkinlah sebegitunya buat ngedapetin cowok kaya Glen, lihat mukanya pengennya kesel mulu."
Lili tersenyum miring. "Lo aja yang nggak tahu gimana Ita, dia itu pantang menyerah sebelum ngedapetin apa yang dia mau."
Dari kejauhan Ita melihat Glen serta Anggi menghampiri Bian dan Kira yang tengah asyik mewarnai. Mereka mengobrol ringan sembari menikmati minuman sambil sesekali fokus pada kanvas.
Ita mulai mendekat. Ia ingin tahu percakapan mereka. "Udah jam 19.45, aku harus pulang." Kira mulai mengemasi beberapa warna yang dia pakai.
"Hah? Ini belum larut kok," protes Glen tak terima.
"Iya tapi aku sudah janji sama Ayah, aku bakal pulang jam 8. Aku harus tepat waktu."
"Tapi-"
"Udah jangan banyak bacot, mending lu pulangin sahabat gue sekarang." Anggi memotong ucapan Glen. Kira dan Bian terdiam. Mereka tidak salah dengar, kan? Anggi meminta Glen mengantar Kira pulang. Itu artinya dia akan berdua dengan Bian.
Kira menoleh pada Bian. Sambil tersenyum ia mengancungkan jempol, menyemangati pemuda itu. Bian hanya bisa mengulum senyum. Tak bisa mengekspresikan kebahagiaannya sekarang.
"Baiklah, gue bakal antar Kira." Glen segera mengambil tangan Kira dan berjalan pergi setelah berpamitan. Tak lupa memberi semangat kepada Anggi dengan senyum.
Ita yang melihat itu segera berjalan menuju parkiran mengikuti Glen beserta seorang gadis yang tak ia kenali.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Ita selain mengikuti Glen menuju tempat parkir. Kini tinggal Anggi dan Bian. Mereka melirik satu sama lain dan begitu mata mereka bertemu dengan salah tingkah keduanya memalingkan wajah.
Bersama baik Anggi maupun Bian menarik napas, merangkai kata apa yang tepat dikeluarkan. Saat merasa siap mereka menoleh dan membuka suara.
"Aku-" satu kata yang keluar dari mulut keduanya terhenti. Keduanya mematung sebelum akhirnya tertawa lepas.
"Kamu boleh duluan kok Anggi," kata Bian mempersilakan Anggi lebih dulu.
"Aku mau minta maaf sama kamu. Aku tidak seharusnya mengabaikanmu dan aku tidak punya masalah juga sebenarnya kepadamu hanya saja ... aku tak mau diperlakukan secara istimewa." Anggi lalu melihat pada Bian yang masih diam. Tidak ada kekesalan membuat gadis itu berani melanjutkan penuturannya.
"Dulu, sebelum kau pindah dari sekolahmu aku memiliki masalah yang membuatku sangat terpuruk dan sebab itu ... aku tak mau berpacaran sampai sekarang aku berprinsip tidak akan pacaran dengan cowok mana pun. Aku menyukaimu Bian, sungguh tapi aku hanya ingin kita temenan saja. Aku harap kau tidak tersinggung dengan ucapanku.."
"Tentu saja tidak Anggi. Kau sudah menjelaskannya dan aku mengerti. Kau tidak salah, aku pun tidak tersinggung. Harusnya aku yang minta maaf di sini karena mengganggumu. Tidak apa-apa kalau kamu nggak balas perasaanku mungkin emang belum jodoh dan aku janji kita bakal tetap berteman sampai kapan pun."
Anggi bernapas lega. Tidak ada yang lebih menenangkan pikirannya setelah mendengar perkataan Bian dan begitulah selesainya permasalahan mereka berdua dengan keduanya saling terbuka dalam berkomunikasi.
Jam 8 lewat lima menit. Kira serta Glen sudah sampai. Meski make up telah luntur tapi Kira turun dari motor Glen dengan senyum manis. "Kenapa senyam-senyum gitu?" tanya Glen.
"Aku senang soalnya Anggi mau berduaan sama Bian. Kepalaku pusing tau nggak ngeliat mereka berdua, kamu ngobrolin apa sampe Anggi bisa berubah pikiran?" Kira balik bertanya.
"Itu rahasia. Cukup gue sama Anggi yang tahu yang jelas Lo nggak bakal disusahin lagi sama mereka berdua. Lo harusnya berterima kasih sama gue," jawab Glen dengan gayanya sok-sok'an.
"Idih langsung ilang respect aku sama kamu." Kira berkomentar ketus. Dia mau berjalan masuk ke dalam rumah tapi Glen segera turun dari motor dan membuka pintu pagar yang tertutup. Mempersilakan Kira masuk terlebih dahulu dan mengikuti dari belakang.
"Kenapa masih belum pulang?" tanya Kira sadar Glen tidak berniat sedikit pun bergerak menjauh.
"Masih pengen ngobrol sama lo." Glen kemudian duduk di kursi yang tersedia di teras itu. Ia mengeluarkan ponsel melihat sebentar grup chat dan kembali memusatkan perhatian pada Kira.
Gadis itu juga duduk di kursi bersebelahan dengan Glen. "Lain kali jangan begitu ya," ucap Kira.
"Begitu apa?"
"Jangan ngambil uang dari tabunganmu demi ke bioskop."
Kening Glen berkerut sebelum kemudian memberikan senyum tipis. "Santai aja lagi, tabungan gue bakal nambah kok bapak sama ibu terus ngirimin uang jajan buat gue."
"Tetap saja, aku merasa keberatan apalagi pas kamu traktirin kita bertiga. Aku nggak mau kamu habisin uang tabunganmu hanya karena bersenang-senang," omel Kira.
"Iya, iya bawel. Gue pikir lo nggak bakal cerewet nyatanya sama aja masih ngomel mulu, kepala batu pula."
Pintu rumah mendadak terbuka menampakkan seorang pria menatap tajam ke arah Glen. "Ayah," ucap Kira kaget. Dia pun buru-buru berdiri.
"Masuk." Perintah Ayahnya tidak dibantah oleh Kira. Gadis itu melihat sebentar pada Glen, berpamitan dengan suara yang pelan sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu.
Glen sendiri ikut berdiri ketika matanya bertemu mata dengan Ayah Kira. Bulu kuduk mulai merinding menyadari raut wajah pria itu tampak tak senang. "Malam Pak," sapa Glen sontak sambil tersengih.
"Kamu juga pulang, ini sudah larut malam. Terima kasih juga sudah antar anak saya pulang."
"Sama-sama Pak, saya permisi." Glen berjalan cepat keluar dari halaman rumah Kira. Selagi Ayah Kira masih memandangnya, Glen merasa tidak aman.
Begitu menghilang dari pandangan Ayah Kira bergegas masuk dan memanggil putri semata wayangnya. Kira sendiri cemas tapi dengan sikap tenang ia menghadap Ayahnya.
"Itu yang dari tadi siapa?" tanya Ayah memulai interogasi.
"Dia itu teman satu kelas Kira namanya Glen." Kira menjawab sekenanya.
"Kenapa kamu pulang bareng dia? Mana Anggi?"
"Sudah pulang di antar sama teman satunya lagi."
Ayah mengkerutkan kening. "Terus kenapa kamu nggak ikut aja Anggi? Kalian bisa, kan nelpon taksi online biar nanti Ayah yang akan ngurus biayanya."
"Anggi juga ada urusan jadi tak bisa ikut Kira pulang," sahut Kira berusaha untuk menguasai emosi dalam diri.
"Jadi itu sebabnya kamu berdandan, rapi dan cantik untuk ketemu cowok itu?" Kali ini Ayah mulai tersulut amarah.
"Nggak Ayah, Kira make up ya buat diri sendiri. Lagian nggak ada salahnya juga aku make up, aku juga mau berpenampilan cantik."