BAB 05

1059 Kata
"A special treat from someone, miss." Seorang pelayan lelaki membungkuk memberikan segelas minuman di depan meja Saima. Ia melirik ke arah yang ditunjukkan pelayan, menemukan seorang pria mengangkat gelasnya sendiri. Pria asing itu tersenyum ramah. "Hot." Cassie—temannya, juga kakak perempuan Janied—berbisik di telinga Saima. Meski tak mengambil gelasnya, Saima balas tersenyum singkat ke arah pria asing itu yang ia pikir mungkin lebih tua beberapa tahun darinya. Penampilan begitu menarik dan tentu saja berduit karena bisa berada di J'Land. "Ya, hot." Saima mengangguk kepada Cassie yang terus menyuruhnya untuk meminta kepada pelayan bahwa lelaki itu bisa menghampirinya. "Tapi gue ke sini untuk minum sama lo, Kak. Bukan kenalan sama pria asing." "Pria asing yang seksi," koreksi Cassie. "Apa lo memiliki fantasi dengan pria seksi? No?" "Cassie Irvadia Hartono, just because I think someone's hot doesn't mean I wanna get in his pants." "Oh???" Cassie pura-pura terkejut. "Karena gue kira keinginan lo untuk melakukan seks udah berhenti setelah lo putus dengan pacar lo, Dek." "Apa yang kita omongin sebenernya?" Saima berdecak karena Cassie tak bisa diam. Bukan waktunya membicarakan urusan cintanya yang telah berakhir. "Lo harus bersenang-senang, Sai!" Cassie bersemangat. "Dan jelas-jelas pria panas yang duduk di sana tertarik sama lo." "Mungkin lain kali karena sekarang gue ada urusan." Saima mengambil tasnya bersiap pergi. "Urusan apa? Adik gue?" Saima mengerutkan keningnya pada celetukan Cassie yang terdengar seperti meledek. "Gue nggak pernah melihat mantan tunangan sangat peduli kepada urusan mantan tunangannya." "Janied temen gue, Kak." "Sure, sure." Cassie bereaksi seolah sangat percaya. "Kalian berdua teman selamanya, nggak akan terpisah, uwu!" Saima hendak membalas kata-kata Cassie namun ketika berdiri kakinya terasa sakit sehingga ia hanya mencium pipi Cassie lalu benar-benar keluar dari J'Land. Saima membawa mobilnya sendiri menuju bar tempat Radmila Mega bekerja karena ia berniat membantu Janied. Mempertemukan mereka berdua agar ini cepat selesai dan Saima bisa kembali kepada hidupnya sendiri. Radmila Mega keluar dari pintu samping bar ketika Saima berdiri menunggunya. Radmila terkesiap, langkah kecilnya terhenti saat melihat wajah familiar. "Saima?" *** Katakan saja Saima hampir melupakan wajah Radmila. Teman SMA-nya itu punya aura yang manis, dan setelah tujuh tahun ternyata tidak berubah. Hanya saja kini Radmila punya lingkaran hitam di sekitar matanya. "Jadi kamu yang mencari aku beberapa waktu kemarin?" Radmila mulai berbicara setelah mereka berdua setuju untuk duduk di cafe kecil yang tidak terlalu ramai. "Bukan. Mereka suruhan Janied." "Aku...." Radmila menghela napasnya mendengar nama itu. "Tolong katakan kepada Janied aku nggak akan mengganggunya lagi." Saima menatap Radmila. "Kamu salah. Janied mau ketemu kamu." "Untuk apa?" "Hanya kalian berdua yang tahu." "Kamu dan Janied...." Radmila menghentikan kata-katanya, ragu. "Kamu harus ketemu dan bicara sama Janied." Saima mencoba meyakinkan. "Kalian berdua perlu menyelesaikan atau mungkin melanjutkan apa yang kalian berdua miliki, tujuh tahun lalu." "Aku nggak punya hubungan apa-apa lagi sama Janied." "Tapi Janied sepertinya nggak berpikir seperti itu." Radmila sejak tadi tidak menatap Saima, baru kali ini. "Bukannya kalian berdua bertunangan?" "Aku dan Janied membatalkannya dan nggak ada hubungannya dengan kamu." Saima menjawab tenang. "...." "...." "Tapi yang aku tahu, Janied masih mencintai kamu, Radmila. Kamu harus kembali kepada Janied."  *** Jam 12 malam Saima datang ke apartemennya mengatakan bahwa Radmila Mega bersedia bertemu dengannya. Tapi Janied tidak mendengar kata-kata Saima karena sibuk memerhatikan perempuan itu yang terlihat kesulitan berdiri. "Apa lo dengerin gue?" Saima menepuk lengan Janied. Janied malah bertanya, "Apa kaki lo sakit, Saima?" "Oh?" Saima melihat ke arah kakinya yang memakai sandal santai. Heels-nya ditaruh di mobil. Saima belum pulang tapi ia selalu menyimpan sandal di kursi belakang. "Lo mengaduh beberapa kali, Sai. Kaki lo sakit?" Janied merendahkan tubuhnya untuk menyentuh kaki Saima namun perempuan itu langsung mundur. "Kaki gue cuma sakit sedikit, tadi siang lo dan gue jatuh ke sofa kaki gue pasti kepentok." "Mau gue hubungin dokter lo?" "Ini bukan apa-apa." "Sai, empat tahun lalu—" "Janied, gue mau pulang sekarang." Saima bersikeras. "Lo kuat nyetir mobil? Kaki lo terlihat nggak baik-baik aja." Janied kembali berdiri, menatap Saima dengan serius. "Lalu saran lo adalah?" Saima terlalu lelah meladeni. Bukan hanya kakinya yang terasa sakit namun badannya juga capek harus terjebak macetnya Ibukota. "Gue ngantuk, males nyetir, gue nggak mau nganterin lo," kata Janied dengan datar. "Kalau gitu gue nyetir sendiri. Bye?" "Lo bisa nginep di sini, pulang besok pagi. Gue yakin kaki lo akan mendingan kalau istirahat." "Gue nggak mau nginep." "Kenapa? Sebelumnya lo sering nginep di apartemen gue." "Ya, tapi sebaiknya mulai dari sekarang gue atau lo nggak perlu nginep di apartemen siapapun." Janied tidak mengerti. "Apa karena gue artis? Apartemen ini keamanannya ketat, Saima. Lo tahu itu." "Karena kita mantan tunangan, Janied." "Untuk yang pertama kalinya, lo mengakui?" "Kita seperti keluarga," kata Saima dengan suara kecil. "Kita berdua tahu lo menganggap gue teman, seorang adik, tapi apakah orang lain tahu? Mereka akan berpikir macem-macem bahkan kakak lo berpikir kita berdua terlalu dekat." "Lo mikirin pandangan orang lain sekarang?" Janied menatap Saima meski perempuan itu tidak melakukannya. "Kak Cassie adalah kakak lo, Janied. Gue nggak peduli sama pendapat orang lain tapi keluarga lo udah gue anggap keluarga, mereka penting. Dan gue nggak mau membuat orang-orang yang gue anggap keluarga menjadi kurang nyaman karena gue terlalu dekat dengan lo." "...." Saima menghela napasnya. "Gue akan katakan ini kepada lo. Saat tadi gue ketemu Radmila, gue yakin dia masih punya perasaan sama lo. Gue juga menyadari saat Radmila mencoba menanyakan soal pertunangan kita, dia sedih. Janied, kalau lo menginginkan Radmila lagi, jangan sampai lo membiarkan dia nggak nyaman dengan hubungan pertemanan kita." "Apa maksud lo, Saima?" "Radmila cemburu, Janied. Gue masih belum tahu kenapa dia pergi tujuh tahun lalu tapi teka-teki ini terlihat menemukan sedikit titik terang? Gue rasa Radmila pergi karena dia menganggap lo benar-benar bertunangan dengan gue. Radmila menganggap lo memiliki perasaan terhadap gue. Yang mana itu sangat nggak mungkin." Saima tertawa kecil. "Janied, lo akan mendapatkan Radmila lagi." "Dan lo akan ke mana?" Janied bertanya kaku. "Gue nggak ke mana-mana." Saima menjawab. "Kita akan berteman seperti biasa. Kita cuma butuh jarak, Janied. Untuk kenyamanan semua orang." "Kita atau lo yang butuh jarak?" Janied mendengus, lantas ia menggeleng. "Gue nggak akan memberikan yang lo mau, Saima." "Janied..." "Jangan lagi menyuruh gue melakukan hal yang nggak gue inginkan. Lo suka atau nggak, gue akan terus menemui lo, Saima Searajana. Karena lo temen gue, keluarga gue." [] - Instagram: galeri.ken
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN