bab 3

1218 Kata
"Ibu sakit?" Lana menghampiri Ibunya yang terlihat pucat. "Nggak." Dian menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Kamu sudah siapkan pakaian terbaik untuk acara nanti malam?" Tanya Dian. "Sudah. Gaun terbaik yang Lana punya." Lana tersenyum ceria. "Jangan lupa, rias sedikit wajahmu supaya calon suamimu terkesan." Dian mengusap lembut wajah Lana. "Aku sudah belajar tutorial make up dari teman sekantor, namanya Lala. Dia pandai merias diri," Beberapa waktu lalu Lana pernah belajar singkat tutorial make up dari Lala. Sebagai wanita yang sangat menyukai dunia make up, tentunya Lala dengan senang hati mengajarkan. Bahkan Lala meminjamkan alat tempurnya itu secara cuma-cuma. "Bu Sarah pasti senang melihatmu," Dian mengusap puncak kepala Lana. "Bu Dian itu orang kaya, kenapa mau-mau nya jodohin anaknya dengan Lana." Sampai saat ini Lana masih tidak mengerti mengapa Bu Sarah bersikeras menjodohkan Lana dengan anaknya. Masih jadi misteri hingga saat ini mengapa orang kaya mau menerima Lana yang notabene berasal dari keluarga sederhana yang hanya memiliki warung kelontong kecil. "Mungkin karena Bu Sarah menyukaimu, dan menurutnya anaknya itu sangat cocok dengan kepribadianmu." Lana memang tidak pernah bertemu sebelumnya dengan lelaki yang di gadang-gadang akan menjadi calon suaminya itu. Lana hanya mendengar sekilas saja mengenai lelaki yang bernama Marvel. "Hanya karena suka aja?" Dian menganggukan kepalanya. "Mungkin juga karena selama ini kamu selalu berdoa memiliki suami kaya, hingga akhirnya doamu dikabulkan." Lana tersenyum. "Mungkin Tuhan bosan mendengar doa Lana, karena setiap hari Lana selalu meminta suami kaya. Bukan suami yang baik dan sayang Lana." Lana meringis, "Semoga Tuhan mengabulkan doamu. Dapat suami kaya, perhatian dan menyayangimu. Paket lengkap yang tidak kamu dapat dari sosok bernama Ayah." Hati Lana mencelos. Ayah adalah sosok yang sangat sensitif dalam hidupnya. Tidak memiliki banyak kenangan bersama, tapi justru meninggalkan luka yang begitu dalam dihatinya. "Lana akan buktikan, kalau Lana bisa bahagiaan Ibu tanpa dirinya." Dian mengangguk, "Kamu sudah lebih dari sekedar membahagiakan Ibu. Kamu segalanya untuk Ibu." Dian membingkai wajah Lana dengan kedua tangannya. Gadis kecil cengeng yang gemar menangis itu kini tumbuh menjadi wanita periang. Baik hati dan selalu berusaha menyenangkan hatinya. "Anak Ibu yang paling cantik dan baik. Kamu pasti akan mendapat seseorang yang mencintaimu dengan sepenuh hati." Dian mencium kening Lana dengan lembut. Perjodohan konyol antara dirinya dengan lelaki misterius bernama Marvel itu menjadi sesuatu hal yang selalu Lana tertawakan. Pasalnya di zaman sekarang ini ia masih saja menerima perjodohan tersebut tanpa mengenal sosok lelaki itu terlebih dulu. Tapi sekali lagi, Lana tidak ingin mengecewakan sang Ibu. Jika ibunya sudah mengatakan bahwa perjodohan itu merupakan yang terbaik untuknya, maka Lana akan menerimanya tanpa penolakan. Dian begitu berharga dalam hidup Lana, sosok ibu sekaligus Ayah yang ia miliki. Wanita tangguh yang mempertaruhkan segalanya untuk membesarkan Lana. Oleh karena itu Lana tidak punya alasan untuk menolak, apalagi sang Ibu sudah sangat setuju. "Jadi, kalian belum pernah bertemu?" Tanya Lala dari seberang sana. Saat ini Lana dan Lala tengah melakukan panggilan video call. "Belum." Jawab Lana satai, sementara Lala menatap horor ke arahnya. "Kenapa lo mau?" Lana menoleh ke arah layar ponselnya, dimana Lala tengah melotot ke arahnya. "Gak ada alesan buat nolak. Kata ibu dia kaya, ganteng, dan dari keluarga baik-baik." Lana kembali fokus pada cermin di hadapannya. "Itu kan, katanya. Katanya jauh dari kebenaran." "Ibu dan Bu Sarah teman baik." "Jadi, hanya karena Ibu Lo dan Ibu si Makarel itu berteman baik, jadi lo mau. Gitu?" Lana menghela. "Marvel, bukan makarel." "Sama aja. Sama-sama misterius dan masih dalam kaleng. Peribahasanya lo beli ikan dalam kaleng, lo gak tau itu ikan bagus atau busuk." "Pasti baik. Yang jelas dia gak akan seperti tukang tanam seperti Pak Dika. Marvel ini dari keluarga baik-baik, orang tuanya taat agama. Jadi, gak mungkin anaknya tukang bercocok tanam seperti Pak Dika." "Lana si Siti Nurbaya." Balas Lala. "Ini pakainya gimana? Bagus gak?" Lana menyudahi pembicaraan mengenai sosok lelaki bernama Marvel. Bagaimanapun bentuk lelaki yang akan dijodohkan dengannya itu, semoga bukan lelaki seperti Dika. Hanya itu saja doa Lana untuk saat ini. "Aku udah cantik, kan?" Lana berdiri dengan mengenakan dress berwarna merah muda. Riasan dan warna pakaiannya sangat pas, tidak berlebihan dan membuat Lana semakin terlihat cantik "Kalau aja ke kantor seperti itu, gue yakin si Aji dan si Nata bakal bertekuk lutut di hadapan lo." Lana tertawa. "Mereka tuh lihat kambing di kasih lipstik aja udah mau." Lana dan Lala pun tertawa, tapi tidak berapa lama Dian sudah memanggilnya dan mereka akan segera berangkat. "Udah dulu ya, Ibu manggil. Doain pertemuan nya lancar dan kita bisa segera menikah." "Aminn. Semoga lancar biar cepet buka segel." Lana hanya tersenyum jahil, lantas panggilan pun terputus. Saat ini ia dan Ibunya dijemput oleh sebuah mobil mewah berwarna hitam. Tentu saja sopir dan mobil itu suruhan Bu Sarah, si tuan rumah yang mengundangnya. Rencananya malam ini hanya sekedar perkenalan saja dan akan membicarakan kelanjutannya setelah memastikan Lana dan Marvel saling menyukai satu sama lain. Memang tidak ada paksaan dalam perjodohan ini, tapi Bu Sarah dan Dini berharap keduanya saling tertarik satu sama lain. "Nerves ya?" Tanya Dian, sambil menggenggam tangan Lana dengan kuat. "Sedikit." Lana tersenyum untuk menutupi kegugupan dalam hatinya. "Mereka keluarga baik-baik. Ibu pernah bertemu Marvel sebelumnya. Anaknya baik dan sangat ramah." Sekilas bayangan tentang Marvel bertambah. Lana memang tidak berekspektasi tinggi pada sosok Marvel, sebab ia selalu berpikir realistis. Mana ada lelaki kaya mau di jodohkan dengan dirinya yang hanya wanita biasa. Biasa dari segi wajah dan juga biasa dari segi kehidupan. Lana yakin pasti ada salah satu kekurangan lelaki itu yang membuat kedua orang tuanya putus asa hingga berniat menjodohkannya. Misalnya impoten. Atau yang lebih horor lagi lelaki itu tidak menyukai wanita. Lana bergidik ngeri. "Kamu kenapa?" Tanya Dian. "Kebelet pipis." Balas Lana. "Sebentar lagi sampai." Komplek perumahan Bu Sarah memang termasuk salah satu kawasan elit di daerah Jakarta Timur. Berderet rumah mewah dengan suasana yang sangat nyaman, bisa dipastikan mereka merupakan keluarga kaya. Lalu bagaimana Bu Sarah bisa berteman baik dengan Dian, ceritanya masih panjang dan berliku. Lana pun masih belum tau bagaimana kisah lengkapnya dua wanita paruh baya itu saling berteman baik, hingga berani menjodohkan anak-anaknya. "Bu Sarah sudah menunggu." Ucap supir yang sejak tadi diam. Dari jarak beberapa meter dan dalam keadaan masih di dalam mobil, Lana melihat Bu Sarah dan suaminya Pak Ronald sudah menunggu di depan rumah. Wanita itu tersenyum ketika mobil yang mereka tumpangi memasuki area parkir. "Lana," Panggil Bu Sarah. "Gimana perjalanan kalian? Gak macet kan?" Bu Sarah langsung memeluk Lana dan Dian secara bergantian. "Ayo masuk." Ajak Bu Sarah. Mereka masuk kedalam rumah yang justru lebih mewah dari luar. Segala perabotan berwarna gold, seolah mencerminkan Bu Sarah memang menyukai kemewahan. "Marvel masih di kamarnya, dia baru pulang dari kantornya. Sebentar lagi turu." Lana menoleh ke lantai dua, dimana Bu Sarah menyebutkan anaknya masih ada di kamarnya. "Marvel!" Panggil Bu Sarah. "Cepetan, Ilana sudah datang." Lanjutnya. Samar-samar Lana mendengar suara pintu terbuka, dan langkah seseorang. Jantungnya kian berdebar, tidak sabar ingin melihat sosok calon suaminya. "Itu Marvel. Ganteng kan, Lana." Tunjuk Bu Sarah pada sosok lelaki tinggi berkemeja biru muda yang tengah berjalan menuruni anak tangga. Kedua mata Lana mengerjap berulang kali, berharap penglihatannya salah. Tidak mungkin Marvel adalah Dika. Namanya saja sudah beda. Atau jangan-jangan Marvel dan Dika adalah dua adik-kakak kembar identik. Lana berharap mereka dua orang berbeda, tapi tatapan tajam dan dingin itu persis Dika, lelaki yang ditemuinya di kamar mandi tengah bercocok tanam bersama seorang wanita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN