bab 2

1026 Kata
"Lan, lo gak apa-apa kan?" Lala menyikut Lana yang tengah menatap kosong ke arah jendela. "Hah, kenapa?" Lana menoleh, dimana Lala tengah menatapnya dengan satu alis terangkat. "Lo ngelamun?" Lala melipat kedua tangannya di atas meja, seolah tengah mengintrogasi Lana. "Nggak." Lana menggelengkan kepalanya, ia pun menoleh ke arah Lala dengan tatapan serius. "Aku melihat sesuatu yang sangat horor di kantor ini. Kamu mau tau? Tapi jangan bilang siapa-siapa. Janji?" Lana mengacungkan jari kelingking, tepat di hadapan Lala. "Lo lihat hantu? Atau jangan-jangan lo punya kekuatan indra ketujuh, yang bisa lihat hantu dan sejenisnya." "Horornya lebih dari hantu." Seru Lana. "Apa? Kuntilanak? Atau pocong? Gimana bentuk nya, gue penasaran banget. Biasa gue lihat di acara TV." Lala memandang Lana dengan tatapan sangat serius. "Kalau kamu lihat secara langsung, aku yakin kamu akan ketakutan. Soalnya horor banget." "Iya, apaan. Buruan cerita, gue udah penasaran banget." "Apaan sih? Cerita apa? Gue mau tau juga." Tiba-tiba duo lelaki ikut nimbrung, bahkan memasang wajah penasaran yang dibuat-buat. "Guys, ternyata Lana punya indra ketujuh, alias bisa lihat hantu." Ucap Lala. "Wah,,, Lana bisa lihat saudaranya Aji dong." Nata tersenyum mengejek, yang membuat Aji tidak segan melemparkan pukulan, tepat di dahinya. "Sial!" Umpat Aji, sambil mengusap dahi. "Emang beneran lo bisa lihat hantu?" Selidiknya, dan mereka berempat pun duduk saling berdekatan untuk mendengar cerita Lana. "Siapa yang bilang aku bisa lihat hantu? Aku cuman bilang lihat sesuatu yang menyeramkan dan horor di kantor ini." Lana meluruskan kerusuhan yang terjadi akibat salah paham. "Tapi aku yakin, lebih horor dari lihat hantu." "Coba cerita." Ucap Nata, yang juga mulai penasaran. "Begini," Lana membetulkan duduknya dan siap untuk menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. "Tadi, aku ke toilet. Nah, disana tuh sepi, gak ada orang. Kayaknya cuman aku yang ada di tempat itu." "Ya ampun! Serem bangey asli!" Tiba-tiba Aji menyela. "Belum dodol!" Ucap Lala kesal, karena ucapan Aji mengganggu kelancaran cerita Lana. "Jangan ada yang nyela ucapan Lana. Lanjutkan!" Perintah Lala, yang semakin penasaran. "Nah, pas aku lagi cuci tangan tiba-tiba aja aku denger sesuatu dari toilet sebelah. Di depan pintu terdapat peringatan, toilet itu dalam perbaikan. Artinya toilet itu rusak. Tapi suaranya semakin kencang dan jelas terdengar." "Suaranya seperti apa? Cekikikan macam kuntilanak?" Giliran Nata yang bertanya, tapi bukan jawaban yang didapat malah tatapan tajam dari Lala dan juga Aji. Karena Nata melanggar aturan yang baru saja diucapkan Lala. "Bukan cekikikan, tapi gini." Lana memperagakan suara yang didengarnya di toilet. "Ahhhh," Ucapnya sambil mendesah. Lana membuat suara semirip mungkin dengan yang didengarnya. "Ada ya kuntilanak mendesah begitu?" Wajah penasaran Nata berubah bingung. "Ada, kuntilanak sang," Aji tidak menuntaskan ucapannya tapi justru tertawa jahil. "Terus, hantunya gimana? Muncul? Sendirian atau berdua?" Tanya Nata lagi. "Ih,,, Nata ini ya.. Aku bilang bukan hantu, tapi aku lihat lelaki keluar dari toilet wanita." "Yah,, itu mah wajar kali. Mungkin dia kebelet boker, tapi toilet lelaki penuh." Balas Nata. "Dia gak sendirian di toilet itu, tapi bersama wanita." Ucap Lana dengan menggebu-gebu. "Pas keluar lelakinya benerin resleting celana, dan si wanita nurunin rok span nya. Horor banget kan?" Lana melirik ke tiga orang yang ada di dekatnya satu-persatu Tapi diantara ketiganya tidak ada yang bereaksi, dan justru saling menatap satu sama lain. Hingga detik berikutnya, Lala, Aji dan Nata tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun Lana! Gue kira lo abis lihat hantu beneran. Taunya,," Ucap Lala. "Taunya lihat seseorang ML." Ucap Nata. Mengikuti jejak kedua temannya, Aji pun ikut menimpali. "Selamat datang di kantor ini Lana! Kamu sudah lulus tahap dua," Aji bertepuk tangan, yang membuat Lana kebingungan. "Kalian mau taruhan siapa yang dilihat Lana?" Nata kembali bicara. "Siapa.lagi kalau bukan pimpinan tim kita, Bapak Reza Andika!" Seru Aji. "One and only, hanya Bapak Dika." Lana melirik satu persatu temannya dengan tatapan bingung. Apakah hal-hal tersebut memang sudah biasa terjadi di kantor ini? Jika iya, Lana salah masuk kantor. Karena ia akan dipaksa terbiasa melihat hal-hal yang masih dianggap tabu olehnya. "Hantu yang lo lihat itu kan?" Tanya Lala sambil berbisik ketika Dika memasuki ruangan meeting. Lana hanya bisa menundukan kepala, berharap Dika tidak mengenalinya, apalagi pertemuan pertama mereka sangat tidak menyenangkan. Jangankan meninggalkan kesan baik, tapi justru meninggalkan kesan buruk dimana Lana pasti dicap sebagai wanita penguntit, atau tukang intip. Usai membahas segala kepentingan proyek baru yang akan mereka kerjakan, tidak lupa Lana pun memperkenalkan diri secara singkat. Beruntung Dika bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, dengan begitu Lana bisa bersikap yang sama. "Hantu di kantor ini ganteng kan? Lala.aja hampir kepincut loh," Ucap Aji, ketika mereka berempat keluar dari ruang meeting. Tentu saja Dika sudah pergi terlebih dulu. "Datang terlambat, tapi pergi paling duluan. Pemimpin macam apa?" Cibir Lana, mengabaikan ucapan Aji. "Yang penting ganteng dan hot. Begitu kata wanita-wanita di kantor ini. Bad attitude gak apa-apa, yang penting good looking. Ya nggak," Nata menimpali, sambil menatap jahil ke arah Lala. "Emangnya dia sering begituan di kantor? Gak modal banget!" Cibir Lana lagi. "Kalau ada yang gratis ngapain harus cari yang bayar. Di kantor gratis, bahkan ceweknya pun gratis. Asal mau aja." "Kalian juga begitu?" "Nggak lah!" Aji dan Nata menjawab serentak. "Nggak. Karena gak laku aja. Kedua lelaki ini berada di garis wajah standar. Gak masuk kriteria lelaki idaman." Balas Lala. "Tapi mereka berdua lumayan ko, gak jelek-jelek amat." Aji dan Nata bersorak kegirangan, ketika Lana mengucapkan kalimat tersebut. "Akhirnya ada yang menyadari ketampanan kita. Selama ini cewek-cewek terlalu dibutakan oleh pesona Dika. Padahal kita ini paket lengkap, baik, bertanggung jawab dan gak jelek-jelek amat." Aji mengusap wajahnya dan berpose senyum ala iklan pasta gigi. "Ganteng kalau celup sana sini buat apa? Aku sih gak tertarik sama lelaki seperti itu." Balas Lana. "Lo belum tau aja pesona Dika seperti apa. Jadi Lo bisa ngomong gitu." "Aku gak akan tertarik, soalnya aku udah punya calon suami pilihan Bunda. Dan di jamin pasti lelaki baik-baik, bukan lelaki macam itu." Balas Lana sambil tertawa. "Lo udah mau sold out? Baru aja mau gue deketin." Aji menghela lemah, dan bersikap seolah kecewa. "Masih dalam tahap rencana. Ketemu aja belum, doain aja ya, mudah-mudahan jodoh." Mereka berempat pun kembali mengisi meja kerja masing-masing. Mungkin Lana tidak akan pernah menyangka bahwa lelaki yang dibicarakannya adalah lelaki yang sama, yang akan menjadi calon suaminya kelak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN