Bibir Sisilia bergetar pilu. Tangannya terkepal meremas jas lab putih yang berlumuran darah. Dadanya sesak oleh rasa sedih yang menghimpit. Dia tidak ingin mengalami lagi kehilangan teman lab yang sama gilanya dengan dirinya. Bayangan Zullmand menatapnya memelas dari balik jendela di hari-hari terakhir kehidupannya terlintas. Seharusnya dia menyadari waktu itu apa yang ditulis Zullmand di kaca jendelanya. Bukan I'm Fine, tetapi Save Me. Save Me. Save Me. Selamatkan aku. Dia harus melakukan sesuatu. Dia harus bisa menolong orang lain, tetapi apa? Bagaimana? Jantung Sisilia berhenti berdetak sesaat. Matanya terbuka lebar dan menatap Ren. "Ren, kau ingat darah abadi itu?" Ren ingin mengangguk, tetapi ia sangat kesakitan sehingga ia hanya bisa menggerakkan kelopak matanya. "Kau ing