Malam Tak Terlupakan

1174 Kata
"Kamu mau ke mana?" Nadia menahan langkah Angga yang hendak keluar kamar. Tadinya dia bermaksud merayu suaminya setelah dia mandi dan berpakaian. Tetapi sepertinya gagal karena Angga berulang kali menepis tangan dan tubuhnya. "Apa aku harus melapor juga ke mana aku mau pergi?" tanyanya sinis. "Jelaslah! Aku, kan istrimu!" "Istri rasa security," ujarnya mengejek dan menepiskan tangan Nadia di pergelangan tangannya. "Angga! Tunggu!" Nadia mengambil sling bag di atas meja rias dan kembali ke sisi Angga dengan cepat. "Kamu mau apa?" "Aku mau ikut kamu ke mana saja. Memastikan kamu nggak akan ketemu sama Kienar." Angga mendengkus sebal mengetahui niat istrinya. Dia memang berencana menemui kekasihnya dan minta kejelasan tentang apa yang dikatakan Mama dan Nadia. Beberapa hari ini Kienar menghindari telepon darinya dan tidak membalas chat WA-nya. Dia juga tidak ada ketika Angga menjemputnya seperti biasa. Perasaannya tidak enak, mungkin benar Kienar sudah dipecat Pak Sebastian. "Terserah! Tapi jangan salahkan aku kalau kamu bosan!" Angga pun membuka pintu kamar dan berjalan cepat menuju tangga. "Wah, penganten baru akur amat. Mau dinner, nih?" Suara Mama yang dimanis-maniskan menyapa ketika keduanya menuruni tangga. "Angga mau nongkrong sama teman, Ma," pamit Angga tanpa memedulikan istrinya. Dia berjalan cepat melewati Mama yang sedang bersantai di ruang keluarga bersama Papa dan Nawang. Nadia tersenyum penuh arti kepada Nyonya Angela dan mulutnya berkata tanpa suara. 'Doakan saya, Ma!' Nyonya Angela memberikan ibu jarinya dan berkata, "Jangan pulang terlalu cepat! Bersenang-senanglah." Angga menyalakan mesin mobil dan hampir saja meninggalkan istrinya jika saja perempuan itu terlambat sepersekian detik membuka pintu mobil. Mau tak mau Angga harus membawa Nadia dan mengubah rencana dengan cepat. Lelaki itu urung mengunjungi Kienar dan memilih membawa istrinya ke tempatnya biasa nongkrong. "Kita akan ke mana, Ga?" tanya Nadia ketika Angga membawanya ke daerah yang tidak dikenalnya. "Kamu mau ikut aku ke mana saja, kan? Jadi jangan banyak bertanya. Jangan mengeluh dan jangan mengganggu aku. Kalau kamu tidak suka, panggil taksi dan pulang sendiri." "Aku berangkat sama kamu, pulang pun harus sama kamu," kata Nadia sambil membetulkan letak duduknya. Selama bersama Angga, tidak ada yang harus dikhawatirkan. Toh, dia adalah istrinya. Angga punya kewajiban moral untuk menjaganya. Mobil menurunkan kecepatannya dan masuk ke sebuah perumahan elit. Angga memutari beberapa blok sebelum akhirnya berhenti di sebuah rumah dengan gerbang yang sangat tinggi sehingga bangunan di balik gerbang tidak kelihatan.  "Ini rumah siapa?" tanya Nadia curiga. Dia memang tidak mengenal suaminya dan tidak tahu lingkaran gaul suaminya sama sekali.  Angga tidak menjawab pertanyaan istrinya dan langsung meninggalkan mobil tanpa menunggu istrinya turun. Melihat tingkah acuh suaminya, Nadia semakin geram. Sulit sekali menaklukan lelaki satu ini, padahal dia tidak pernah kesulitan menaklukan lelaki-lelaki sebelum Angga. Namun Nadia tidak mau menyerah. Dia punya semua sumber daya untuk menaklukan Angga dan akan dia keluarkan semuanya. Lagi pula, dia tidak mau kalah dari Kienar. Nadia mengekor sangat rapat di belakang suaminya. Mereka harus menekan bel dulu sebelum sebuah suara terdengar dari interkom menanyakan siapa dan apa tujuan kedatangannya. Angga memberikan identitasnya dan pintu gerbang pun membuka otomatis. Di belakang gerbang itu ada jalan kecil menuju bangunan megah dengan empat pilar. Nadia tidak menyangka ada rumah sebagus ini yang disembunyikan di balik tembok tinggi. Pintu utama yang terbuat dari kayu membuka ketika mereka hampir sampai. Seorang asisten rumah tangga berseragam keluar dan menyambut kedatangan mereka.  "Silakan masuk, Mas. Sudah ditunggu." Angga mengangguk cepat dan berjalan melewati ART berseragam tadi. Melihat seorang perempuan berjalan di belakang Angga, ART tadi memandang dengan bingung.  "Tidak apa-apa. Dia istri saya," kata Angga seolah memahami kegundahan ART tadi. Mendengar Angga menyebut kata istri untuk pertama kalinya di depan orang lain, membuat perasaan Nadia berbunga. Tanpa sadar dia tersenyum sendiri. Nadia pun memberanikan diri melingkarkan tangannya di siku Angga. "Iya, saya istrinya," ujarnya manja, membuat Angga merasa mual tiba-tiba. Angga pun berusaha melepaskan diri dari Nadia, tapi Nadia memegang tangannya kelewat kuat sehingga dia kesulitan melepaskan diri. "Weissss, penganten baru, nih. Lo datang bawa pasangan, bikin yang lain iri saja, Ga. Mentang-mentang dah nikah, lo, ya?" Teman Angga terlihat menuruni tangga dan mereka berdua tos kepalan tangan. "Terpaksa, Ri," kata Angga dengan wajah seperti menahan sembelit.  Ari yang tahu kondisi pernikahan sahabatnya memandang Nadia yang berdiri sangat menempel pada Angga. Dia tersenyum sopan kepada perempuan itu dan mengulurkan tangan. "Halo, saya Ari sahabatnya Angga. Yang tinggal di rumah ini." Nadia menyambut uluran tangan Ari dan tersenyum manis. "Nadia." "Istri lo manis juga, Ga. Cuma sayangnya, sesuai kesepakatan, kalau kita ngumpul nggak boleh bawa cewek." "Gue udah bilang sama dia, cuma dia nggak percaya. Dipikirnya gue mau ketemu Kienar." "Gue nggak bisa bantu. Tahu sendiri anak-anak kalau sudah mabuk. Istri lo bisa kena masalah. Peraturan tetep peraturan, Ga. Lo harus pulang dan balik ke sini tanpa bawa pasangan." Angga memandang Nadia sebal. "Denger sendiri, kan? Aku ke sini mau mabok. Kalau kamu mau pulang, sesuai perjanjian, sana naik taksi!" Angga menepiskan tangan istrinya dan berjalan cepat menuju pintu belakang. "Lo harus antar istri lo dulu, Ga! Jangan jadi cowok nggak gentle." Angga tidak memedulikan perkataan sahabatnya dan melambaikan tangan tanda tidak ingin keputusannya diganggu. Ari menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya itu dan memandang istri Angga yang berdiri salah tingkah ditinggalkan begitu saja oleh suaminya. "Aku antar. Yuk!" kata Ari menawarkan diri. "Terima kasih. Tapi seperti kata Angga, aku naik taksi saja. Bisa minta tolong pesankan?" Mendadak keangkuhan yang diperlihatkan Nadia sedari tadi memudar. Hatinya repih dicampakkan Angga di depan temannya. Rasanya saat ini dia ingin membenamkan diri dalam tumpukan bantal saja. Melihat mata Nadia yang mulai berkaca, Ari tentu saja tidak tega. Dia meraih tangan Nadia dan membawanya keluar rumah. Menuju mobilnya terparkir dan membukakan pintu untuk Nadia. "Masuk. Mobil tempat teraman saat ini. Kamu bebas menumpahkan perasaanmu. Aku tunggu di luar. Bilang kalau sudah selesai." Nadia memasuki mobil Ari dan mulai terisak. Di luar, Ari menyandarkan tubuhnya pada badan mobil dan mendesah perlahan. Dia sudah tahu kisah perjodohan Angga. Dia juga tidak bisa menyalahkan sahabatnya itu. Dipaksa bukan hal yang menyenangkan dan menurutnya,  Angga-Kienar adalah pasangan termanis yang pernah dikenalnya. Berpisah dari perempuan setulus Kienar pasti akan menyesakkan. Wajar jika Angga mengacuhkan Nadia karena dia juga tidak mengenal perempuan itu sebelumnya. Namun berada di posisi Nadia juga bukan hal yang mudah. Rumit memang kalau sudah menyangkut urusan cinta. Ari menggaruk rambutnya dan mengumpat beberapa kali. Di mobilnya kini ada perempuan sedang menangis. Perempuan yang dulu pernah jadi incaran karena kedudukan dan kekayaan ayahnya. Ironis memang, dia yang menginginkan malah sahabatnya yang mendapatkan. "Ri ...." Nadia membuka pintu mobil dan mengangkat wajah perlahan. Wajahnya sembap. Ah, pemandangan yang sangat indah bagi Ari dan dia tidak bisa menahan diri. Dicondongkannya tubuhnya ke arah Nadia dan dengan lembut, dilumatnya bibir tipis perempuan itu. Manis. Sungguh manis dan begitu lembut. Memabukkan, membuat Ari tidak bisa menghentikan ciumannya dan kini dia meraih kepala Nadia. Menekannya agar bisa merasakan bibirnya lebih dalam. Ari juga memaksa Nadia membuka bibirnya dan entah mengapa, Nadia hanya bisa menuruti semua perlakuan Ari. Mungkin dia kesepian. Mungkin dia membutuhkan kehangatan. Mungkin juga dia sebenarnya butuh sentuhan. Entahlah. Nadia sedang dimabukkan dan dia tidak ingin disadarkan cepat-cepat. [] ============== ©elopurs - 2020
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN