“Aku baru tahu kalau bintang di sini lebih indah daripada di Jakarta.” Bumi memandangi langit malam yang bertaburan bintang-bintang. Seolah seseorang baru saja menebarkan manik-manik kaca yang berkilauan di pekatnya malam. Aliran cahaya berkelip membentuk sungai permata yang membentang di angkasa. “Maksud Bapak, lebih banyak?” tanya Kienar yang duduk di sebelahnya. Secangkir teh hangat menemani mereka mengusir dingin. Acara tahlilan sudah lama usai, tapi Bumi dan Kienar tidak bisa memejamkan mata. Kienar memilih untuk duduk di teras depan panti dan mengenang keberadaan Bu Ani di setiap sudut panti ini. Bumi yang tidak bisa tidur karena berada di tempat masa lalunya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar panti. Dia melihat Kienar yang duduk sambil memandangi langit. Pada petugas