Bab 1. Salah Masuk

1542 Kata
"Jangan!" teriak Melody. Seorang pria mabuk mendorong tubuhnya ke arah ranjang. "Apa yang kamu lakukan?" "Tasya, aku kangen sama kamu." Melody memekik ketika tangannya dicengkeram erat oleh pria itu. Ia berusaha memiringkan wajahnya ketika si pria mendaratkan ciuman. "Aku bukan Tasya. Toloong!" Teriakan Melody tampak sia-sia, sebab bibirnya terbungkam oleh bibir si pria. Air mata Melody meluruh seketika karena ia tahu, ini salah. Yah, seharusnya ia masuk ke kamar untuk bertemu dengan pria dewasa bernama Andi. Ia diminta bibinya untuk melayani Andi demi menuntaskan utang peninggalan kedua orang tua Melody. Sayangnya, Melody salah masuk ruangan. Ia mengira kamar itu ada di lantai satu, padahal seharusnya ia naik dulu ke lantai dua. Melody baru sadar ketika yang masuk ke kamar adalah Kavi. Ya, ia mengenali pria yang sedang bergerilya di atas tubuhnya. "Jangan! Tolong! Jangan begini!" Melody meronta-ronta karena ulah Kavi. "Sya, aku kangen kamu. Kenapa kamu baru datang ke sini? Aku ... aku mau kamu," ujar Kavi yang kini menahan kedua tangan Melody di atas bantal dengan satu tangannya. Sementara tangan kanannya mulai membuka anak kancing gadis yang ia kira adalah Tasya. "Aku bukan Tasya, Kak. Aku Mel—" Bibir Melody kembali dibungkam oleh ciuman Kavi. Sekuat tenaga, Melody mencoba melawan. Aroma alkohol membuat Melody mual, tetapi tubuhnya sangat lemah dibandingkan dengan pria mabuk ini. Tangis Melody makin keras karena kini, Kavi mulai melucuti pakaiannya sendiri. Ia menarik tubuhnya ke belakang, merapatkan punggung di headboard. Tidak! Ia tak akan melakukan ini dengan Kavi! "Sayang, kamu kenapa? Kamu masih marah sama aku? Aku minta maaf, oke?" Kavi menarik tungkai Melody. Ia membuat Melody kembali pada posisi semula. Senyum miring menghiasi wajah Kavi ketika ia bersiap untuk memasuki tubuh Melody. Melody menggeleng keras. "Jangan! Sakit! Ahh! Kak, tolong. Jangan lakukan ini!" "Ugh!" Kavi mendesah keras ketika miliknya mendesak masuk tubuh Melody. Ia berusaha lebih kuat mendorong dan ia merasakan cakaran di punggungnya. Spontan, ia mengaduh. Kavi mulai merasakan ada yang janggal dengan gadis di bawahnya. Bukankah Tasya sudah tak perawan? Kenapa begitu sulit? "Sakit. Kak! Ampun!" Melody berteriak dengan nada mengiba, tetapi semuanya sudah terlambat. Rasa nyeri menyerang tubuh Melody dan ia hanya bisa menangis sementara Kavi menciumi bibirnya. Desakan demi desakan di bawah sana membuat Melody mau tak mau ikut mendesah. Rasa sakit menyatu dengan rasa nikmat. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kavi mengabaikan rasa aneh pada gadis yang ia kira adalah pacarnya. Ia terus memompa. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah sebuah pelepasan. Ia mencari kepuasan, tak peduli dengan tangisan Melody. *** Di tempat lain, Anggun sedang bersiap di depan rumah suaminya, Andi. Ia tahu Andi telah membeli seorang gadis muda untuk melayaninya malam itu. Ia mendengar sendiri ketika Andi bicara dengan seseorang yang memiliki banyak utang padanya. Andi berjanji akan menganggap utang itu lunas jika mereka memberikan gadis perawan. "Bu Anggun, kita jadi masuk?" tanya Tedi, ketua RT setempat. Anggun mengangguk pelan. Ia akan menggerebek suaminya yang sedang menghabiskan waktu dengan gadis muda itu. Ia akan membuat suaminya jera dan tak berani selingkuh lagi. "Iya, kita masuk sekarang." Anggun membuka pintu depan rumah itu. Ia sudah mengumpulkan beberapa warga untuk ia jadikan saksi. Hatinya terasa pedih ketika ia masuk ke rumah, ia juga berdebar, tetapi ia tak punya pilihan lain. Andi pasti mengira ia sedang ada di luar kota, tetapi tidak. Ia tak akan kalah dari suaminya kali ini. "Di kamar mana, Bu?" tanya Tedi. "Mungkin di atas," jawab Anggun. Anggun baru saja melewati kamar tamu di lantai satu, ia mendengar suara aneh di dalam hingga ia semakin berdebar. "Kayaknya di sini." Tedi mengangguk. Ia dan yang lain juga mendengar suara-suara meresahkan dari balik pintu. Jadi, Tedi segera memberi kode pada orang-orang untuk membuka paksa pintu. Di dalam ruangan, Kavi masih menikmati penyatuannya dengan Melody. Ia tak tahu bahwa di luar sana ada banyak orang yang hendak menggerebek mereka. "Hentikan. Tolong ... berhenti," rintih Melody. "Tenang, Sya. Aku udah mau sampai," kata Kavi. Kavi mendesak lebih cepat ketika ia akhirnya mencapai puncak, tetapi tiba-tiba ia dikagetkan dengan suara keras di belakangnya. Sontak, ia menoleh. "Kavi!" pekik Anggun yang melihat putranya sedang menunggangi seorang gadis tak berdaya. Kavi mengedarkan matanya pada semua orang yang muncul tanpa ia duga. "Ma-Mama?" "Apa-apaan ini, Bu Anggun? Kenapa malah mas Kavi yang ada di sini?" tanya Tedi dan beberapa warga. Melody merasa ia memiliki kesempatan sekarang. Ia mendorong d**a Kavi lalu mencoba duduk. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut atau apa pun yang bisa ia gunakan. Tangisnya masih terdengar. "Kavi, apa yang kamu lakukan?" Anggun menatap putranya tak percaya. Ia mendekati ranjang untuk melihat siapa yang sedang bersama dengan putranya. Kavi ikut memalingkan wajahnya. Mabuknya berangsur menghilang karena ia terlalu kaget dan bingung. Ia mengambil pakaiannya lalu menutupi pinggangnya rapat-rapat. Ketika ia menatap ke seprai, ia membelalak. Darah! Itu tak mungkin! Tasya sudah lama tak perawan. Dan sekarang ... siapa yang baru saja ia ajak bercinta? Kavi menatap gadis yang gemetaran memeluk selimut. Gadis itu cantik, tetapi tampak tak asing di matanya. Ini kesalahan, seharusnya ia tak tidur dengan gadis ini. Sungguh sial! "Jadi, mas Kavi udah ngelakuin hal asusila di sini," kata Tedi. "Apa yang terjadi? Siapa gadis itu, Bu Anggun?" Kavi menelan keras, entah apa yang dilakukan oleh ibunya hingga membawa banyak orang untuk menggerebek aksinya. Setahu Kavi, ibunya ada di luar kota. Ini jelas tak masuk akal! "Saya diperkosa!" seru Melody tak tahan lagi. Kavi melotot. Ia menggeleng pada ibunya. "Aku kira ... dia pacar aku. Dan ... Mama apa-apaan? Mama mau bikin aku malu?" Anggun menggeleng. Ia hendak menggerebek suaminya, tetapi malah Kavi tertangkap basah sedang bercinta dengan gadis itu. Amarah Anggun pun memuncak. Ia dengan kasar menarik rambut kusut Melody hingga Melody menjerit kesakitan. "Kamu gadis itu, 'kan? Kamu yang dibeli oleh suami saya!" hardik Anggun. Melody menggeleng meskipun nyatanya begitu. Mungkin, suami wanita ini adalah Andi, pria yang harus ia layani. Dan ia salah masuk kamar hingga bertemu dengan putra Andi yang tak lain adalah Kavi. "Jangan bohong kamu! Kamu ke sini karena keluarga kamu punya banyak utang. Dan kamu mau menebusnya dengan tubuh kamu!" teriak Anggun lagi. Melody mencoba melepaskan tangan Anggun dari kepalanya, tetapi Anggun sangat marah dan ia tak punya tenaga lagi. Di atas ranjang, Kavi menatap Melody tak percaya. Ia baru sadar siapa gadis ini. Ia pernah—sering—bertemu Melody di kampus. Gadis ini biasanya berdandan dengan biasa saja, bahkan terkesan sangat kampungan. Namun, sekarang Melody terali cantik karena riasannya. Sial! Kavi baru tahu bahwa Melody hanyalah w************n yang rela menjual diri pada ayahnya. Kavi pun mengepalkan tangannya. "Kamu kenapa bisa tidur dengan putra saya? Apa kamu juga menggoda Kavi?" tanya Anggun dengan nada tak terima. Melody menggeleng. "Tidak. Saya korban ... saya dipaksa. Kak Kavi ... dia mabuk. Saya diperkosa, Tante." "Dasar pembohong!" teriak Anggun. Ia melepaskan rambut Melody dengan kasar. Ia langsung mendaratkan tamparan keras di pipi putih Melody. Kavi terkesiap. Mabuknya semakin menguap. Semua orang yang berada di ruangan itu ikut kaget karena aksi Anggun. Tedi berdehem karena semua warga tampak mulai berbisik-bisik atas situasi janggal ini. "Bu Anggun, sebaiknya Anda jangan memakai kekerasan," tegur Tedi. "Sepertinya mas Kavi emang mabuk. Saya bisa mencium aroma alkohol di sini. Mas Kavi, beneran maksa cewek ini?" Kavi menggeleng, tetapi apa yang ia lakukan justru membuat semua orang berdecak jengkel. Ia pun mengepalkan tangannya. "Saya tidak sengaja, saya mabuk." "Tapi, tidak bisa begitu, Mas. Mas Kavi sudah melanggar norma masyarakat dengan meniduri cewek itu. Padahal, kalian belum menikah," cibir Tedi yang diikuti dengan sahutan beberapa warga di belakangnya. Melody semakin gemetar, ia menahan sakit di seluruh tubuhnya. Ia mengusap pipinya yang terasa panas dan hanya bisa menangis. Datang ke sini saja sudah merupakan kesalahan, dan kini ia ketahuan oleh banyak warga. Ia sangat malu hingga tak berani mengangkat wajahnya lagi. "Gadis ini pasti sudah menggoda Kavi," kata Anggun. Ia tak ingin putranya kena masalah meskipun ia kesal dengan situasi ini. Seharusnya, ia mempermalukan suaminya, bukan Kavi. "Tetap saja, Bu. Mereka berbuat m***m di lingkungan perumahan ini. Saya bisa saja menggiring mereka ke jalan tanpa pakaian sebagai hukuman!" gertak Tedi. "Apa?" Kavi semakin terkejut. Ia mengumpat dalam hati karena merasa begitu sial. Andai saja tak ada Melody di kamar ini, ia bisa langsung tidur tadi hingga besok siang. Sungguh sial harus bertemu dengan Melody di sini. "Ya, itu hukum yang berlaku di sini. Kalian berdua sudah berbuat m***m dan harus diarak warga agar ada efek jera," kata Tedi. "Tapi itu nggak masuk akal, Pak!" sergah Anggun. Ia menatap sengit Melody yang terisak-isak. "Anak saya bilang, dia tidak sengaja!" Ia kembali menjambak rambut Melody dan pekikan keras pun terdengar. "Kalau begitu, mas Kavi harus tanggung jawab sama cewek itu dan menikahinya," kata Tedi. "Jangan pakai kekerasan lagi, Bu Anggun!" Bagai tersambar petir di siang bolong, Kavi memucat sempurna. Menikah? Dengan Melody? Tidak! Ia tak akan mau! "Ini tidak seperti yang kita rencanakan, seharusnya ... kita menggerebek suami saya," kata Anggun dengan nada sengit. Ia menyentak rambut Melody tanpa kasihan. "Saya yakin kamu sengaja mengincar Kavi yang sedang mabuk!" Melody menggeleng. Kesalahannya hanya satu, ia salah masuk kamar. Begitu ia tiba di sini, Kavi tiba-tiba memeluknya dari belakang dan serangan demi serangan mendarat di tubuhnya. "Itu bukan alasan," kata Tedy. Ia menatap Melody lalu berkata, "Nak, kamu panggil orang tua kamu ke sini. Kita bicarakan baik-baik atau kalian berdua kami giring ke jalanan!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN